7. yuk

92 23 5
                                    

"Jadi jalan sama Aheng?"

Jiyeon mengangguk, masih sibuk memilih pakaian apa yang akan ia kenakan. Satu jam lagi Hendery akan menjemput dan Jiyeon baru selesai mandi. Beruntung ada Jieun yang dapat menata rambut Jiyeon selagi gadis itu sibuk berdandan.

"Diajak ke mana?"

"Gak tau. Kata dia surprise."

"Banyak-banyak berdoa deh lo. Tau sendiri kan seaneh apa si Aheng."

Sontak saja tawa Jiyeon pecah. Perasaannya sedang bagus hingga ia tertawa untuk kalimat Jieun yang sama sekali tidak lucu.

"Terakhir gue jalan sama Aheng, gue dibawa ke tempat mancing."

Mata bulat Jieun mendelik. Kenapa ia tidak tahu cerita itu?

"Kapan?!"

"Bulan lalu mungkin? Waktu gue galau abis nolak Kak Taeyong."

"Kok gue gak tahu? Gue cuma tahu lo pergi makan doang."

"Gue mau cerita tapi lupa mulu."

"Terus dua minggu lalu lo ke mana?"

"Kok lo posesif sih. Kaya mantan gue aja."

"Cepet jawab," pepet Jieun tak sabar.

"Ke Namsan sambil jajan deket situ."

"Kenapa lo ga pernah cerita kalau ternyata lo sering jalan sama Aheng?!"

"Lah ini gue cerita. Lagian baru empat kali mana ada sering?!"

"Oh, jadi tiap malam sabtu lo gak bisa gue ajak main tuh karena kencan sama Aheng," sindir Jieun dongkol. Jiyeon pun tertawa canggung.

"Bagus gak baju gue?"

"Bagus kok. Turunin deh jadiin sabrina aja." Jieun membenahi lengan baju Jiyeon, sedikit menurunkannya hingga pundak mulus Jiyeon terekspos. "Bagus gini, biar dipinjemin jaket sama Aheng," lanjutnya.

"Yakin banget lo modelan Aheng bisa sepeka itu?"

"Coba aja dulu."

"Kalau dia gak pake jaket gimana?"

"Yang penting yakin aja dulu. Urusan iya apa enggak, tar kan lo sendiri yang ngalamin."

Decak puas Jieun terdengar bersamaan dengan selesainya ia menata rambut Jiyeon menjadi bergelombang. Sebenarnya sahabat dekatnya itu tampak paling bagus kalau berambut lurus, tapi pakaian Jiyeon lebih cocok dengan rambutnya yang sekarang.

"Udah, cakep."

Jiyeon berdiri mematut diri. Celana jeans biru terangnya tampak manis dengan atasan merah model sabrina. Jangan lupakan kalung pendek berbandul kupu-kupu yang melingkari leher jenjang Jiyeon.

Tak lama kemudian terdengar klakson mobil menandakan Hendery telah tiba. Setelah menyemprit parfum di hampir seluruh tubuh, Jiyeon menepuk pelan pipi Jieun.

"Orangtua gue lagi di Jepang. Lo bisa nginep di sini kalau mau."

"Adek lo?"

"Paling pulangnya masih tar malem."

Jieun cuma mengangkat kedua jempolnya. Sudah terlampau biasa menginap di rumah Jiyeon bahkan ketika tidak ada orang di rumah.




ㅤㅤ
ㅤㅤ



•••
ㅤㅤ
ㅤㅤ




ㅤㅤ

Dugaan Jieun salah. Sebab Hendery ternyata tidak memakai jaket. Tidak mungkin ia melepas kemeja biru lautnya lalu memakaikan pada Jiyeon. Beruntung suhu Seoul sedang bersahabat pada pundak Jiyeon.

Sejak tadi Hendery menatap canggung ke arah Jiyeon. Membuat kernyitan di dahi Jiyeon kian dalam. Ini bukan kencan pertama mereka, lalu kenapa Hendery seperti gadia belia yang mau menyatakan cinta?

"Lo kenapa deh?"

"Enggak kok." Lalu melirik Jiyeon lagi. Sekilas Jiyeon menangkap semburat merah di pipi si lelaki. Menggemaskan sekali.

"Lo ngeliatin mulu. Ada yang salah sama gue?"

"Enggak." Hendery memegang tengkuknya yang meremang. "Lo cantik banget, Jiy. Gue pengen melongo tapi takut keliatan dongo."

Sekarang ada senyum lebar di bibir merona Jiyeon. "Kan tiap hari gue cantik, Heng."

"Sekarang cantik banget banget banget. Tiga kali bangetnya."

"Kenapa gitu?"

"Sebelumnya tiap gue ajak jalan lo gapernah tuh pake baju semanis ini."

Hendery dan mulutnya yang kelewat jujur menimbulkan decakan sebal dari mulut Jiyeon. Memang sih Jiyeon selalu keluar dengan kaos oblong atau sweater panjang tiap kali Hendery mengajak pergi keluar. Baru sekarang ia berdandan maksimal sebab mood-nya sedang bagus.

"Yaudah besok-besok gue pake baju gini terus biar lo deg-degan mulu."

Biasanya jika seorang perempuan malu, maka ia akan memukul pundak pria yang tengah dikencaninyaㅡseperti adegan dalam drama. Namun kali ini Jiyeon harus melongo karena Hendery baru saja memukul pundaknya dengan senyum malu-malu.

"Aheng! Muka lo kenapa sih geli banget gue!"




ㅤㅤ
ㅤㅤ



Mereka berjalan di sekitar pasar Namdaemun. Permintaan Jiyeon yang ingin membeli banyak makanan dan menghabiskan uang jajan Hendery. Sebab pria itu bilang kalau ia kaya jadi Jiyeon boleh jajan sepuasnyaㅡtentu saja Park Jiyeon tidak akan melewatkan kesempatan langka tersebut.

Tatapan mata Jiyeon berkeliling ke seluruh interior dalam tempat makan yang sedang mereka kunjungi. Sesekali ia berdecak kagum. Restoran dengan desain unik yang membuat pengunjungnya seolah makan di dalam pesawat.

Tiba-tiba Jiyeon teringat sesuatu. Ia beralih menatap Hendery yang duduk di depannya. "Waktu kecil gue pengen banget jadi pramugari. Tapi gak dibolehin."

"Kenapa?"

Sambil mengendikkan bahu, Jiyeon menjawab, "Katanya sih orangtua gue gak ridho liat gue pulang pergi dari negara satu ke negara lain."

"Kalau gue sih pengen jadi Naruto."

Bola mata cantik Jiyeon mendelik. "Hah? Itu cita-cita apaan!"

"Ey, gak boleh ya menghina cita-cita orang," sahut Hendery tak terima.

"Cita-cita lo paling aneh satu dunia."

"Ya emangnya lo gak pengen gitu bisa pake jurus seribu bayangan? Rasengan? Bayangin aja anjir lo bisa pake begituan wushhh wushhh wushhh."

Jari telunjuk Hendery bergerak cepat. Mulutnya komat-kamit tidak jelas dan kerutan di dahinya langsung meledakkan tawa Jiyeon.

"Wibu banget lo Aheng!!"

Merdu tawa Jiyeon tiba-tiba membuat Hendery blank. Ia seperti terhipnotis hingga tatapannya tidak bisa lepas dari wajah ayu Jiyeon di hadapannya. Bibirnya sedikit terbuka, menatap kagum gadis favoritnya.

Entah kerasukan setan apa, tiba-tiba Hendery berkata, "Kayanya rugi gak sih kalau kita gak pacaran?"




ㅤㅤ
ㅤㅤ

ㅤㅤ
ㅤㅤ




ㅤㅤ

Bukti wushwhusushwushwuh Si Wibu Kronis ada di media yak. Coba liat kelakuannya ㅠㅠ

[ ✓ ] Boyfriend; ー NCT (EDISI HENDERY)Where stories live. Discover now