43 | Bukan balas dedam

2.1K 369 62
                                    

5 hari setelahnya ....

Sherly memegangi kepalanya pusing, matanya tampak kosong, sudah 5 hari ia berada di rumah sakit. Ini adalah hari terakhirnya, seharusnya pada kondisi sekarang ini tenaganya sudah bisa pulih kembali.

Mata Sherly menatap teduh kesana kemari, mencari keberadaan seseorang, "Mama mana?" Ia bertanya.

Raka, -asisten pribadi Rowena tersenyum ragu, "Nyonya sedang sibuk mempersiapkan acara untuk pekan depan."

"Sampai gak sempet buat ketemu aku?"

Lengan Sherly bergetar. Ini bukan seperti ia ingin dimanjakan, -bukan. Tapi bukankah itu memang suatu etika yang seharunya dilakukan?

Sherly mengalami keracunan makanan, bahkan sampai harus masuk rumah sakit. Dari 5 hari yang ia lewati, Rowena hanya berkunjung selama 30 menit untuk putrinya sendiri.

"Acara pekan depan, kan untuk kamu juga. Nyonya ingin menyiapkan acaranya semewah mungkin untuk debut kamu. Para desainer kenalan beliau dari luar negri akan datang, lalu untuk produksi gaun dan pakaian pun sudah mulai pada tahap pemasaran. Ini masa-masa sibuk."

Wajah Sherly layu. Semuanya sama seperti yang ia inginkan. Semua yang terjadi di sekelilingnya, semewah yang ia harapkan. Ibunya sangat berusaha keras untuk membuatnya bersinar. Lalu kenapa ia merasa masih ada yang kurang? Sebenarnya dimana letak salahnya?

Mimpinya menjadi kenyataan. Lalu kenapa hati kecilnya justru merasa sakit?

"Ayo pulang." Ia berkata lemah.

Sherly sudah muak untuk tinggal di ruangan putih ini.

.

.

[ Chapter 43 ]

.

.

Mobil berwarna hitam itu dilajukan dalam kecepatan konstan. Melintasi jalan, tak lupa pula melindas daun-daun kering dan menghancurkannya menjadi serpihan.

"Lo yakin mau ke sekolah hari ini?" Malvin bertanya khawatir, takut-takut sesuatu hal yang buruk terjadi pada sepupunya.

"Kalau gue gak sekolah. Gue gak akan bisa ngerjain ulangan susulannya. Gue harus punya laporan belajar yang bagus buat event minggu depan."

"Ya. Tapi kalau dalam kondisi kayak gini, bukannya itu udah gak penting?"

"Apanya yang gak penting?"

Sherly justru merasa tersinggung. Bagaimana mungkin Malvin bisa berani mengatakan bahwa laporan hasil belajarnya tidak penting?

"Lo lagi sakit, masih mentingin nilai?"

"Nilai itu penting."

Sangat penting sampai ia berani mempertaruhkan jiwanya untuk hal tersebut.

Rowena sudah bersusah payah membuat Sherly bersinar. Semua fasilitas, uang, dan koneksi yang Rowena punya ia berikan pada Sherly. Lalu tidak hanya itu, sejak Sherly kecil, yang namanya tempat bernaung, makanan hangat, pakaian, dan para pelayan pun selalau tersedia untuknya 24 jam.

Dengan segala hal yang Sherly terima ... bagaimana mungkin ia bisa memberikan nilai yang tidak layak pada ibunya?

Tidak boleh seperti itu. Ia akan dibuang. Sama seperti ibunya, Sherly juga harus menjadi manusia yang layak dan kompeten

"Sher, lo ..." Malvin menjeda, menurunkan nada bicaranya, "udah mulai keterlaluan." Ia menatap mata coklat itu dalam-dalam. "Tante bukannya orang yang bakalan ngebuang lo, kalau lo gak masuk standar dia."

FIGURANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang