SATU

994 60 0
                                    

Kehidupan di dunia shinobi itu sangat kejam. Setiap Boruto kembali dari menjalankan sebuah misi sendiri atas perintah ayah dan gurunya, ia selalu menemukan bercak darah di sekitar hutan dan beberapa tengkorak manusia. Ia tahu, di hutan itu hanya di huni oleh kelinci dan binatang herbivora lainnya. Oleh karena itu, Boruto menyimpulkan kalau korban tersebut dibunuh oleh shinobi.

Laki-laki berusia 13 tahun itu merasakan adanya sisa chakra seseorang yang mungkin sebelumnya berada di tempat itu. Deru napas, suara gesekan langkah kaki milik Boruto lah yang menemaninya.

"Aku harus segera melapor kepada mereka berdua." Gumam Boruto. Ia menghela napasnya.

"Aku sangat lapar." Ia sangat gelisah malam ini karena Boruto lapar.

Beberapa jam kemudian, setelah ia melaporkan kejadian konflik di daerah desa terpencil yang berada di perbatasan Desa Petir. Boruto malah mendapatkan sebuah perintah yang membuatnya sangat syok. Mendengar hal itu, Boruto rasanya ingin merobek mulut Ayahnya dan mencakar wajah Sasuke dengan ganas.

"Dasar kalian orang tua sialan!" Kesal Boruto. Naruto tertawa sumbang.

"Boruto, ini adalah cara yang terbaik untukmu saat ini." Jelas Naruto. Ia ingin anaknya mengerti hal yang ingin dia lakukan pada anak kesayangannya itu.

"Naruto takkan melakukan hal yang bodoh untuk orang lain, apalagi padamu yang anaknya sendiri, Boruto." Datar Sasuke. Laki-laki dengan jubah hitam dan mata satu itu menimpali kalimat yang membuat Boruto menghela napas.

"Sasuke-san, tapi memalsukan kematianku, kau jangan  bercanda!" Gerutu Boruto.

Sasuke menarik telinga kanan Boruto dengan keras. "Kau cukup dengarkan rencana kami, bocah. Ini juga demi kebaikanmu." Ucap Sasuke.

Naruto menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Huh, kami berdua sudah membuat rencananya, Boruto. Kematianmu akan kami umumkan besok pagi dan pemakamanmu--"

"Kau menyeramkan, Ayah." Potong Boruto bergidik ngeri. Dia masih hidup, loh, kenapa Ayahnya ini menganggap kematiannya sangat serius!?

"Tunggulah di perbatasan desa bagian barat daya, disana ada desa kosong. Tunggu aku disana, Boruto." Ucap Sasuke tanpa basa basi kemudian pergi. Meninggalkan Boruto dan Naruto disana.

Boruto mengepalkan tangannya. "Apa hal ini perlu?" Tanya Boruto.

"Aku awalnya juga berpikir begitu tapi aku juga tak sanggup jika melihat kepala anakku dipenggal oleh orang lain." Ucap Naruto lembut. Boruto mendongak, menatap mata biru Ayahnya dalam. Laki-laki berumur 30-an itu sangat menyayanginya dan adiknya.

"Lalu apa yang akan Ayah katakan pada Ibu dan Hima?" Tanya Boruto lagi. Naruto tersenyum.

"Mereka juga tidak perlu tahu hal ini tapi aku yakin, Ibumu akan selalu percaya kalau kau masih hidup. Aku lebih khawatir kepada Himawari, anak itu, aku takut emosinya membangkitkan hal yang memang seharusnya belum bisa bangkit, Boruto." Ucap Naruto.

Boruto tahu, ia mengerti. Mata Byakugan milik Himawari hanya pernah muncul beberapa kali saat gadis itu merasa emosi, kesal dan terancam. Jika sampai Himawari mengetahui kalau dia meninggal, entah apa yang terjadi kepada Konoha nantinya.

"Kumohon, jaga Hima dan Ibu, ya, Ayah?" Pintanya. Naruto mengangguk.

"Tentu, kau jangan khawatir. Kau juga jaga dirimu, Boruto." Ucap Naruto kemudian pergi meninggalkan anak itu sendirian di atas ranting pohon raksasa.

Boruto menggigit bibir bawahnya hingga mengeluarkan darah. "Sarada..."

***

Berita tentang kematian seorang Uzumaki Boruto sangat menggempar kelima desa besar. Desa Angin, Desa Tanah, Desa Air, Desa Petir dan juga termasuk Desa Api. Semua orang gemetaran mendengarnya. Anak sulung dari seorang pahlawan Perang Dunia Ninja ke-4 sekaligus anak Hokage Ketujuh. Cucu pertama dari keluarga utama klan Hyuga. Dan juga target pembunuhan bagi kelima desa besar.

This's Our Story : Why Don't You Miss Me? || UZUMAKI BORUTO & UCHIHA SARADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang