22

8 0 0
                                    

Alex begitu tidak sabar menunggu saat metahari lengser. Ia ingin segera lepas dari kutukan konyol ini. Namun, hal yang bersemayam pada dirinya kembali bangkit ketika dirinya diselimuti kebahagiaan. Sesuatu itu bereaksi semakin cepat dari biasanya, menyebar seperti aliran sungai dari hulu ke hilir. Sesuatu akan terjadi, hal yang tidak ingin Alex ulang.

🐈🐈

Setelah dari taman kota, Alex merasa lapar dan ingin mencicipi makanan kesukaanya saat jadi manusia. Ia ingin sekali makan nasi goreng dengan toping lengkap. Ia sangat ingin sekali, sebab saat terkena kutukan ia tidak pernah mencicipi lagi menu masakan itu.

"Aku ada tempat makan favorit diarah mau pulang. Di sana juga ada nasi goreng. Kamu mau ke sana?" tanya Veni.

"Boleh. Yang mana aja aku ikut. Soalnya langgananku bukanya sore."

"Baiklah. Oke."

Alex dan Veni beranjak dari taman kota ke tempat beli makan. Jarak rumah makan itu tidak terlalu jauh dari rumah Veni. Di sana buka dari pagi dan menjual berbagai macam makanan, termasuk nasi goreng. Memang biasanya penjual nasi goreng identik saat siang sampai malam hari, tetapi di sini hal itu tidak berlaku.

Setelah sampai Alex turun dari motor dan memesan dua nasi goreng dengan toping komplit. Setelah selesai, Alex langsung bertolak pulang.

"Bagaimana perasaan kamu saat mau jadi kucing?" tanya Veni tiba-tiba. Ia mendekatkan helmnya pada helm Alex agar terdengar.

"Rasanya aneh. Seakan duniamu semakin membesar dan pandanganku semakin melebar. Aku bingun mau mejelaskan seperti apa. Yang pasti sangat aneh menurutku."

"Kamu bisa mengendalikan perubahan itu tidak? Maksudku kalau kamu bisa kendalikan mungkin kau bisa jadi superhero. Siapa tahu 'kan?"

Alex diam sejenak sebab ada motor dengan knalpot bising menyalip mereka. Keadaan yang sangat mengganggu di jalan umum.

"Ironisnya aku nggak tahu kapan aku berubah," jawab Alex saat suara bising itu perlahan menjauh.

"Tapi tenang aja. Nanti kita temukan penawar itu sama-sama."

Alex tersenyum. "Terima kasih, Ven, kau mau membantu."

"Kamu ingat 'kan ini tidak gratis, Manci?"

"Iya ingat," jawab Alex dengan memutar mata malas. Namun, sesaat kemudian ia tersenyum.

Sesampainya di rumah, Alex merasakan hal yang sama lagi. Hal yang paling ia tidak suka. Ia merasa bahwa dirinya kan segera menjadi kucing.

Sialan. Kenapa harus sekarang!

"Ven aku ke toilet dulu, ya."

Buru-buru Alex masuk ke dalam rumah dan menuju toilet. Ia sebenarnya ingin bersembunyi saat transformasi itu terjadi. Alex tidak ingin Veni tahu bagaimana ia berubah. Sebab, saat tubuhnya mengecil baju yang ia kenalan akan lepas dan beberapa detik ia terlihat telanjang sebelum semua tubuhnya tertutup bulu.

Transformasi perubahan Alex kian waktu kian cepat. Tubuh Alex menyusut dengan cepat, serta perubahan pada anatomi, dan bulu tumbuh tidak sampai satu menit. Ini bukan hal baik, ia khawatir dirinya akan terjebak dalam tubuh kucing selamanya seperti Moyi.

"Manci. Aku juga kebelet, gantian dong toiletnya," ujar Veni dengan nada keras.

Tidak ada jawaban dari dalam toilet. Hanya bunyi pompa otomatis yang menyala.

"Manci. Gantian!"

Meoong!

Kening Veni mengkerut heran. Kenapa ada suara kucing di dalam toilet? batin Veni.

Meoong!

Sedetik saat kucing di dalam mengeong untuk kedua kalinya, Veni baru sadar bahwa orang yang masuk di dalam pertama adalah Alex. Veni tidak mengira bahwa Alex akan menjadi kucing di saat seperti ini.

"Manci, ngapain kamu di dalam. Ayo keluar."

Meoong!

Sepertinya Manci terkunci di dalam, bantin Veni.

"Sebentar aku ambil kunci cadangan. Kamu tunggu sebentar."

Veni berlari menuju kotak khusus gantungan kunci yang berada di ruang tengah. Saat setelah mengambil. Ia segera membuka pintu itu.

Saat pintu terbuka, Manci keluar dengan lesu. Ia berjalan gontai keluar seraya mengeong tidak jelas. Suasana hatinya sedang kacau saat ini, sebab perbahan yang tiba-tiba.

Beribu umpat ia keluarkan, tetapi yang terdengar oleh manusia hanya meongan kucing yang tidak berarti.

"Kenapa kau jadi kucing?" tanya Veni polos.

Rasanya ingin sekali mencakar sesuatu, batin Alex saat mendengar pertanyaan menjengkelka dari Veni.

Kau pikir yang seperti ini kuasaku? Hah? ujar Alex dengan meongan yang keras.

Gara-gara jadi kucing gini aku nggak makan nasi goreng dengan cara manusia. Kau tahu tidak rasanya, hah? Ketika harapan di depan mata, ketika aku sudah sangat ileran pengen makan nasi goreng dan saat sudah mau makan semua gagal gara-gara ini? Percuma ngomong panjang lebar, kau tak akan paham! racau Alex pada manusia di sebelahnya.

"Aku nggak bisa bahasa kucing, Manci," kata Veni seraya merengek.

Agar mengerti Veni memberikan ponsel milik Alex di depannya agar ia mengerti apa yang dimaksud. Namun, Alex diam saja, ia merasa semua percuma. Tidak ada yang  bisa memahami perasaanya.

"Apa kamu lapar, Manci?" tanya Veni.

Alex diam saja tidak menjawab.

Sedang Veni bingun bersikap seperti apa sekarang. Ia membuka bungkus nasi goreng itu, satu untuk dirinya dan satu milik Manci. Namun, kucing putih oranye itu tidak tertarik sama sekali. Ia memilih untuk tidur di sofa menunggu sore datang.

"Di kulkas ada sarden kaleng. Nanti aku hangatkan untuk kamu, Manci. Kalau lapar makan, ya," ujar Veni.

Harapan Alex tinggal satu. Jika petunjuk ini gagal ia temukan entah apa yang terjadi. Mungkin hasrat bunuh diri akan muncul kembali. Jika semua gagal, entah apa yang ia harus lakukan. Ia tidak bisa bayangkan jika ia harus hidup menjadi kucing selamanya. Ia ingin bahagia sebagai manusia.

Perlahan ia terlelap dan berharap waktu mendukung keinginannya.

🐈🐈

Sore yang ditunggu datang. Ia bersama dengan Veni mulai mencari toko antik yang dimaksud oleh Moyi.

Setelah keliling mereka menjacari, akhirnya ia menemukan toko yang dimaksud.

Toko itu bernuansa cokelat dengan ornamen emas. Terpangpang jelas di depan 'Toko Antik' yang menyala saat malam hari.

Setelah Veni memarkirkan motornya, mereka berdua masuk ke dalam toko itu. Saat berada di dalam, seluruh koleksi barang antik milik toko itu ditata sangat keren. Bahkan Veni tidak henti-henti memandang setiap detail barang di sana.

"Ada yang bisa kami bantu?" tanya penjaga toko itu. Seorang pemuda tampan memakai kemeja putih dengan memakai bretel suspender atau tali pada kemeja pria.

"Kami mencari kakek pemilik toko ini," kata Veni.

"Waah ... kebetulan disini tidak ada kakek-kakek, Nona. Saya sendiri yang menjaga toko ini," jawab pria itu dengan senyum dan tatapan yang tajam.

"Mungkin, Nona mau beli barang antik? Di sini juga tersedia barang yang langka dan spesial untuk Nona."

"Kami mau menemui kakek pemilik toko ini. Kami diberi tahu oleh Ken Si Merpati."

Pria itu tampak kaget. Ia diam sejenak memandang Veni dan kucing putih oranye yang ada di bawahnya.

"Sepertinya kau berbicara hal yang akan sangat menarik, Nona," ujar pria itu dengan pandangan tajam ke arah Veni.

🐈🐈

Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now