10

23 5 43
                                    

Malam itu Alex kembali nekat berangkat menuju restoran yang sudah ditentukan Pak Gatot siang tadi. Ia harap salah satu dari teman kantornya mengenalinya dan bisa menolongnya. Meski semua yang menimpa Alex di luar logika manusia.

Jarak antara rumah Alex dan restoran itu tidak terlalu jauh. Jika naik motor bisa di tempu selama lima belas menit dan dua puluh menit jika naik kendaraan umum. Namun, di kota Alex tidak ada angkot yang beroprasi saat malam hari. Jika ada pun pasti akan menolak jika ditumpangi oleh seekor kucing tanpa majikan ini.

Dengan terpaksa akhirnya Alex berjalan dari rumah menuju ke restoran itu.

🐈🐈

Kendaraan bermotor lalu-lalang memenuhi jalanan kota malam itu. Diterangi lampu warna kuning di sepanjang jalannya menggantikan sinar matahari menerangi kota.

Di tengah hiruk-pikuk suasana malam kota yang ramai, di trotoar terlihat berjalan seekor kucing berwarna putih oranye. Ia berjalan sendirian. Saat menjadi kucing, Alex terlalu manis jika dikatakan kucing kampung. Ia memiliki bulu yang halus dan wajah yang bulat dengan ekor panjang. Ia berjalan dengan anggun dengan tatapan mata yang sinis. Sesekali ia berlari kecil agar lebih cepat sampai tempat tujuan.

Malam itu sangat terang di mata Alex saat ini, ia dapat melihat dengan baik meski jarak pandangnya amatlah terbatas. Saat menjadi kucing ia memiliki bidang pandang visual 200°, tetapi jarak pandangnya terbatas. Awalnya Alex merasa aneh dengan pengelihatanya. Namun, ia mulai terbiasa dengan semua ini.

Sesekali ia berlalri dan melompat saat ada genangan air di trotoar. Maklum saja trotoar di kota itu sedikit rusak. Hanya pusat kota yang jalan trotoarnya mulus dan dirawat dengan baik.

Saat Alex berjalan di depan gang dekat pasar, Alex melihat ada seekor kucing sedang duduk di atas meja bekas orang jualan. Kucing itu menatap sinis ke arah Alex yang berjalan di sekitar wilayahnya. Tak sengaja mata mereka beradu. Kucing abu-abu itu lalu mengeluarkan suara menggerang, ia tidak suka kepada Alex. Malas dengan pertikaian kucing, Alex membuang muka dan berjalan lurus tanpa menoleh.

"Ada pangeran nyasar, nih?" kata kucing berwarna abu-abu itu. Nada meongannya terdengar sangat sinis.

Alex tidak menggubris apa yang dikatakan kucing itu. Ia ingin cepat sampai di tujuan.

"Pangeran ini pura-pura tuli, ya." Kucing abu-abu itu tetap ingin memancing emosi Alex. "Aku lupa. Kucing ras putih seperti mu memang tuli, ya," lanjutnya.

Kucing itu turun dari meja yang didudukinya kemudian mengejar Alex. Ia berjalan beriringan dengan Alex lalu mengendus bulu milik Alex.

Merasa terancam Alex lalu mengeong dengan keras. "Jauh kau dariku, dasar bau!"

"Wow, wow! Kau cukup semtimen, ya, Pangeran?"

"Jika kau mendekat lagi. Akan ku pastikan kau akan menyesal seumur hidup!"

"Aaaa ... aku takut!" ejek kucing abu-abu itu lalu ia tertawa.

"Ternyata kau tidak tuli, ya? Memangnya kau bisa apa dengan bulu dan wajah imut mu itu? Kau lebih mirip betina dari pada pejantan."

Alex tetap berjalan seraya menahan amarah. Ingin sekali ia mencakar mata kucing di sebelahnya agar ia tidak banyak bicara lagi. Namun, jika ia melakukan itu pasti semakin lama ia sampai di restoran itu.

Kucing abu-abu itu memiliki bekas luka di kepalanya tepat sebelah telinga sebelah kiri, sepertinya ia cukup sering bertarung dengan kucing untuk memperebutkan wilayah. Tubuhnya memiliki otot yang terlihat oleh sinar lampu jalan.

"Menjauh dari ku!" Bulu Alex berdiri menandakan ia merasa terancam.

"Kau mulai berani, huh?" Kucing abu-abu itu tidak mau kalah. Ia juga melayangkan suara ancaman terhadap Alex.

Alex sudah tidak kuat menahan amarahnya. Ia berencana untuk memukul kucing itu lalu berlari sekencang mungkin untuk menghindari pertikaian tidak berarti ini.

Kucing ini sangat menjekelkan! Akan ku beri dia oleh-oleh dari tanganku sendiri, ujar Alex membatin.

"BERISIK, HUH!" Kuku di kaki Alex berhasil menggores wajah kucing abu-abu itu.

Kucing itu tidak sempat mengelak, cakaran kecil Alex berhasil mendarat di wajahnya. Saat ingin membalas Alex sudah berlari sekuat tenaga.

"Sialan!" Kucing itu mengeong keras sebelum mengejar Alex.

Alex berlari tanpa menoleh kebelakang, ia fokus melewati jalan trotoar yang tidak rata itu, ia juga sesekali melompat untuk mengindari selokan yang sedang diperbaiki.

"Sialan kucing gila itu cepat sekali."

Kucing abu-abu itu seperti sudah terlatih dalam situasi seperti ini. Dengan tanggap ia mengejar Alex. Serupa pemangsa saat Alex di rasa dalam jangkaunya ia coba mencakar tubuh bagian belakang Alex. Namun, bukan Alex namanya jika tidak melakukan hal yang di luar dugaan. Alex melakukan gerakan zig-zag agar ia tidak tertangkap, strateginya berhasi, cakar yang dilayangkan oleh kucing gila itu meleset dan tidak mengenai bagian belakang tubuh Alex.

Napas Alex sudah mulai memburu kelelahan. Namun, samar ia sudah melihat restoran yang menjadi tujuannya. Tinggal menyeberang jalan restoran itu sampai.

Saat hendak menyebrang, kucing abu-abu itu berhenti ia tidak berani untuk menyebrang jalan itu. Ia hanya menatap Alex dari kejauhan, sepertinya ia punya firasat, oleh sebab itu ia tidak mengejar Alex.

Alex sebagai kucing magang masih belum bisa mengetahui kelebihan kucingnya mengenai firasat. Tanpa ragu Alex menyebrang jalan itu.

Ia tidak menengok ke kanan dan ke kiri dalam menyebrang jalan. Tanpa di duga ada kendaraan bermotor yang melaju cepat melintas, pengendara itu panik saat Alex melintas secara tiba-tiba di depannya. Secara refleks pengendara itu mengerem, tetapi jarak antara keduanya tertalu mepet untuk motor itu berhenti dengan sempurna.

Alex juga kaget dengan motor yang ada di hadapannya. Ia melakukan percobaan terakhirnya agar selamat dari maut, ia melompat agar dapat menggapai sisi jalan, dan selamat. Namun, semua percuma tubuh bagian belakangnya terkena serempet oleh ban depan motor itu. Alex terpental dan terguling. Meski tidak jauh, tetapi tubuhnya seperti tidak bisa berdiri.

🐈🐈

Alex terbangun di sebuah kamar yang entah milik siapa yang jelas itu bukan kamarnya. Ruangan itu sangat rapi dan bersih sangat berbeda dengan kamar di rumahnya.

Tubuhnya kucingnya masih terasa sakit. Alex masih terbangun dalam tubuh kucingnya.

"Hey, Boy! Kau sudah bangun," ujar wanita bersurai panjang. Alex tidak mengenali siapa wanita itu. Namun yang jelas ia sangat cantik.

Wanita itu mendekat dan kemudian mengelus kepala Alex. "Sebaiknya kau jangan banyak bergerak dulu, Pus. Tubuh mu masih belum sehat betul." Suara wanita itu sangat halus dan merdu. Alex di buat tenang oleh sentuhannya.

Siapa kau? tanya Alex, ia mengeluarkan meongan kecil yang manja.

"Kamu lucu sekali, Pus. Bagaimana kalau aku berimu nama dan kita berteman?" ujarnya dengan nada gemas.

Aku lapar. Begitu maksud suara meongannya yang terakhir.

🐈🐈

Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now