Chapter Six - The way of Thought

62 11 0
                                    

Keesokan paginya saat buang air, Gun membelalakkan matanya kaget melihat kulit di sekitar genitalnya memerah dan batangnya tampak membengkak, ia juga merasakan nyeri akibat luka yang disebabkan oleh garukan, Gun tidak ingin mempercayainya.

Sebelum ia sempat memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan, peluit panjang pun terdengar dari lorong yang memberitahunya bahwa aktivitas pada hari itu akan segera di mulai.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 05.03, para napi diberikan waktu selama 30 menit untuk membereskan kasur, membersikan diri dan buang air, kemudian diminta berkumpul di halaman untuk melakukan baris ber baris pagi dan olah raga selama satu setengah jam.

Saat berbaris Gun tampak gelisah karena berusaha menahan gatal, tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dan tidak bisa diam.

"Kau tidak enak badan?" tanya napi disebelahnya.

"Kurasa ia ingin mengeluarkan sesuatu..." napi yang lainnya menimpali, ia menyadari Gun kerap kali menyentuh selangkangannya. "Apakah mimpi basahmu belum selesai, Nong?" godanya.

Gun tidak menghubrisnya dan pura – pura tidak mendengar.

"Aw, rasanya pasti tidak nyaman..." komentar napi sebelumnya. "Kau ingin dibantu?" ia hendak menjulurkan tangan hendak mengusap batang Gun.

Menyadari hal itu, Gun seraya menepis tangannya dan melototinya.

"Hey!!! Ada apa disana?!" seorang sipir berteriak pada mereka.

Ketiga terenyak seketika dan langsung mematung.

Sipir itu menyadari sikap Gun yang sedikit aneh, seperti sedang menahan sesuatu, dimana tangannya tampak mencengkram celananya dengan kuat.

"10493, kau ada masalah?"

"Tidak, Sir!" jawab Gun lantang.

Sipir tersebut memicingkan matanya dan tampak curiga, namun ia malas menghubrisnya dan kembali melanjutkan kegiatan.

"Baiklah, aku ingin mengumumkan bahwa hari ini kita akan mendapatkan kunjungan dari Bhante Gyatsun yang akan memberikan pencerahan pada kalian, jadi kita akan menutup pabrik selama setengah hari..." seorang sipir mengumumkan acara rutin yang di adakan tiga bulan sekali, setelah kegiatan pagi itu selesai.

Para napi pun bersorak gembira layaknya siswa yang mendengar pengumuman libur, tentu saja ini adalah hari yang ditunggu – tunggu, bukan karena mereka ingin mendengarkan ceramah, namun karena mereka tidak perlu bekerja dan bisa duduk bersantai atau tidur di sela – sela ceramah dan tetap mendapatkan gaji.

Saat ceramah berlangsung, banyak para napi yang memejamkan matanya dan tidur, mereka sama sekali tidak tertarik mendengar ceramah apapun topiknya, namun tidak sedikit napi yang mendengarkannya dengan serius dan berusaha merefleksikannya pada kehidupan mereka.

Sementara Gun mencoba untuk focus sambil menggaruk bagian tubuhnya yang gatal tanpa sadar, ia sangat merasa bersyukur dengan diadakannya sesi ini.

"Aku tau banyak diantara kalian yang tidak menyukai tempat ini dan berpikir untuk kabur..." tutur bikkhu tersebut seakan bisa membaca pikiran para napi.

"Tidak ada yang suka dipenjara!" sahut seorang napi.

Bikkhu itu tertawa dan mengangguk setuju, lalu membalas. "Sesungguhnya, tidak ada yang bisa memenjarakan kalian selain pikiran kalian sendiri..."

"Apa maksudmu, botak?"

"Kenapa kalian berpikir bahwa saat ini kalian sedang berada di penjara?" tanya Bikkhu tersebut sambil memperhatikan para napi yang tertidur di barisan belakang.

"Aw..." seru para napi bingung dan saling bertukar pandang. "Kenyataannya kan memang di penjara?"

"Karena kalian menganggapnya begitu..." balasnya dan mengganti topik. "Setiap manusia terlahir dengan membawa karma yang berbeda - beda, namun semuanya hidup di komunitas yang sama, dan banyak dari kita yang beranggapan bahwa keluarga, sekolah, pekerjaan dan hubungan merupakan penjara..."

Bahasa Indonesia - I Saw Him, from Behind the Bar - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang