[ BAB - 29 ]

19.4K 2.1K 1K
                                    

Makasih udah bantu tembusin target, Sobat🤟

Some typos will be revisi soon!

CHAPTER 29 ; UNDER HER ARMS




Dengan kepala yang menunduk, jari yang bertaut, kaki yang tiada henti mengetuk permukaan lantai. Shasa terpaksa menerima ganjaran atas perbuatan tidak senonohnya bersama Agres.

Benar.

Perempuan tersebut disidang langsung Raden alias papanya selaku kepala keluarga.

Ekor netra Shasa berkeliaran ke penjuru lantai. Ia tak memiliki seujung kuku pun keberanian untuk mengangkat kepala. Sebab, menyadari kesalahan perbuatannya sendiri.

“Kamu udah mahasiswa, Shasa, kamu pasti bisa menyimpulkan seberapa fatal kelakuan kamu,” kata Raden.

“Maaf, Pi,” balas Shasa.

“Papi enggak pernah nyangka, putri bungsu Papi bakalan kayak gini. Bukan Hangga, Sha, tapi justru kamu. Kamu anak perempuan dan kamu yang bungsu.”

“Shasa khilaf.

Khilaf? Memberi kesempatan hanya berdua di satu ruangan sama lawan jenis. Kamu sebut khilaf? Sha, semut mana yang nolak dikasih butiran gula?”

“Em ....”

Gatal sekali Shasa hendak membalas ucapan Raden menyebut 'semut merah', tetapi ia masih sayang nyawa, bisa berabe urusannya.

Shasa tak sanggup menanggapi. Sial! Ia nyaris mati di tempat. Wajar saja Raden semurka ini, secara— ia tertangkap basah dosen sedang berbuat mesum alias bersantap bibir di kelas.

“Kamu merusak nama baik keluarga juga nama besar keluarganya Agres, Shasa.”

“Tapi, Pi— aku dan Agres sama-sama mau. Jadi— ehm ...,” Shasa refleks mendongak.

Ups, ia keceplosan, begitu sadar Shasa mendadak mengatup bibir tak melanjutkan pembelaan diri.

“Jadi, kamu enggak terima?”

Shasa menggeleng. “Bukan, Pi, maaf.”

“Kamu sengaja? Supaya pernikahan kamu dan Agres dipercepat?”

What? N-nikah? Aku sama Agres? Mustahil, Pi!”

Raden menghela. “Kamu sudah sampai ke tahap ciuman. Terus kamu enggak mikir nikah, iya, Sha?”

Shasa menggaruk tengkuk. Posisinya serba salah. Maju kena, mundur kena, samping kanan dan kirinya juga tidak aman.

Adeuh.

Semakin menyatakan pembelaan, semakin dalam pula lubang kuburan yang digali Shasa.

“Udah, Mas, masalahnya udah diselesaiin pihak Agres, kok. Enggak usah diperpanjang. Kasian anak kita. Kan cuma ketangkep ciuman, enggak lebih,” papar Nesa.

Nesa sebenarnya ingin tergelak, namun ia paham betapa emosionalnya Raden sekarang. Ia bisa dicap bocah semisal menertawai sang putri dalam posisi begini.

Mana ia tidak tega.

“Cuma? Kamu bilang cuma?”

Raden terkesan menuntut disertai intonasi tak percaya atas perkataan Nesa.

“Ya— maksud aku tuh, udah marahnya. Nanti Mas hipertensi. Tenang, tenang, ya?”

“Kamu boleh manjain Shasa, tapi tolong lihat dulu perbuatan dia bagaimana kalau mau dibela, Nesa.”

REDFLAGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang