Chapter 27 : Proses

33 6 0
                                    

Waktu berjalan begitu cepat, terhitung sudah dua tahun sejak Chandra tamat dari SMA nya.

Seperti yang dikatakan Jamal, ia tak berkuliah tentunya, abang-abangnya melarang hal itu. Mereka ingin jika Chandra fokus pada proses masa penyembuhannya.

Selama dua tahun ini, Chandra hanya menghabiskan waktunya untuk pengobatan dan kemoterapi.

Jika ia bisa mengeluh, pasti Chandra akan mengeluh.

Adanya lebih baik jika ia berkuliah dan setiap hari diberikan tuas hingga harus membuatnya begadang semalaman dari pada setiap hari harus bertemu dengan dokter.

Chandra lelah, lelah dengan keadaannya, apakah ia boleh mengatakan jika Tuhan tidak adil dan takdirnya begitu kejam?

Tidak Chandra, kau tidak boleh mengatakan itu.

Ya, Chandra yakin jual Tuhan pasti punya rencana lain untuknya.

Semua orang yang sudah lama tidak melihat Chandra dan akan kembali melihat Chandra saat ini, pasti mereka sangat tidak menyangka.

Sekarang begitu banyak perubahan pada Chandra.

Helaian rambut hitam tebal dulu, kini sudah tidak ada, dirinya menyuruh agar dobotakkan saja dari pada menyisakan rambut yang tinggal sedikit di kepalanya.

Itu akan terlihat tidak bagus.

Tubuhnya yang dulu berisi, gemuk, pipinya yang tembam, sekarang sudah tidak. Bahkan sebutan ndut padanya dulu, sekarang tidak bisa digunakan lagi melihat kondisinya yang sekarang.

Mulutnya bisa saja Berta baik-baik saja wajahnya yang memperlihatkan tawa, namun itu semua semata-mata hanya sebuah kebohongan yang tak sanggup untuk ia buka.

Dirinya berkata jika ia sedang baik-baik saja, namun orang-orang tidak bodoh sehingga tidak bisa mengartikan bagaimana kondisinya hanya dengan melihatnya saja.

Pria berkulit Tan itu kini sedang duduk di sebuah kursi yang berada di teras rumahnya. Ia sedang meningkatkan angin sore yang begitu menyejukkan, ia rasa.

Langit menampakkan awan mendungnya, masih ingat? Jika Chandra sangat menyukai udara mendung dan hujan.

Hembusan angin itu berhasil membawa dedaunan kering, menggoyangkan dedaunan yang masih setia bertengger di ranting layaknya sedang menari.

Bahkan suara angin kala itu sangat mendamaikan pikiran bagi siapa saja yang mendengarnya.

Ini suasana yang sangat disukai oleh Chandra.

"Assalamu'alaikum!"

Dari depan pagar yang tidak dikunci, Chandra dapat mendengar suara seorang gadis dari sana. Ah ia mengenali gadis itu, dan juga ibu nya yang berada di dalam mobil.

Itu tante Laras dan juga Berlian, dua orang wanita yang sudah tak dilihatnya sekita 5 bulan terakhir.

Kedua wanita itu langsung saja masuk ke halaman rumah Chandra dengan mobilnya setelah Berlian membuka pagar rumah Chandra, memarkirkan mobilnya disana.

Berlian berlari kearah Chandra, dengan plastik besar yang dibawanya.

Dapat dilihat oleh wanita cantik itu, jika Chandra mengurut keningnya.

"Hai Chandra, widih dah pangkas ni ye, gue bawa oleh-oleh nih, bubur ayam yang gue beli depan komplek tadi," ujar wanita itu panjang lebar.

"Mana sini," Chandra mengambil plastik yang disodorkan Berlian.

"Sama-sama," ujar Berlian tersenyum kecut.

"Iye-iye, makasi."

Candra melirik kearah mobil, seorang wanita yang masih cantik walaupun umurnya yang sudah mau setengah abad  itu turun dari mobilnya.

"Chandra gimana kabarnya?" Tanya Tante Laras padanya.

Chandra tersenyum simpul, "baik tante," jawabnya.

Laras membalas senyuman itu, "mama kamu mana?" tanyanya lagi.

"Di dalam tante."

"Yaudah tante masuk dulu ya."

Laras berlalu dari sana, masuk kedalam rumah Chandra.

Di teras sekarang tinggal ada Berlian yang sedang selfi-selfi menggunakan ponselnya.

Chandra menggeleng pelan melihat itu.

"Ngapain lo kerumah gua?" Chandra bertanya.

"Yee, orang gua ke tumah Tante Juwita kok," jawab Berlian santai, "lo ngapain di luar? Mau hujan noh," tanyanya.

"Dih, suka-suka gua, siapa lo?"

"TANTE! ANAK TANTE NGEYEL NURUT SIAPA SIH!?" Berlian berteriak di depan pintu.

"NGGAK TAU BER, DIA ANAK PUNGUT!"

Tentu bukan mamanya Chandra yang menjawab, tetapi Yonggi ang sedang duduk di diruang tamu.

"Pftt, Chandra anak pungut," Berlian tertawa tertahan mendengar jawaban yang diberikan Abang pertama Chandra itu.

"Nggak ngakhlak lo bang," jawab Chandra kesal.

"Masuk yuk Chan, gua punya oleh-oleh buat lo, mau kaga?" Berlian menawari.

Chandra sedikit tertarik, "oleh-oleh apaan?"

"Makanya bangun, ngikut gue masuk kedalam," Berlian menarik Chandra untuk berdiri, kemudian membawa pria itu ke dalam dengan menarik lengannya.

"Ini rumah gua apa rumah lo sih?"

***

Berlian menyuruh Chandra untuk duduk di salah satu kursi meja makan, kemudian wanita itu berlari keluar untung mengambil barang-barangnya serta oleh-oleh yang dibawanya.

"Ini liat Chan, gua bawa baju buat lo," Berlian mulai mengeluarkan satu persatu oleh-olehnya.

"Baju doang?" Chandra bertanya.

"Dan ada satu lagi," ucap Berlian, menyembunyikan sesuatu di belakangnya.

"Apaan?"

"Jeng jeng jeng! Makanan kelinci," ucapnya memberikan plastik sesang berwarna putih itu dengan makanan kelinci yang ada di dalamnya.

Tentu saja wortel!

"Kak Dika minta tolong ke gue buat beli wortel, katanya wortel di rumah lo abis, jadi yaudah gue beli deh," Berlian menjelaskan.

"Lo beli dari Jakarta? Ma wortel Jakarta sama Bandung beda nggak si?" Chandra menoleh pada Sang mama yang sedang memasak lalu menanyakan hal konyol tersebut.

"Woi gue beli dipasarkan barusan sebelum gue sampe sini elah," Berlian tidak habis pikir oaa Chandra.

"Oke deh, kelinci-kelinci gue jadi nggak laper," ucap Chandra.

"Dan ada satu lagi loh Chan," Berlian kembali bersuara.

Chandra mengernyit, "apa?" Tanyanya.

Kemudian Berlian meraih sebuah plastik yang ada di dekatnya.

Mengeluarkan isi didalamnya, "teng tereng! Sepatu!" Berlian memberikan hadiahnya itu dengan senyum sumringah.

Chandra yang tadinya penasaran, kini tersenyum kecil.

'Gua ga bisa kemana-mana Ber, buat apa Lo beliin gua sepatu?' - Batinnya.

"Besok gue mau ajak lonmain permainan di mall, nggak ada penolakan, semuanya ikut, deal? Oke deal!" Berlian berucap sendiri dengan nada bicaranya yang antusias.

"T-tapi--"

"Tan, bilangin lah ke si Chandra supaya jangan ngeyel, emosi aku teruji nih," Berlian berucap memelas pada Juwita.

"Kita jalan-jalan besok, udah lama kan nggak jalan-jalan?"








~TBC~

Diary of Chandra || Haechan [REVISI]Where stories live. Discover now