[ BAB - 33 ]

17.2K 1.2K 719
                                    


Hoya! Long time no see🧐🧐



[ CHAPTER 33 ; WHAT SHE NEEDS ]









Deru napas terengah-engah Hangga menandakan kondisi dirinya yang panik setelah membaca chat yang dikirimkan Haru di grup. Ia buru-buru mengontrol keadaan sang adik yang kini tengah memegang ponsel di tangan.

Kabar yang tersiar menimbulkan huru-hara bagi orang-orang sekampus yang mengenal Shasa.

“Sha?”

Bukannya nampak sedih, Shasa malah mengulum senyum hangat. Kerutan halus pun terukir jelas di dahi Hangga.

“Mas, gue mesti konfirmasi langsung ke mami dan papi, 'kan?”

“Hah?”

Hangga gelagapan— ia tidak menyangka bahwa respons Shasa akan setenang ini. Otaknya lambat memproses yang terjadi, sebab terlalu terkejut.

Sang adik mengambil tindakan yang tepat dengan membicarakan ke orang tua mereka. Sialnya— informasi yang tersebar disertai bukti nyata yang tak terbantahkan.

Foto masa kecil Shasa di panti asuhan pula nama lengkap kedua orangtua mereka pada buku daftar adopsi anak.

Shasa beranjak dari kamar Hangga, si kakak pun menyusul langkahnya ke kamar utama.

Sejenak, Shasa ragu-ragu ingin mengetuk. Hangga begitu tanggap dan peka.

Shasa bukannya tenang, ia hanya berpura-pura tak terpengaruh.

Si pemuda mengulurkan tangan, menggenggam punggung tangan Shasa.

“Apa sebaiknya nunggu besok?”

“Enggak,” tolak Shasa. “Gue ..., gue pengen tau.”

“Yaudah, gue yang ketuk?”

Pintu terlebih dahulu terbuka, ketika Hangga sudah berniat mengetuk. Di hadapan mereka berdua, Nesa berdiri seraya memasang mimik keheranan.

“Mi,” panggil Shasa.

“Iya, Shasa Sayang? Kenapa anak Mami di sini? Apa Hangga berubah pikiran?”

Kalimat Nesa bersenandung lembut. Tenggorokan Shasa terasa tercekat. Keberanian yang telah ia kumpulkan pupus.

“Shasa diadopsi, ya, Mi?”

Rotasi bumi seolah berhenti. Nesa bungkam, ia menatap putri bungsunya dengan tatapan terkejut. Gejolak perasaan kalut Nesa menguar, berhasil mengubah atmosfer hangat menjadi dingin dalam sepersekian detik.

Bibir perempuan dewasa tersebut kelu. Pertama— ia tidak bisa berbohong. Kedua, ia tidak ingin membongkar rahasia yang dirinya kubur sejak lama. Ketiga, Nesa tak sanggup menjawab.

“Mi?”

Merasa tak kunjung menjawab, Shasa kembali memanggil Nesa.

“Kamu anak Papi dan mami,” potong Raden.

Pria berwibawa itu menampakkan diri di belakang Nesa. Raden memang jarang tersenyum, tetapi di malam ini, bibirnya membentuk senyum yang mampu meruntuhkan ketegangan antar mereka.

“Kenapa Princess-nya Papi mendadak nanya, gitu?”

“Ini,” sahut Hangga.

Ia menyerahkan ponsel pribadinya ke Raden. Lalu, diterima Raden. Nampak begitu serius, sang papa membaca deretan kalimat, juga memeriksa secara teliti foto-foto masa lampau Shasa bersama para anak panti asuhan yang lain.

REDFLAGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang