18. Tamu Spesial.

471 53 21
                                    

Perceraian, secara definisi adalah sebuah kegagalan. Pengakuan bahwa janji tak ditepati, sumpah yang dilanggar, dan  ikatan yang coba dijalin sengaja dilepas begitu saja.

Mungkin sudah takdir Juwita menjadi seorang janda diusia awal kepala tiga. Tapi sungguh, tak ada penyesalan dalam dirinya. Jika-pun ada, mungkin itu saat dimana ia tak bisa mencegah pernikahannya dengan Jake atas paksaan ayahnya. Jake Adhitama adalah seorang pria yang baik, setidaknya seperti itu pandangan Juwita padanya sebelum ia mengetahui sepak terjang sang suami.

Hanya saja nasib mereka bisa dikatakan sama-sama sial karena harus bersama dalam satu ikatan bernama pernikahan. Pernikahan yang hanya dilandaskan oleh cinta sepihak. Ibarat sebuah rumah yang dibangun dengan pondasi kayu yang lapuk, hanya tinggal menunggu waktu saja hingga akhirnya roboh.

Juwita memejamkan matanya, kemudian menghela nafas panjang. Seandainya ia bisa memutar waktu, ingin sekali ia kembali ke masa dimana ia dan Jake pertama kali bertemu.

Flsshback

Suara ringisan seseorang membuyarkan konsentrasi Juwita dari buku yang tengah ia baca. Siang itu panas terik, seolah matahari menggantung begitu rendah. Juwita yang biasanya betah menjadi penghuni perpustakaan saat menunggu kelas, memilih untuk duduk disalah satu kursi dibawah pohon berkanopi lebar untuk melanjutkan bacaan novelnya.

"Sialan! Kenapa pake ga aktif segala"

Baru saja ingin kembali berkonsentrasi, Juwita kembali mendengar seseorang  bersungut tepat dibelakangnya. Ia menoleh, melihat seorang pemuda dengan tubuh berbalut seragam putih abu-abu yang tengah berdiri sembari berkacak sebelah tangan dengan tangan yang satunya lagi ia pakai untuk menempelkan ponsel ditelinganya.

Baju yang seharusnya berwarna putih bersih itu tampak lusuh bernoda, tak jauh beda dengan celana abu yang ia pakai. Juwita sedikit heran, bagaimana seorang siswa SMA bisa nyasar dikampusnya.

Tak ingin ambil pusing, Juwita memilih menutup buku dan membereskan barang-barangnya saat suara seseorang yang ia yakini sebagai milik pemuda SMA tadi menginterupsi kegiatannya.

"Punya tisu ga?"

Layaknya gerakan slowmotion, Juwita mendongak menatap pemuda yang kini menjulang disampingnya. Tertegun sejenak menatapi wajah yang seharusnya tampan tapi tertutupi oleh lebam dan bekas luka. Babak belur lebih tepatnya. Hidungnya yang bangir tersumpal dasi yang masih tergantung dileher.

Tawa Juwita nyaris tersembur, namun cepat-cepat ia kulum bibir dan mengalihkan pandangan. Juwita merogoh tasnya, mengambil selembar kain berbentuk persegi untuk kemudian ia sodorkan pada pemuda itu.

Bukannya menerima, si pemuda malah terpaku sambil memandangi Juwita dan sapu tangannya bergantian, walau pada akhirnya tangan itu terulur menerima pemberian Juwita. Kain berbahan linen berwarna hijau muda dengan bordiran inisal "J" itu ia pandangi lamat-lamat.

"Ga apa-apa gue pake?" Tanyanya ragu seolah tau bahwa sapu tangan ini bukan benda sembarang, pastilah punya nilai history dibaliknya.

Juwita menggeleng dan tersenyum lembut. Jenis senyuman manis yang mampu membuat hati yang melihat terutama lawan jenis menjadi berdesir. Tak terkecuali pemuda berseragam putih abu itu. Ia terpukau tentu saja.

Sapu tangan itu memang pemberian mendiang ibu Juwita. Hadiah ulang tahun terakhir sebelum ibunya meninggal dunia. Disulam saat tengah mengandung Juan. Itu memang benda kesayangan Juwita, tapi bukan berarti ia tidak bisa memberikannya pada orang lain. Pemuda babak belur ini tampak lebih membutuhkannya saat ini, lagi pula Juwita masih punya satu lagi yang serupa.

SECRET AFFAIR | HEESEUNGजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें