5. udah

92 24 5
                                    

"Makasih ya Kak."

Jiyeon mengangsurkan tas kertas coklat berisi jaket Taeyong yang sudah ia cuci bersih. Meski begitu, harum parfum Taeyong ternyata lebih bandel, melekat hingga ke serat pakaiannya hingga Jiyeon hampir menangis saat melipat jaket itu semalam.

Beruntung ia segera sadar kalau sudah saatnya melangkah. Tidak hidup dalam bayang-bayang Taeyong lagi.

"Mau dijemput gak?"

"Boleh?"

"Ya kenapa enggak?" Taeyong tergelak. Mengusap puncak kepala Jiyeon lembut. Bagian favoritnya saat mereka masih bersama dulu.

Senyum Taeyong selalu teduh dan menenangkan. Hingga mau tak mau Jiyeon jadi tersenyum lebar. Gadis itu mengangguk cepat.

"Oke, nanti kabarin ya kalau udah pulang."

Dan Jiyeon pun memenuhi janjinya pada Taeyong. Gadis itu menunggu sang mantan kekasih di bangku depan kelas.

Taeyong bilang akan sedikit terlambat. Itulah sebabnya Jiyeon sendirian di sekolah yang mulai sepi. Tapi gadis itu sama sekali tidak merengut. Dengan ceria ia memainkan ujung sepatunya diselingi senandung lembut.

"Kok belum balik, Jiy?"

Renjun dan Haechan yang kebetulan masih di sana tampak keheranan melihat Jiyeon yang duduk sendirian.

"Nunggu dijemput."

"Siapa?"

Refleks Renjun memukul belakang kepala Haechan. Mulut bigosnya memang tidak tahan untuk tidak bertanya.

Sontak saja Jiyeon tertawa. "Rahasia," katanya jahil.

Haechan cemberut.

"Makanya lo jangan kepo banget dah sama idup orang."

"Ya kan mulut gue refleks. Gaada rem," bela Haechan sebal. Tak lama kemudian dua bocah ganteng itu pergi setelah berpamitan pada Jiyeon.

"Maaf lama," kata Taeyong saat Jiyeon sudah berdiri di hadapannya. Pria itu menyerahkan sebuah helm yang langsung Jiyeon kenakan sendiri sebelum Taeyong hendak membantunya.

Itu akan terasa canggung bagi mereka nantinya.

"Mau makan dulu?"

Dan Jiyeon pun mengangguk. Tangannya melingkar di sekitar pinggang Taeyong. Hal yang dulu selalu ia lakukan jika mereka berkendara bersama.

Pikiran Taeyong berkelana ke momen saat Jiyeon mengembalikan jaketnya tadi siang.

Sebelum menyerahkan, gadis itu sempat mengatakan kalimat yang membuahkan senyum kecut di bibir Taeyong.

"Maaf ya Kak. Aku gak bisa balikan lagi sama Kak Taeyong. Kayanya kita emang udah gabisa bareng lagi."

Dan Taeyong pun mengerti. Lagian, perpisahan juga tidak selalu harus disesali. Ia dan Jiyeon berpisah secara baik-baik, sama sekali tidak ada dendam. Bahkan Taeyong bersyukur Jiyeon tidak bersikap canggung padanya.

Mereka bukan tidak lagi saling mencintai, juga bukan karena saling menyakiti.

Kisah mereka cuma sudah terhenti.

Saatnya melanjutkan hidup tanpa bayang-bayang satu sama lain lagi.



ㅤㅤ
ㅤㅤ



•••
ㅤㅤ
ㅤㅤ




ㅤㅤ

Memori Hendery kembali mengingat perkataan Haechan terkait status hubungan Jiyeon. Ia menghela napas. Biarpun Jiyeon sudah menolak Taeyong, memangnya gadis itu mau dengan Hendery?

"Heng!"

Tubuh Hendery sedikit terlonjak. Apalagi melihat Jiyeon yang tiba-tiba melempar senyum. Otak Hendery langsung ke restart sendiri hingga sebuah kalimat meluncur dari bibirnya. "Loh ngapain di sini, Cantik?"

Siang itu Hendery sedang bengong di lapangan sendirian. Melihat Jiyeon tiba-tiba pikirannya jadi segar. Tapi malah pertanyaan bodoh yang meluncur dari bibirnya yang tidak tahu diri.

Alis Jiyeon tertaut. "Ya, kan, elo yang ngajak gue! Katanya minta ditemenin pergi. Gimana sih."

Kepala Hendery masih memproses informasi. "Masa iya."

"Ih, gausah ngelucu ya lo, Heng."

"Hehe, maaf, agak lupa." Untungnya sekarang Hendery ingat. Sejam lalu ia mengirim pesan ke Jiyeon. Akan tetapi, masalahnya adalahㅡ

"Tapi gue mau ngajak lo ke mana ya?" Dengan raut bingung, Hendery menatap Jiyeon.

"Lah, kok lo nanya gue deh?"

[ ✓ ] Boyfriend; ー NCT (EDISI HENDERY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang