Chapter 30 : Cepet Sembuh ya Kawan

44 6 0
                                    

Kirana sedang berada dirumahnya saat ini, bersama anggota keluarganya tentunya, disana ada sang Ayah, Ibu dan juga Adiknya.

Akhirnya Kirana telah berdamai dengan keadaan, menerima kehadiran sang ibu sambung, dan juga..

Kembali menerima dan mencoba untuk mencintai.

Ternyata Kirana salah berpikir tentang ibu tiri yang hanya memikirkan harta dan kebahagiaannya sendiri, Kirana salah, salah besar.

Ibu tirinya sangat baik, orang yang telah Kirana panggil dengan sebutan ibu itu tidak pernah membedakan antara dirinya dan adiknya.

Ibunya itu sangat baik.

Dan juga Kirana salah mengira jika dirinya tidak akan bisa membuka hatinya lagi kepada orang lain, itu jelas salah, ternyata selama ini ada seseorang yang juga sangat mencintainya. Dia, lelaki yang juga dapat mengambil kepercayaan Kirana.

Di ruang tamu itu, mereka tidak hanya berempat, tapi sesosok pria seumuran dengan Kirana juga sedang duduk disana, terlihat berbincang dengan keluarga kecil Kirana.

Dia adalah kekasih dari Kirana, mereka berpacaran satu tahun lalu. Ya, hubungan mereka sudah berjalan satu tahun, mau memasuki tahun kedua.

"Gimana kuliah kamu Na?" Ayah Kirana, Zubir bertanya.

"Lancar om," jawab Nana dengan tersenyum.

"Oh iya, Kirana bilang kamu mau ngajak dia ke Bandung? Kapan?"

Yang bertanya adalah sang ibu.

"Rencana Minggu nanti."

"Boleh nggak pa? Dah lama juga nggak ke Bandung," kini Kirana yang meminta, mencoba mendapatkan izin sang ayah.

"Boleh kok boleh, tapi papa, ibu, sama adikmu juga ikut."

Senyum Kirana mengembang saat itu juga.

"Makasi papa!"

***

Laras dan Berlian akhirnya sampai di Jakarta setelah tadi pagi ia berpamitan pada Juwita dan juga anak-anaknya.

"Besok udah ngampus lagi aja, huh," Berlian menghela nafas lelah, kemudian mencampakkan tubuhnya ke atas kasur.

Tiba-tiba dirinya teringat tenang Chandra, mengingat jika Tante Juwita mengatakan jika Chandra harus segera mendapatkan pendonor untuknya.

"Gua yakin Chandra bisa ngelewatin ini semua."

Kemudian wanita itu terkekeh, mengingat perilaku Chandra yang tengil.

Ponsel Berlian berbunyi, membuat ia harus meraih ponsel yang tadi diletakkannya di atas meja kecil di samping tempat tidurnya.

Disana tertata 'Ayah', lantas ia langsung menjawab panggilan itu.

"Assalamu'alaikum, ada apa ayah?"

"Walaikumsalam, nak bisa tolong ayah kafe? Temen kamu yang namanya Fika itu lagi nggak masuk, ayah kerepotan soalnya nggak ada yang kaga kasir," sang Ayah berucap dari sebrang sana.

"Bisa yang, sekitar 15 menit lagi Lili ke kafe ya ayah."

Setelah penggilan tersebut selesai, Berlian bangkit dari tempat tidurnya lalu menuju ke kamar mandi, berbuat untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu sebelum pergi ke kafe.

***

"Chan, Mabar kuy."

"Nggak punya otak lo Ren," Chandra menjawab dengan dirinya yang masih memejamkan mata.

"Maap-maap, cuma tes gua, tes doang elah."

Sekarang Rendi berada disini, diruang tempat Chandra dirawat. Ia bermain ponsel, sambil duduk di sofa samping tempat tidur Chandra.

"Gua bosan laknat, Abang lo tidur, lo tidur, jadi lo suruh gua ke sini ngapain?"

Benar apa yang dikatakan Rendi, disana hanya ada Raka, tetapi ia sedang tidur mengingat dirinya yang begadang semalam.

Sedangkan mamanya Chandra dan juga Dika sedang pulang kerumah, mama rencananya ingin memasak sesuatu untuk Chandra, lagian jika membeli makanan cepat saji tidak terjamin sehat bukan?

Jamal tadi berpamitan untuk pergi ke mall yang kemarin dikunjunginya untuk membayar gelang yang terbawa olehnya saat itu.

Ada-ada saja.

"Jadi figuran."

Jawaban Chandra berhasil membuat Rendi menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Untung lagi sakit anj," gumam Rendi, namun masih bisa di dengar oleh Chandra.

"Apa yang untung dari sakit? Mati?"

Rendi membelalak kan matanya, pendengaran Chandra sangat tajam.

"Eh anjir, apaan sih lo, mulut lasak banget."

Rendi merasa tidak enak dengan ucapannya barusan. Padahal ia tidak bermaksud.

"Gua nggak tau Ren, kata bang Yonggi, kondisi gua makin parah, gua harus cepat dapetin pendonor buat gua, dan itu bukannya dinamakan sekarat ya?"

Rendi terdiam, ia tidak bisa menjawab ucapan Chandra barusan.

"N-nggak gitu Chan, ah elah lu, nggak asik lu bawa-bawa sekarat."

Chandra tersenyum, tersenyum kecil untuk dirinya.

"Assalamu'alaikum."

Dari depan pintu sana, Juwita masuk dengan dua kantung plastik di tangannya, dibelakang wanita itu ada Dika, yang juga membawa sebuah plastik.

"Eh ada Rendi," sapa ramah Juwita pada teman anaknya itu.

"Ini mama tadi masakin kamu bubur kacang hijau, ada sayur, wortel, kentang, sama ada buah buahan juga, kamu harus makan banyak ya," Juwita berucap pada sang anak, ia letakkan plastik-plastik yang ia bawa itu di atas meja.

"Lo juga makan Ren, makasih udah datang kemari," Candra beruap, dirinya bangun dibantu oleh Dika.

"Ya jelas lah gua makan, ya kali kaga!" Jawab Rendi bar-bar, dirinya langsung saja ikut mengambil piring yang tadi di bawa oleh Dika.

Sebelum makan, Rendi memotret makanan itu terlebih dahulu.

Dasar anak jaman sekarang, saat yang berdoa sebelum makan, dia malah foto-foto terlebih dahulu.

"Jadiin SG," gumamnya.

"Jadiin SG," gumamnya

Ups! Tento obrázek porušuje naše pokyny k obsahu. Před publikováním ho, prosím, buď odstraň, nebo nahraď jiným.







~TBC~

Btw IG si Chandra beneran ada ya, klo mau di cek silahkan.

Diary of Chandra || Haechan [REVISI]Kde žijí příběhy. Začni objevovat