Chapter 24 : Gagal

35 5 0
                                    

Ini kali keduanya Chandra pingsan di sekolah, dan kali kedua juga keluarganya dibuat panik saat menerima telepon dari pihak sekolah dan mendapatkan kabar kalau anaknya pingsan dan dibawa ke rumah sakit.

Namun kali ini mungkin lebih parah, karena kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja dan bola basket yang mendarat tepat di wajahnya dengan keras sehingga membuat darah keluar dari hidungnya.

Bisa dikatakan Chandra pingsan sedikit lama, namun sekarang Chandra sudah sadar setelah hampir lebih dari dua jam matanya tertutup dan tubuhnya setia terbaring di atas ranjang rumah sakit.

"Lo kenapa ceroboh banget sih Chan? Seharusnya Lo bisa lebih hati-hati, udah tau lagi nonton pertandingan basket, buat apa deket-deket sampe ke depan lapangan? Lo nggak sayang sama Mama yang dari tadi khawatir sama Lo?"

"Udah bang, Lo jangan marah-marah," Dika mencoba untuk menenangkan Yonggi yang emosi.

"Maaf."

Hanya itu yang dapat diucapkan Chandra, dari tadi remaja itu menunduk, mendengarkan apa yang dikatakan oleh Yonggi.

Sebenarnya Yonggi tidak marah, ia hanya sangat khawatir dan merasa geram dengan adik terakhirnya ini.

"Udahlah Chan mending lo nggak usah sekolah lagi aja."

Semua mata tertuju pada Jamal tatkala pria itu berbicara.

"Apa-apaan?! Lo ada rencana buat ngerusak masa depan dia?" Dika berucap tidak terima.

"Emang lo yakin kalo gua bakal punya masa depan lagi bang?"

***

Hari ini adalah hari pertama ujian diberlangsungkan.

Semua murid sudah berada di dalam kelasnya masing-masing setelah beberapa saat yang lalu sibuk mencari kelasnya dengan kartu ujian sebagai petunjuk.

"Chan, Lo ada rencana kuliah dimana ntar?" Nana bertanya di selanya membaca buku.

Chandra menolehkan lepalanya dari buku ke sahabatnya itu.

"Mungkin bakal tetap di Bandung," jawabnya.

Nana hanya mengangguk.

"Lo sendiri?" Tanya Chandra balik.

"Kayaknya gua balik ke Jakarta."

Dan jawaban itu berhasil mengalihkan atensi Rendi yang tadi hanya berencana untuk mendengar saja.

"Jadi lo nggak bakal kuliah di sini gitu?"

Nana mengangguk. "Lo tau kan kalo nenek gua baru meninggal, jadi gua di sana buat nemenin kakek gua, dan juga karena orang tua gua yang sering pindah-pindah kalo kerja," jelas Nana.

Kring!

Kring!

Kring!

Bel masuk kelas berbunyi, menandakan ujian yang sebentar lagi akan diberlangsungkan.

Nana kembali ketempat dusuknya sendiri karena sebelumnya ia menarik kursi dan duduk di depan meja Chandra dan Rendi.

Pengawas ujian masuk, dan membagikan dua lembar kertas, satu kertas soal dan satu kertas jawaban untuk setiap murid.

Tentunya soal yang diberikan untuk murid yang duduk di satu meja berbeda.

Chandra menerima operan kertas dari Nana yang duduk di depannya lalu mengopernya lagi kebelangkang.

Tidak ingin membuang waktu lagi karena waktu ujian yang ditentukan, mereka semua mulai mengerjakan soal-soal itu satu persatu setelah sudah mendapatkan kertas masing-masing.

Seperti Chandra, dirinya kini sudah mulai menjawab soal-soal yang tertera di keras itu.

Menarikan pensil itu di atas kertas, mengisi lembar jawaban dengan jawaban yang benar.

Suasana kelas saat itu sangat tentram dan damai, sangat berbeda dengan kelas Chandra yang biasanya.

"Ah...Aw..."

Rendi secara refleks langsung menoleh ke sampingnya dan mendapati Chandra yang menunduk sambil sedikit meringis, seperti orang anggota sedang kesakitan.

"Chan, Lo kenapa?" Rendi bertanya dengan suara pelan.

Chandra menggeleng, namun tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya.

"Muka Lo pucat Chan," Rendi memberi tahu.

"Nggak Ren, gua nggak papa," jawabnya kali ini.

Ingatlah jika mereka berdua berbicara sambil berbisik, namun itu semua tak luput dari pendengaran sang guru.

"Meja paling ujung nomer 2, kenapa bisik-bisik? Apa ada masalah?"

Keduanya terlonjak kaget saat yang dimaksud guru tersebut bukan lain adalah mereka.

"Hah? Enggak kok buk, enggak, tadi saya pinjem penghapus doang, hehe," Rendi menjawab dengan nada canggung karena seluruh mata murid kini tertuju pada mereka berdua.

Suasana kembali normal saat guru pengawas tersebut tidak menfokuskan dirinya kepada Rendi dan Chandra lagi.

"Serius lo nggak papa?" Rendi kembali bertanya pada Chandra.

Temannya itu mengangguk. "Gua nggak papa, cuma pusing dikit doang, nggak usah bikin gua keliatan lemah deh lo."

Rendi tersenyum pasrah.

'Anjing lah emang, niat gua baik tetap juga salah, asu lo Chan' - Rendi.

Wajah tersenyum, namun hati berkata lain.

***

"Gimana ujian Lo tadi? Lancar?" Raka bertanya di sela makannya.

Chandra sekarang sudah berada di rumahnya, dirinya sedang berada di meja makan bersama seluruh anggota keluarganya.

"Lancar kok."

"Chan, gua rasa sebaiknya Lo ga usah kuliah deh."

Jamal yang berucap.

Saat mendengar itu, Chandra langsung menoleh pada abangnya itu, begitu juga dengan yang lainnya.

"Lebih baik Lo fokus dulu sama kesembuhan lo," Jamal melanjutkan perkataannya.

"Apa yang dibilang Chandra ada benarnya Chan, Lo harus benar-benar fokus sama kesehatan lo," Yonggi langsung membenarkan perkataan Jamal saat melihat raut wajah Chandra yang berubah.

"Chan, gua ngerti lo sulit buat nerima ini, disini yang sedih bukan cuma lo, tapi kita, kita semua mau yang terbaik buat lo," Raka, ia sebenarnya tidak tega pada Chandra.

Dapat dilihat Chandra menghela nafas dan mengangguk samar.

"Iya nggak papa," hanya itu yang dapat diucapkan olehnya, karena jika ia memaksakan untuk berbicara, maka isakan yang akan keluar.








~TBC~

Diary of Chandra || Haechan [REVISI]Where stories live. Discover now