21

6 0 0
                                    

"Masnya kok tahu kucing saya punya bakat itu?"

"Eee ... minggu lalu aku lihat ada kucing warna sama sedang menginjak lembut layar ponsel. Aku kira itu kucing ini."

"Oh ... iya bener, Mas. Itu Moyi dan satu-satunya kucing disini yang memgerti ponsel," ujar Rani, "awalnya aku juga kaget lihat Moyi bisa geser-geser layar ponsel saat baru pertama aku temukan dia. Dia suka lihat manusia berpetualang di YouTube."

Entah mengapa Veni merasa Rani sedikit cari perhatian pada Alex. Veni juga merasa sedikit risih pada gaya bicara Rina yang seakan dibuat-buat.

"Iya, kah, Mbak?" tanya Alex, ia pura-pura tertarik dan seolah tidak percaya pada semua cerita Rani.

"Iya, Mas."

"Kalau begitu, boleh saya coba ke Moyi, Mbak? Pakai ponsel saya saja."

"Bisa, Mas. Kalau mas nggak percaya."

Alex mengkode Veni agar ia mengambil ponsel yang dibawanya. Dalam tas kecil ia mengeluarkan ponsel yang lusuh serta layar banyak goresan cakar Manci.

Saat mengambil ponsel dari tangan Veni, Alex sedikit berbisik pada Veni. "Alihkan perhatiannya," ujarnya lirih.

Setelah Alex memgang ponselnya ia berujar pada Rina, "HP-nya saya taruh di depan sini, Mbak?"

"Iya, Mas," ujar Rina seraya mengangguk antusias.

Alex menaruh ponsel di depan Moyi seraya berbisik bahwa ia sangat membutuhkan informasi terkait kutukan kucing dan penawarnya. Namun, Moyi hanya menggeser-geser layar menu ponsel itu.

"Dia paham 'kan, Mas. Ya meski kadang cuma digeser gitu."

Alex mengedipkan sebelah mata pada Veni.

Veni langsung paham dengan apa yang dimaksud Alex.

"Rani, kamu punya kucing Munchkin nggak di rumah?" tanya Veni, ia mencoba mengalihkan perhatian Rani agar Alex dapat bertanya lebih leluasa pada Moyi. "Aku suka banget sama kucing jenis itu. Di komunitas ini ada tidak, ya?"

"Ada kok komunitas ini." Rani menoleh mencari kucing yang dimaksud. "Itu dia," tunjuk Rani mengarah pada kucing berkaki cebol itu.

Veni mengajak Rani untuk melihat kucing Munchkin itu. Di tempat yang sama ada kucing Munchkin sedang bermain bersama majikanya.

"Oke, Moyi. Sekarang tidak ada siapa-siapa. Kau bisa memberitahuku, apa itu manusia kucing?"

Moyi tidak merespon, ia hanya menatap Alex dengan tatapan yang tidak bersahabat.

Berisik! Suara meongan Moyi terdengar lebih sentimen dari biasanya.

Alex sedikit garam dengan tingkah Moyi yang tidak bersahabat seperti itu. Sampai akhirnya ia juga ceritakan bahwa dirinya juga adalah korban dari kutukan itu.

"Sebenarnya aku ini terkena kutukan itu. Kucing putih oranye waktu itu adalah aku. Entah, kenapa aku bisa jadi kucing dan secara tidak pasti berubah kembali menjadi manusia. Aku percaya kutukan, sakit, atau semacamnya ini punya obat penawar," ujar Alex panjang lebar.

Jika diamati Alex seperti berbicara pada kucing yang hanya membersihkan tubuhnya. Kucing itu nampak sangat acuh terhadap Alex. Namun, saat Alex bilang bahwa dirinya terkena kutukan, atensi Moyi langsung berubah. Ia memperhatikan Alex dengan saksama.

"Awal aku berubah menjadi kucing, aku pikir ini semua cuma mimpi dan berniat bangun dari tidur dengan cara bunuh diri. Ya ... mungkin itu terdengar gila, tapi kenyataanya aku hampir terlindas sepeda motor. Namun, aku selamat karena ditolong oleh wanita itu. Sampai saat ini aku bersama dengannya dan wanita itu juga mau membatuku.

Kini ia sedikit bersimpati dengan cerita Alex. Moyi mengeong, entah apa yang ia katakan Alex tidak mengerti. Lalu ia mulai menulis pada layar ponsel milik Alex. Dengan perlahan ia menekan tombol dengan kaki mungilnya.

"Aku sudh prnh dposisi itu. Dan skrng aku trjebak di tbuh ini selamanya. Ak trlambat menemkan onat," ketiknya. Mungkin ponsel milik Moyi berbeda dengan Alex dan Moyi masih perlu adaptasi dengan papan ketik di ponsel itu.

"Onat? Obat maksudnya?"

Moyi mengangguk.

"Jadi benar ada obat untuk kutukan ini?"

Moyi mengangguk lagi.

"Di mana aku bisa temukan obat itu?" tanya Alex dengan antusias.

Moyi perlahan mengetik kembali.

"Tmui brung mrpati yg ada di tman sblah sana."

Alex menatap heran dengan jawaban Moyi. "Maksudnya?"

"Ikt aku."

Usai mengetik Moyi langsung beranjak dari tempatnya tempatnya semula.

Moyi melangkah menuju lapangan yang di sana terdapat beberapa burung merpati yang sedang mematuk makanan yang di sebar oleh para pengunjung taman.

Alex menerka apa yang akan Moyi lakukan.

Saat sudah dekat dengan para merpati itu, Moyi mengeong seakan meberbicara dengan para merpati itu tentang suatu hal. Entah apa yang mereka bicarakan sampai satu perpati berwarta putih memandangi Alex begitu tajam.

Alex berpikir mereka membicarakan tentang dirinya dan menjelek-jelekkan dirinya dengan bahasa yang tidak Alex mengerti.

"Kau membicarakan, ku, ya?" tanya Alex curiga.

Pertanyaan Alex tidak digrubris sama sakali dengan kedua hewan itu. Mereka masih saja berbicara dengan bahasa masing-masing. Moyi menggunakan meongannya yang lucu sedang Burung Merpati berbunyi layaknya merpati.

Setelah beberapa menit, Moyi mengeong beberapa kali. Ia ingin berbicara sesuatu. Sadar akan hal itu Alex lalu mengeluarkan ponsel lalu meletakkan di bawah agar Moyi dapat menulis sesuatu.

"Dtanglah ke tko antk di bart jmbatan pnyebrngan saat senja tba, saat hr kms."

"Ada apa di sana?"

"Jk kau btemu orng tua, blang sja disruh Ken Si Merpati. Dsna ada ptunjuk untkmu."

"Keren juga nama kau sobat. Ken. Hmm ...," ujar Alex menatap kagum pada merpati itu.

"Smga kau bsa smbuh."

Alex merasa ada secercah harapan agar dirinya bisa kembali menjadi manusia normal. Hatinya sangat berdebar dan penuh harapan.

Ia mengucapkan banyak terima kasih kepada Moyi dan Ken Si Merpati. Sebelum Alex pergi, ia membeli pakan untuk merpati dan memberikanya pada para merpati di sana sebagai bentuk rasa terima kasih.

"Sampai jumpa lagi dan terima kasih banyak."

Dengan langkah tegap dan semangat Alex datang menghampiri Veni kembali.

Sedang Veni masih bermain dengan kucing Munchkin yang ada di sana. Kucing yang sempat menghina Manci waktu itu.

Saat Alex tiba ia langsung mengajak Veni untuk pulang. Kini wajah Alex tidak segundah tadi, ia lebih semangat dan berseri dan tidak sabar untuk memberitahu kabar ini pada Veni.

"Gimana tadi sama Moyi?" tanya Veni. Ia penasaran dengan cerita Alex.

"Aku tahu di mana kita bisa dapat obat penawar itu," jawab Alex dengan nada sangat yakin.

"Di mana?"

"Ada di toko barang antik bawah jembatan. Nah, di sana ada orang tua penjaga toko. Aku disuruh ke sana sama Moyi dan bilang kalau disuruh Ken Si Merpati."

"Sebentar. Siapa-siapa?" ujar Veni memotong.

"Ken Si Merpati."

"Siapa dia?"

"Dia seekor merpati. Dia merpati yang juga ada di taman ini," terang Alex, sedang Veni masih bingung dengan penjelasan Alex.

"Itu tidak penting. Yang penting nanti sore kita ke toko itu dan menanyakan soal obat penawar kutukan ini. Aku sudah tidak sabar memeluk diri sendiri."

🐈🐈

Do You Wanna Be A Cat?Where stories live. Discover now