24

3 0 0
                                    

Alex diam seribu bahasa saat berada di rumah. Ia berpikir tentang siapa Saras sebenarnya dan bagaimana ia bisa bertemu dengan wanita yang memiliki penawar itu. Ia sama sekali tidak memiliki petunjuk atas kebingungannya.

Ia makin terpuruk setelah mendengar jika dalam waktu yang ditentukan ini tidak menemukan penawar itu, maka tubuhnya akan selamanya dalam kondisi seperti ini. Kondisi di mana ia tidak dapat merasakan kebahagiaan sebagai makhluk hidup. Jika seperti itu bukankah mati adalah jalan terbaik?

Alex kembali memikirkan sebuah rencara cadangan saat tujuan utamanya gagal. Ia masih sempat memikirkan cara mati yang keren agar dapat dikenang oleh banyak orang.

Pising atas masalah yang menimpanya kucing itu kini makin pemalas. Ia tidak seperti tidak punya harapan untuk sembuh saat ini.

🐈🐈

Saat malam tiba, entah karena apa Alex yang sudah menjelma menjadi manusia, saat mengetahui perumbahannya ia segera berlari dan memakai pakaiannya. Lalu ia kembali menggalau di sofa. Ia sadar bahwa jika dirinya merasakan bahagia, ia akan kembali berubah menjadi kucing dan tidak menentu kapan ia menjadi manusia.

Entah berbuat dosa apa Alex mendapat sial begini. Hidupnya seperti dipermainkan oleh sesuatu yang mengalir pada dirinya.

Di tengah lamunanya meratapi nasib, Alex melihat Veni keluar dari kamar. Ia menggunakan setelan yang lebih tomboy dari yang sering ia kenakan. Lalu dengan nada malas Alex bertanya kepada Veni.

"Mau kemana kamu?"

"Bukan urusanmu!" jawabnya ketus. Lalu Veni pergi meninggalkan Alex sendiri.

"Padahal aku pengen titip nasi goreng." Ia kembali merebahkan diri di sofa empuk itu. Memandang nanar ke arah plafon.

Terkadang tingkah Veni begitu membingungkan. Wanita itu kadang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Ia terlihat seperti orang lain dengan wajah yang identik dengan Veni. Entah karena apa Veni bersikap seperti itu.

Saat mereka bersama, Alex juga tidak bertanya apapun tentang tingkah Veni yang aneh. Ia rasa tidak perlu ikut campur terhadap urusan yang bukan tujuannya.

Sudah hampir satu bulan Alex tinggal bersama dengan Veni, dirinya pernah ditinggal di rumah sendirian dengan setelan yang berbeda senada dengan yang dikenakan sekarang. Lalu anehnya saat Veni pulang, ia menggerutu akibat tidak nyaman dengan yang ia kenakan.

Veni benar wanita yang aneh. Tapi, sebentar. Jika dirinya punya baju seperti itu, kenapa aku nggak pernah lihat di lemarinya, ya. Apa jangan-jangan Veni memang punya lemari rahasia? batin Alex, arrggh ... itu bukan urusanku. Aku lapar.

Semua yang dipikirkan Alex runtuh saat suara kemrucuk dalam perutnya berbunyi. Sebenarnya ia sangat ingin nasi goreng untuk  menu makan malam ini. Namun, Veni bersikap aneh saat Alex ingin titip kepadanya. Akhirnya ia putuskan untuk membeli sendiri makanan yang ia mau. Setidaknya dalam wujud manusia ia bisa makan makanan favoritnya.

Dengan mengunpulkan niat sejak satu jam yang lalu, Alex mulai beranjak menuju tempat nasi goreng kesukaanya. Dengan mengendarai sepeda milik Veni yang ada di garasi rumah, Alex rela berjuang mengayuh sepeda. Ia harap dengan makanan ia bisa sedikit melupakan masalahnya.

Aroma nasi goreng sudah tercium sejak Alex melihat kepulan asap penggorengan. Warung nasi goreng itu ada di pinggir jalan. Tidak terlalu mewah seperti restoran. Tempat itu hanya gerobak di depan dan tempat makan dengan tidak kipas yang menempel di dinding.

Seperti biasa, tempat nasi goreng itu sangat ramai. Apalagi saat malam hari, bahkan Alex sampai mengantre untuk memesan. Alex memesan satu porsi nasi goreng dengan toping komplit dibungkus untuk ia santap di rumah. Sembari menunggu Alex duduk di kursi bersama orang-orang yang sedang mengantre.

Saat tengah menunggu tak sengaja ia melihat Farhan sedang menuju ketempat yang sama. Ia paham betul dengan sepeda motor milik Farhan, lalu saat pengendara motor itu melepas helmnya benar apa dugaan Alex, Farhan sedang parkir dan menuju ke tempat Alex mengantre. Mungkin ia juga ingin membeli nasi goreng yang sama dengan Alex.

"Sialan, kenapa ada Farhan, sih? Bisa ditanya macam-macam kalau begini."

Alex tidak siap dengan pertemuan ini. Ia masih belum bisa menjelaskan apapun tentang kepergiannya. Apalagi Alex tidak memakai hoodie dan masker yang membuatnya makin mudah dikenali. Tanpa pikir panjang Alex menghadap belakang dan memutuskan untuk pergi untuk menghindari Farhan.

"Pak, saya nggak jadi beli, ya," ujar Alex pada pedagang nasi goreng itu kemudian melipir entah ke mana.

Alex pergi menjauh dari tempat nasi goreng itu dengan jalan kaki. Sepeda yang ia kendarai berada di sebalah motor Farhan. Ia tidak mau mengambil resiko untuk mengambilnya. Nanti saat Farhan sudah selesai makan, ia akan mengambil sepeda milik Veni.

"Ada-ada saja. Kenapa Farhan muncul di saat yang nggak tepat gini. Bener-bener ngerusak rencana."

Alex berjalan melangkah menjauh dari sana dan hendak menuju ke emperan toko yang sudah tutup. Dari sana ia dapat mengintai Farhan dan kembali saat Farhan telah pergi.

Di pinggir trotoar itu, Alex memperhatikan kendaraan yang melintas, sampai ketika pandanganya menangkap seseorang wanita berboncengan dan berhenti di sebuah toko setengah tertutup di sebelah penjual nasi goreng, tepatnya tiga ruko di sebalah kiri.

"Itu sepertinya Veni? Ngapain dia disitu. Sama siapa dia?"

Alex melihat Veni masuk ke toko itu. Tepat setelah beberapa saat, Alex mendapati Farhan juga telah pergi dari penjual nasi goreng itu. Dengan rasa penasaran yang tinggi, Alex kemudian menghampiri motor yang dikendarai oleh Veni. Alex juga mengintip apa yang ada di dalam toko itu.

"Ngapain Veni masuk ke tempat nggak jelas gini? Atau dia sedang ada penelitian di sini?"

Tak lama kemudian, Veni dan seorang wanita melangkah keluar dari toko itu. Alex yang mendengar langkah kakinya segera bersembunyi.

Samar terdengar percakapan mereka oleh telinga Alex.

"Lo dari mana saja sih? Kok nggak pernah kelihatan?"

"Ada urusan di rumah. Biasa lah, lo tahu sendiri."

Setelah keluar dan hendak menyalakan motor. Alex memberanikan diri untuk menyapa Veni. Meski ia ragu apa yang ia lihat adalah Veni. Namun, ia harus memastikan.

Alex keluar dari tempat persembunyianya. Lalu ia bergelagat sedang lewat di trotoar dan tak sengaja  berpapasan dengan Veni. Ia hanya ingin memastikan apa yang ia lihat.

Alex berjalan dan saat tepat berdiri di depa kedua wanita itu, Alex berhenti dan menolehnya. Ia juga berpura-pura terkejut sebelum menyapa.

"Loh ... Veni. Kenapa kamu ada di sini?"

Kedua wanita itu saling tatap. Ia seperti melihat orang asing yang ada di depanya.

"Lo kenal dia, Ras?"

"Nggak, Rik. Lo kenal?"

"Sama nggak kenal juga. Ya udah lah, cuek aja mungkin orang caper nggak jelas."

Mereka berdua lalu pergi entah ke mana. Sedang Alex berdiri diam di tempat yang sama mematung tidak mengerti apa yang terjadi. Namun, yang jelas ia sangat yakin jika wanita itu sangat persis dengan Veni.

Di kepala Alex terngiang-ngiang dengan kalimat yang diucapkan salah satu wanita itu. "Lo kenal dia, Ras?"

Alex langsung terpikir nama Saras, wanita yang sedang ia cari keberadaanya. Apakah mungki  wanita yang mirip Veni itu Saras? Jika benar itu Saras aku harus mengejarnya.

"MBAK!" Alex berteriak memanggil wanita itu, tetapi mereka berdua sudah terlampau jauh untuk mendengar seruan Alex.

🐈🐈

Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now