10. bonus

112 17 10
                                    

"Cantik?"

Jiyeon cuma bergumam sebagai jawaban. Tampaknya Hendery tidak mendengarnya sebab pria itu datang menghampiri.

"Ayang."

Melihat Jiyeon yang cuma diam, Hendery menggoyangkan lengan pacarnya pelan.

"Kenapa?"

Sekarang malah Hendery yang terdiam. Pria itu cuma menatap lama ke arah Jiyeon.

"Kenapa?" tanya Jiyeon sekali lagi.

"Kita pacaran udah berapa lama?"

Gerakan tangan Jiyeon yang sedang menata waffle pun terhenti. "Empat tahun. Kan kita udah mau lulus kuliah sekarang."

"Lama juga ya," gumam Hendery.

"Kenapa? Udah bosen sama aku?"

Buru-buru Hendery menggeleng. "Gak mungkinlah!" sergahnya sambil memeluk Jiyeon erat.

"Random banget sih."

"Aku tadinya mikir, kok kamu gak hamil-hamil, ya?"

Alis Jiyeon menukik tajam. Wajahnya memerah padam.

"APA MAKSUDMU?!" teriak Jiyeon beringsut, menghujani Hendery dengan pukulan bertubi-tubi.

Hendery mendesah pasrah.

Padahal ia cuma ingin segera menikahi Jiyeon. Akan lebih mudah kalau gadis itu hamil duluan karena pasti tidak mungkin menolak lamaran Hendery.

Tapi kenapa tips yang Xiaojun berikan tidak mempan?!

Lalu harus bagaimana lagi?

Hendery mendesah pasrah. Apalagi wajah Jiyeon sekarang tampak seperti ingin menelannya.

"Dari awal aku tuh udah curiga waktu kamu ngajak tinggal bareng. Pasti ada yang gak beres," kata Jiyeon bersungut-sungut.

Besok-besok ingatkan ia untuk menendang jauh Hendery tiap kali pria itu menyelinap masuk ke kamarnya.

Oh, kamar mereka.

Astaga, kenapa Jiyeon baru sadar kalau selama ini ia diguna-guna?

"Ya, gak gitu. Aku kan cuma pengen kita lebih serius," bantah Hendery seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Gaada cara lain? Ngomong langsung kan bisa."

"Jalan pintas, Bro. Biar lebih cepet."

Hendery dan kelakuan tengilnya yang malah menaik turunkan alis dengan senyum menyebalkan.

"Gila."

Ternyata selama ini Jieun benar.

Kenapa bisa Jiyeon tahan menghadapi kelakuan aneh Hendery yang kadang di luar nalar manusia normal?

Memilih mengabaikan sang kekasih, Jiyeon menelan waffle buatannya secepat kilat. Lalu meneguk habis minumannya.

Ia harus segera ke tempat magang sebelum bosnya yang galak tapi luar biasa tampan itu mulai mengoceh seperti pembaca acara pagi.

Menyebalkan.

"Jadi gimana?"

"Apanya?"

"Jadi kamu hamil gak?"

"Ya enggaklah, Gila!"

"Terus kapan dong?"

Kepala Jiyeon rasanya mau pecah.

"Kapan-kapan kalau gak ujan!"

"Kok gitu jawabannya? Kamu gak mau nikah sama aku?"

Wajah menyedihkan Hendery membuat Jiyeon memutar bola mata malas.

"Kenapa jadi ke nikah?"

"Kan aku lagi ngelamar kamu."

Darah Jiyeon pun mendidih.

"GAK ADA ORANG NGELAMAR CARANYA KAYA GITU YA, AHENG. GAK ADA!"

Dan Jiyeon pun meninggalkan apartemen mereka setelah menutup pintu dengan kasar.

Hendery termenung, kenapa semua cara Xiaojun gagal?

Yang bodoh di sini siapa? Dia atau Xiaojun?

Sepertinya setelah ini Hendery harus baku hantam dengan Xiaojun.

Ah, Jiyeonㅡgadis itu pergi sebelum Hendery mangingatkannya akan sesuatu!


ㅤㅤ

"Jangan deket-deket Jung Jaehyun!"

Langkah Jiyeon terhenti begitu mendengar seruan Hendery di balik punggungnya. Pacarnya itu memang selalu mengingatkan tentang Jaehyun yang merupakan bosnya di tempat magang.

"Emang kenapa?" sewot Jiyeon. Dia masih sensi perkara lamaran aneh Hendery.

"Ya pokoknya jangan."

"Ya alasannya apa? Dia kan bosku."

Dengan jengkel, Hendery kembali berseru, "Kakinya bau, Jiyeon. Dia pasti jarang mandi."

Tak bisa dicegah, Jiyeon tertawa keras. "Sok tau!"

"Serius, Sayang. Pasti punggungnya panuan."

"Ngaco, Guanheng!"

Memang cuma sikap aneh Hendery yang bisa meredakan tensi Jiyeon kala sedang tinggi.

Mungkin itulah alasan kenapa Jiyeon masih mau bertahan dalam hubungannya.

Tanpa sadar Jiyeon pun tersenyum.

🎉 Kamu telah selesai membaca [ ✓ ] Boyfriend; ー NCT (EDISI HENDERY) 🎉
[ ✓ ] Boyfriend; ー NCT (EDISI HENDERY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang