9

41 8 70
                                    


Sore itu Alex pulang mempersiapkan semuanya sebelum ia berangkat menuju restoran yang sudah disepakati. Dengan mengendarai motornya ia beranjak dari kantor ke rumahnya.

Sore itu sangat indah, matahari yang parlahan lengser membiaskan sinar ke awan. Warna jingga yang menyala menghiasi langit sore itu. Ada beberapa puncak gedung yang terkena sinar dari matahari yang mulai tumbang.

Saat berkendara, Alex merasa ada yang aneh dengan pandangannya. Jarak pandangnya mengabur perlahan, ia tidak mengerti pasti kenapa, yang jelas ini tidak beres. Namun, untung saja jarak rumahnya tidak terlalu jauh lagi. Ia kemudian menurunkan kecepatan motornya sampai berhenti di depan gerbang.

Alex membuka gerbang lalu memasukkan motornya ke dalam halaman rumah kontrakanya. Tanpa sadar tubuhnya kini menyusut sedikit demi sedikit. Bulu halus mulai tumbuh di sekujur tubuhnya.

Hal ini sama persis dengan yang pernah ia alami di dalam mimpinya. Semua perubahan yang sangat aneh terjadi dalam tubuh Alex. Namun, yang membuat Alex takut ini terjadi di luar mimpi, ini terjadi saat Alex seratus persen sadar.

Alex mengalami panic attack. Tubuhnya mengecil hampir sekecil kucing dan seluruh ucapanya sekarang disertai meongan yang Alex sendiri tidak tahu kenapa demikian. Otaknya menolak jika kejadian kemarin adalah hal nyata. Namun, jelas ini terjadi pada Alex.

Benerapa saat kemudian Alex sepenuhnya menjadi kucing berwarna putih dan oranye dangan ciri khas ada bintik hitam kecil di sebelah kiri bawah matanya.

"Sialan! Ternyata ini bukan mimpi!" rengek Alex. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana.

"Jika semua ini bukan mimpi, berarti kejadian yang aku alami kemarin adalah kenyataan."

Entah kenapa keberuntungan seakan menjauh dari Alex. Di hari kebanggaannya ia malah tidak dapat merayakan kebahagiaan itu, ia merasa sial sepanjang ia akan merasakan bahagia.

Alex tidak tahu harus bagaimana ia bersikap. Hal ini terjadi di luar nalar dan Alex tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Hingga muncul ide untuk meminta bantuan kepada Farhan.

Alex mencari ponselnya di atas meja. Ia menyentuh beberapa kali layar ponselnya agar ponsel itu menyala. Beruntung ia tidak menggunakan kata sandi pada ponselnya.

Setelah itu ia masuk ke menu kontak. Dengan tangannya yang kini sudah menjadi kaki kucing, cukup sulit untuk menggeser layar dan mencari nama Farhan di sana. Setelah beberapa saat berkutat, akhirnya ia menemukan nama teman yang dapat dimintai bantuan itu.

Ia menekan ikon panggil pada layar lalu menekan ikon gambar speker. Alex menunggu dengan cemas dering dari orang yang ada di seberang sana. Setelah beberapa saat menunggu tidak ada jawaban dari Farhan. Tidak menyerah sampai situ, Alex mencoba menelepon lagi Farhan.

"Halo, iya, Lex. Sabar aku masih siap-siap. Kau berangkat saja dulu. Aku cepat menyusul," ujar Farhan dari seberang telepon. 

"Meeong!" Kini suara Alex terdengar seperti kucing yang meminta makan.

"Halo, Lex. Kau bercanda, ya? Lucu sekali, kau pikir aku tahu bahasa kucing?"

Alex telah berusaha meminta bantuan kepada Farhan, tetapi ketika ia berucap sesuatu yang terdengar di seberang telepon hanyalah meongan kucing biasa. Suara manusia Alex hilang berganti dengan suara kucing. Namun, jika ia tidak meminta batuan Farhan kepada siapa lagi ia meminta bantuan? Harapanya kini hanya Farhan.

"Jika kau tidak mau bicara apapun. Aku harus segera berangkat. Kau duluan saja, tidak apa-apa. Aku akan cepat menyusul."

Alex harus membuat Farhan datang ke rumahnya dan melihat secara langsung apa yang terjadi di sana. Namun, apa yang harus Alex lakukan agar Farhan mengerti apa yang diucapkan Alex.

Dengan keras Alex berpikir, hingga akhirnya ia menemukan ide. Alex menjatuhkan poselnya dari meja itu, lalu ia menjatuhkan vas bunga yang juga ada di sana.

Suara benturan dan pecarahan vas itu akan membuat Farhan khawatir dan menghampiri rumahnya. Begitulah rencana Alex.

"Lex, kamu kenapa?  Jawab, Lex!" ujar Farhan, dari suaranya ia sangat khawatir.

Alex hanya mendengarkan suara Farhan yang berulang memanggil namanya. Semoga rencana ini berhasil, batin Alex.

"Ya sudah. Aku akan mampir ke sana. Kau tunggu sebentar! Jika aku ke sana dan kau bercanda. Kau benar-benar ku bunuh," ujar Farhan lalu pamggilan dimatikan.

🐈

Dengan menggunakan mobilnya Farhan datang setengah jam setelah Alex meneleponnya. Di depan pagar rumahnya dengan kencang Farhan memanggil-manggil nama Alex. Namun, ia tidak keluar. Malah yang keluar adalah kucing. Kucing itu mengeong dengan keras, seperti juga memanggil Farhan.

"Lebih baik aku masuk. Takut terjadi apa-apa." Farhan kemudian masuk, beruntung pagar depan tidak di kunci. Ia melihat motor Alex terparkir di halaman rumah.

Kucing itu berada tepat di depan pintu saat Farhan sampai di teras. Ia seperti mengambut datangnya Farhan dengan gembira.

"Sejak kapan Alex pelihara kucing?" tanya Farhan heran. Kemudian ia bejongkok dan mengelus kepala kucing itu.

"Apa kau kucing yang ada di telepon tadi?" tanya Farhan dan dijawab dengan meongan oleh si kucing.

Han, ini aku Alex. Woy!! Ini aku Alex. Aku berubah jadi kucing!

Berulang kali Alex meneriakkan kata itu pada Farhan. Namun, sekali lagi Farhan hanya mendengar meongan biasa dari Alex.

"Kenapa kau berisik sekali, Cing? Kau tahu di mana orang yang tinggal di rumah ini berada?"

Kucing itu hanya mengeong sebagai jawaban. Padahal di benaknya kucing itu ingin sekali berkata layaknya manusia.

"Aku lupa. Mana mungkin kucing ini menjawab. Dia kan nggak bisa bahasa Indonesia." Kemudian Farhan memencet tombol bel rumah itu seraya mengetok pintu.

"Lex. Ayo berangkat!"

Tidak ada jawaban dari dalam. Kembali Farhan membuntikan bel. Tiga kali tidak ada jawaban dari dalam, akhirnya Farhan menelepon Alex. Namun, nomor milik Alex mati tidak dapat dihubungi.

"Cing. Kau minggir dulu, ya. Jangan berisik aku sedang sibuk, oke," ujar Farhan lalu dengan kakinya ia menggeser kucing itu.

Semua yang dilalukan Alex terasa sia-sia. Kini ia memiliki ide baru agar Farhan tahu kucing yang ada di hadapannya adalah dirinya.

Perlanan kucing itu masuk melalui jendela yang ada di sebelah pintu utama. Setelah masuk Alex lalu mengeong sekeras mungki  agar Farhan juga masuk ke dalam.

"Sepertinya kucing itu ingin menunjukan aku sesuatu."

Dengan perlahan Farhan masuk melalui pintu utama yang tidak dikunci itu.

"Lex. Kau di mana?"

Farhan masuk, lalu ia menyalakan saklar lampu yang ada di tembok dekat pintu.

Saat semua terlihat terang, Farhan melihat kucing itu sedang berada di bawah meja. Di sana ada ponsel Alex yang rusak akibat jatuh tadi dan ada pecahan vas bunga.

"Alex ada di mana? Ponselnya sepertinya rusak akibat jatuh. Di mana Alex? Atau dia sudah berangkat duluan naik taksi?"

Farhan masih mengamati dengan seksama rumah Alex. Siapa tahu ia menemukan petunjuk.

Sialan! Ponselku rusak. Padahal aku bisa memberitahu Farhan kalau aku berubah menjadi kucing, batin Alex.

"Sebaiknya aku berangkat juga. Pasti Alex sudah ada di sana dan semua ini hanya tipuan atau kegabutannya."

Kemudian Farhan beranjak menuju restoran yang sudah ditentukan. Namun, kucing itu seperti menghalangi Farhan untuk pergi.

"Sepertinya kau sangat lapar. Tunggu sebentar." Farhan menuju dapur dan mencari makanan yang dapat dimakan kucing itu. Di kulkas ia menemukan daging ayam beku.

"Tak perlu kawatir, sesaat lagi kau akan makan daging. Tapi kau harus lebih sabar menunggu daging itu mencair."

Setelah itu Farhan benar-benar pergi dari rumah Alex. Awalnya kucing jelmaan Alex ingin ikut naik ke mobil. Namun Farhan mengusirnya turun.

🐈


Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now