35 | Pemutusan hubungan yang beracun

1.9K 366 34
                                    

Orang bilang busanamu adalah salah satu hal yang menetukan kastamu. Menentukan bagaimana cara masyarakat memandangmu. Kau bisa saja terlahir sebagai rakyat jelata, tapi jika ornamen yang kau gunakan berusia ratusan tahun, dan mempunyai sejarahnya sendiri yang diakui oleh banyak orang. Orang akan melihatmu dengan hormat. Menganggap bahwa kau begitu mulia dan hebat bisa diliputi benda tersebut.

Pakaian dan perhiasan tidak akan pernah bisa luput dari pandangan. Bahkan bagaimana cara kau menentukan style-mu, dan apa yang kau pakai untuk keseharian, tanpa kau sadari itulah yang menunjukan karaktermu yang sebenarnya. Suatu hal yang kau bangun. Suatu hal yang kau sukai. Suatu hal yang menjadikan kau ... dirimu sendiri.

Bahkan aku, Shīna Gayatri, di beberapa waktu tertentu sering juga dipusingkan oleh hal yang bernama pakaian ini.

Pandanganku melihat hasil guratan-guratan yang kubentuk, setelah mengarsir beberapa tempat. Pola yang kubuat menjadi semakin jelas menunjukan jati dirinya.

"Kiblat fashion sekarang cenderung ke arah hal-hal yang minimalis yah?"

Aku melihat kembali ke dalam layar laptop, tampak belasan website aku buka. Meja belajarku juga berantakan dipenuhi buku, majalah, dan pensil warna. Rasanya dalam beberapa minggu ke belakang fokusku bahkan bukan lagi ke dalam mata pelajaran.

Apa mereka bilang? Old money style? Rasanya hal itu sedang tren belakang ini.

Padahal dulu di masa kerajaan, manusia berbondong-bondong membeli pakaian dengan pola desain rumit dan mewah. Hal itu tentunya tidak lain dan tidak bukan untuk menunjukan seberapa ningratnya mereka. Tapi di era sekarang ... tidak perlu pola ataupun desain yang rumit. Identitas brand adalah suatu  hal yang lebih penting.

Aku menghela nafas. Mataku terus menyelidik  tentang berita mengenai seorang perempuan bernama Rowena. Dari hasil yang kebaca, ia adalah desainer yang hebat, karya-nya tidak main-main bahkan pernah dipakai oleh para Miss Indonesia. Brand fashionnya juga adalah salah satu yang sedang naik daun belakangan ini.

Aku melihat kembali ke arah pola desain yang kubuat lalu membandingkan dengan karya-karyanya.

"Sejauh ini aku cukup paham sih kiblat mana yang beliau pilih."

Tapi itu bisa dilanjutkan nanti. Aku kemudian membereskan meja belajar dan pergi untuk tidur.

Sekarang ini ... sudah hampir jam 2 malam. Aku masih harus pergi ke sekolah.

.

.

[ Chapter 35 ]

.

.


"Shīna, gue turut berduka cita yah~"

Aku menengok ke arahnya. "Berduka cita?"

"Nenek lo, kan meninggal?"

Aku mengingat sebentar.

Ah~ benar juga. Itu adalah alasan yang kemarin kubuat agar bisa pulang ke rumah. Aku mengangguk dan menunduk dalam. "Iya, makasih."

"Dia sakit apa?" Walaupun Sherly mengatakan duka cita, satu alisnya yang terangkat tidak membuatnya tergambar seperti itu. Itu adalah pernyataan santai yang tidak terdengar dari campuran empati.

"Kanker."

"Kanker?" Ia membuat ekspresi terkejut. "Kepalanya botak dong?"

"Hah?"

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang