[ BAB - 08 ]

32.7K 3.2K 1.5K
                                    

SPAM AGRESHASA SEBELUM BACA👉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SPAM AGRESHASA SEBELUM BACA👉

BAB 08 - SI ASIK





Jeng Nesa, ya ampun~ baru pulang, ya?”

Posisi Nesa yang tengah bersender di pundak lebar sang suami berganti menjadi berdiri, ia melihat insan yang berkomentar demikian. Kemudian, senyum manis mengembang di bibir plum-nya yang terpoles lipcream berwarna nudes.

“Eh? Jeng Shasa, gimana kuliahnya? Lancar, Say?”

Rahang Shasa jatuh, ia tidak menyangka. Nesa menanggapi santai tanpa mengingat kesalahan yang mamanya perbuat sampai ia harus kalah telak di depan Agres.

“Lancar— lancar ..., enak ya situ, nge-support Agres nyuruh Shasa potong rambut,” sarkas Shasa.

Nesa menunduk, lantas tertawa ala elegan woman dengan menutup mulut menggunakan telapak tangan. Cih! Pencitraan. Coba saja cuma mereka berdua yang di sana tanpa kehadiran Raden. Nesa dipastikan ketawa bengek sambil memukul-mukul punggung Shasa.

Nesa mengatup bibir, merasakan perubahan suasana hati Shasa yang meradang. Ia pura-pura nenghapus jejak air mata yang sama sekali tak keluar dari pelupuknya guna berlagak seolah Shasa barusan melontarkan lawakan yang menggelitik perut.

“Tapi, kamu cantik, kok, Shay!” puji Nesa, ala ibu kompleks teman arisan depan komplek mereka. Ia masih menahan tawa. “Mas, anak bungsu kita cantik, 'kan?”

Obsidian Raden bergulir, ia memandangi putrinya dari atas ke bawah lalu kembali ke rambut Shasa yang menjadi poin utama pembahasan mereka.

“Cocok, kamu cantik,” katanya.

“Ya, gimana, ya? Aku kan emang modis, cantik dari lahir. Mau rambut dipangkas habis, tetep canci, Shay!”

Nesa memalingkan wajah. “Idih, cantikan juga Mami kemana-mana,” ujarnya tak terima.

“Oiya? Yakin? Ahihihihi.”

Nesa menukik alis atas respons Shasa. Bukankah tadi putrinya tertawa meledek? Wah, anak kurang ajar— perasaan memang fakta, ia lebih cantik seratus kali lipat daripada Shasa?

“Mas, menurut kacamata kamu, cantikan aku atau anak kita?”

Raden dihadapkan pilihan yang sulit. Ia tidak boleh terlihat berpihak ke satu kubu. Bisa-bisa bendera mengajak perang rumah tangga dikibarkan oleh salah satu di antara keduanya.

“Dua-duanya cantik,” jawab Raden, main aman.

“Halah! Papi, mah, lembek— keliatan banget takut milih-milihnya. Mana mas Hangga? Aku mau panggil, dijadiin juru bicara. Males aku ngomong kalau diserbu gini,” keluh Shasa.

REDFLAGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang