[10] - Pasang Surut Emosi

93 40 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Sandy! Turun dulu!"

Teriakan Listi menggelegar di penjuru rumah. Sandy menjeda permainan gitarnya, segera keluar kamar dan berjalan menuruni tangga.

Di bawah, di ruang keluarga, Listi sedang berbincang dengan seseorang. "Dia sekarang lebih sering mengurung diri di kamar, Ri."

"Nggak apa-apa, Tante. Ini saya taruh meja makan aja, ya?" tanya Tayari.

Sesaat lalu, gadis itu disuruh oleh Swasti mengantar makanan. Ini yang ketiga kalinya dalam seminggu sejak Hendra tidak di rumah. Bisa Tayari katakan, rumah ini terlihat sepi dan dingin. Biasanya Tayari masih sering bertegur sapa dengan Listi di sore hari saat wanita itu menyapu halaman. Sekarang, halaman rumah mereka tidak terawat, seperti ditinggal penghuninya ke luar kota berbulan-bulan.

Tayari membiarkan Listi duduk di sofa dengan kain rajutan di pangkuannya. Gadis itu hanya menatap prihatin. Entah sejak kapan Listi duduk di sofa itu dan hanya merajut sampai-sampai lantai rumah saja terasa begitu tidak nyaman ditapaki.

Suara langkah kaki yang menuruni tangga membuat Tayari mendongak. "Hai!" sapanya.

Sandy tersenyum canggung. "Hai!"

"Sandy, tolong bantu Tayari gantiin wadahnya, ya!" pinta sang ibu. Wanita itu kembali merajut selimut di pangkuan.

Sandy menghampiri Tayari yang sedang kebingungan mencari wadah lain sebagai pengganti. Dia membantu Tayari mengambil mangkuk besar di lemari gantung. "Maaf, jadi sering ngerepotin Tante Swasti."

"Nggak apa-apa. Ini juga karena pas pesanannya banyak jadi sekalian masaknya dilebihin," kilah Tayari. "Ini opor ayam. Tapi nggak ada nasinya."

"It's okay." Tangan Sandy cekatan untuk memindahkan opor ayam ke mangkuk miliknya. Laki-laki itu berbalik dan mulai mencuci wadah milik Tayari.

Tayari bersandar pada meja makan, membelakangi Listi dan berucap pelan, "Lo ada nasi, Sandy?"

Ini sudah hampir petang, sudah waktunya makan malam. Dilihat dari kosongnya meja makan dan rapinya meja dapur, bisa dipastikan tidak ada makanan di rumah ini.

Bahu Sandy mengedik. Dia terlihat lesu dan tidak punya semangat. Laki-laki itu sudah selesai mengeringkan wadah dan beralih menatap Tayari. "Sampaikan makasih ke Tante Swasti, ya, Kak."

Tiba-tiba, sebuah suara terdengar dari arah ruang keluarga. Tayari dan Sandy buru-buru menghampiri Listi yang sudah duduk bersimpuh di lantai sedang memunguti pecahan gelas.

"Bu, biar Sandy aja," ucapnya sembari menahan tangan ibunya.

Tayari ikut membantu. Gadis itu mengajak Listi untuk bangun dan duduk kembali di sofa. "Kok bisa pecah, Tante?" tanyanya.

"Tadi kesenggol siku," jawabnya lirih dengan pandangan yang tidak lagi fokus.

"Lain kali hati-hati, Bu. Kalau tangannya kena pecahan kaca gimana?" omel Sandy.

WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang