Chapter 29 : Belum Waktunya

43 4 0
                                    

Semuanya yang ada di koridor rumah sakit kini merasa cemas, mereka tak henti-hentinya merapalkan do'a agar Chandra segera tersadar.

Tadi, saat di mall ketika Chandra mimisan, Berlian sempat memberikan sapu tangannya agar Chandra mengelap daragnya, namun tak disangka tiba-tiba tubuh itu rubuh, membuat yang ada di sana panik, terutama Berlian.

Yonggi yang saat itu mengetahui jika Chandra pingsan langsung sja meninggalkan pesanannya dan berlari untuk membawa Chandra ke rumah sakit, sama halnya dengan anggota keluarga lainnya

Bahkan Jamal lupa membayar gelang yang dibelinya, dia pasti akan kemali untuk membayar gelang itu, tenang saja.

Mama tak kalah khawatir, apalagi sat melihat Yonggi yang mbggendong Chandra, membawa anaknya itu untuk menuu mobilnya, bahkan tadi Jamal, Raka dan Dika teroaksa naik taksi untuk menuju ke rumah sakit.

Berlian merasa sangat bersalah, sunguh. Ia merasa jika semua ini salahnya karna ia yang mengajak Chandra untuk menemaninya ke mall.

"Kamu kenapa nangis Nak?" Laras menatap Berlian khawatir, wanita itu kini duduk disampingnya sang bunda sambil menangis.

Semua atensi tertuju padanya, melihat wanita itu yang sedang menangis.

"Coba aja kalo aku kemarin nggak ngotot buat ngajak Chandra ke mall, pasti dia nggak bakal pingsan gini Bun...hiks," Berlian menangis menyesali ajakannya kemarin.

Juwita melihat Berlian dengan tatapan sedih, padahal ini bukan salahnya, bahkan diantara pikiran semua yang ada disana, tidak satupun yang berpikir jika itu adalah kesalahan Berlian.

Benar memang kalau tidak ada yang menyalahkan Berlian, namun ia tetap merasa bersalah, bersalah karna seharusnya ia tidak mengajak Chandra berjalan-jalan kemarin.

***

Sekarang Chandra sedang berbaring di ranjang rumah sakit, ia sudah sadar sekitar satu jam yang lalu.

Disana ada Juwita, Laras, dan juga Berlian. Raka dan Jamal tadi sudah keluar untuk membeli makanan, sedangkan Yonngi dan Dika sudah pulang untuk mengambil pakaian Chandra saat sang dokter mengatakan jika Chandra harus rawat inap.

Pintu itu terbuka, menampilkan seorang dokter, dokter yang selama ini menangani dan tempat berkonsultasi Juwita tentang penyakit yang mengidap pada Chandra.

Dokter Tama memasuki ruangan itu, dengan tujuannya untuk memeriksa keadaan Chandra.

Dapat dilihat Chandra tersenyum sebagai sapaannya kepada sang dokter yang sedang memeriksanya.

Dokter Tama membalas senyuman itu.

Tidak lama, pemeriksaan itu selesai karena sang dokter yang memang hanya sekedar untuk memeriksa keadaan Chandra.

Kemudian dokter itu mengode ibu dari pasiennya agar ikut bersamanya, sepertinya ada hal yang harus dibicarakan.

"Sayang, Mama keluar bentar ya," ucap Juwita pada sang anak, Chandra mengangguk.

"Titip Chandra ya."

Setelah mengatakan itu pada sang teman, Juwita keluar kamar mengikuti sang dokter ke ruangannya.

Disana, Juwita dapat melihat sang dokter duduk di kursinya dengan ekspresi yang sulit untuk diartikan.

"Seharusnya Chandra tidak boleh kecapean, bu," sang dokter berucap.

"Chandra mimisan lagi, salah satu faktornya karena dia kecapean."

Juwita terdiam. Benar, anaknya tidak boleh kecapean, Chandra tidak boleh terlalu capek, tapi dirinya juga tidak bisa melihat sang anak yang terus saja duduk dirumahnya tanpa kemana-mana.

Besok Laras dan Berlian akan pulang, maka dari itu Juwita juga mengizinkan mereka dan dirinya untuk berjalan-jalan hari ini.

Tapi dia tidak menyangka ini akan terjadi.

"Ada satu kabar buruk lagi.." sang dokter kembali berucap, namun kali ini lebih berhati-hati dengan ucapannya.

"Kita harus segera menemukan pendonor untuk Chandra, selama dia belum mendapatkan pendonor, kita belum bisa untuk tenang," ucapan sang dokter tersebut berhasil membuat Juwita merasa darahnya seakan berhenti mengalir saat itu juga.

"Kita tidak bisa terus tergantung dengan obat-obatan yang kita beri pada Chandra."

Dan kali ini, air matanya langsung mengalir mengalir membasahi pipinya tanpa perlu menunggu perintah.

"K-kita harus bagaimana," Juwita bertanya dengan perasaan yang teramat khawatir.

"Secepat munkin menemukan pendonor untuk Chandra."





~TBC~

Diary of Chandra || Haechan [REVISI]Where stories live. Discover now