14. Sandiwara

979 109 103
                                    

Ruang rawat inap itu mendadak suram, aura yang melingkupinya terasa begitu mencekam hingga membuat Juan bergidik. Entah hanya perasaannya saja, tapi sejak kedatangan seorang gadis yang tak lain dan tak bukan adalah sepupunya sendiri-- Henny, raut wajah kakaknya tampak begitu menakutkan.

Juan tak sengaja berjumpa dengan gadis itu saat dalam perjalanan menuju menuju ruangan sang kakak, tak terlalu memperhatikan tapi jika Juan tak salah lihat, Henny baru saja keluar dari poliklinik obstetri ginekologi saat itu. Mencoba berfikir positif, bisa saja Henny mempunyai masalah dengan alat reproduksi, toh bagian obgyn bukan diperuntukkan untuk orang hamil saja 'kan?

Mata Juwita seakan memancarkan laser ketika menatap Henny, sedang yang ditatap hanya mengulas senyum polos seperti yang biasa ia lakukan saat hubungan mereka masih baik-baik saja, sebelum menjadi seperti benang kusut seperti sekarang.

Mengingat apa yang sudah Henny lakukan, keinginan untuk melempar gadis ular itu keluar jendela lantai lima ini terasa begitu menggoda untuk dilakukan.

Pandangan Juwita beralih pada sosok laki-laki yang sedang duduk disamping ranjang, melihat betapa tenangnya suaminya ini berada disatu ruangan dengan istri beserta selingkuhannya sekaligus, membuat Juwita ingin sekali merampas pisau yang sedang ia gunakan untuk mengupas buah untuk ia tikamkan tepat dijantung lelaki itu.

Pintar juga mereka bersandiwara.

Juwita menggelengkan kepala demi berusaha menjernihkan fikirannya, sepertinya syaraf-syaraf yang ada diotaknya banyak sekali yang konslet akibat terbentur hingga ide gila seperti itu mampu muncul.

"Kenapa sayang? Apa ada yang sakit?" Tanya Jake dengan raut khawatirnya sedang Juwita mendengus dalam hati.

Juwita kembali menggeleng "Aku mau ke toilet, nas bisa bantu aku?"

"Tentu, sayang" Jake meletakkan pisau beserta buah yang telah selesai ia potong keatas nakas, Juwita menurunkan kakinya bersiap untuk turun, namun Jake buru-buru menginterupsi.

"Ga usah jalan, biar mas gendong" Dari ekor matanya, Juwita bisa melihat Henny merotasikan bola mata. Juwita tak bisa untuk tak melemparkan senyum mengejek saat kedua netra mereka bertemu. Ia begitu puas melihat raut kesal yang gadis itu tunjukkan saat Jake mengangkat tubuhnya menuju kamar mandi.

Dan itu tak luput dari pandangan Juan yang duduk satu sofa bersama Henny. Ia bisa melihat dengan jelas ekspresi yang ditunjukkan sang kakak itu tertuju pada siapa.

"Mas madep sana" perintah Juwi saat sudah berada didalam.

Alis Jake terangkat "Kenapa? Kamu malu? Mas udah liat semua loh selama ini" sambungnya sambil terkekeh.

Sebelah tangan Juwi memegang botol infus hingga membuat ia kesusahan bahkan untuk sekedar membuka celana.

"Sini mas bantu" Jake berjongkok, membantu Juwi menurunkan celana lengkap dengan dalamannya.

Sialan, kenapa Juwita harus menjadi tak berdaya seperti ini. Ia menggerutu dalam hati saat melihat suaminya itu terus saja menatapnya bahkan saat ia sedang buang air kecil seperti sekarang.

Jake mengangsurkan beberapa lembar tisu pada Juwita sebelum kembali memasang celana wanita itu. Mengangkat tubuh istrinya yang ringan dengan sebelah lengan Juwita yang membelit lehernya.

"Mas pulang aja, ada Juan yang jagain aku disini" Bola mata Juwita bergulir kesamping "Ajak Henny sekalian"

"Mana mungkin mas ninggalin kamu disaat kayak gini" protes Jake "Atau mas minta dokter buat surat rujukan supaya kamu dipindahin ke Bandung aja?"

"Ga perlu mas, kamu denger sendiri kan tadi dokter bilang apa. Aku baik-baik aja, ga ada cidera fatal atau apapun itu. Bahkan harusnya aku bisa langsung pulang kalau mas ga bersikeras pengen aku di opname" Jake terdiam sejenak tampak berfikir.

SECRET AFFAIR | HEESEUNGWhere stories live. Discover now