[15] - Percikan Emosi Asing

91 29 10
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




"Ri!" Suara teriakan Swasti menggema menembus dinding kamar Tayari. "Ada Sita ini. Buka dulu kunci kamarnya!" teriak Swasti.

Tayari segera beranjak dari kursi belajarnya dan membuka pintu. Sejak kepulangannya dari sekolah tadi siang, gadis itu mengurung diri di kamar. Entah kenapa, dia tidak punya gairah untuk melakukan ini itu padahal bundanya sedang sibuk di kedai. Gadis itu sempat mengirimi pesan pada Sita hingga akhirnya Sita datang berkunjung sore hari ini.

Di hadapan Tayari, Sita tersenyum lebar sembari mengacungkan bungkusan berisi makanan yang harumnya manis sekali. "Would you let me in?"

"Sure!" Tayari menyingkir dari ambang pintu dan mempersilakan Sita untuk masuk ke dalam markasnya.

Sita mengamati seisi kamar Tayari. Tidak ada yang berubah sejak beberapa bulan lalu dia kemari kecuali rak buku Tayari yang isinya semakin penuh. Beberapa novel justru sengaja ditumpuk di sudut ruangan karena tidak ada ruang yang cukup untuk menyimpannya. Ah, ada lagi. Meja belajar Tayari digeser untuk dekat dengan jendela, bersampingan dengan ranjangnya.

"Wah, view-nya jadi kece," komentar Sita sembari menaruh bungkusan makanan di atas meja. Dia melongokkan kepalanya ke luar. "Itu jendela kamarnya Sandy. Ya kan? Jendelanya kebuka, tuh."

Raut wajah Tayari berubah kesal saat Sita menyebut nama Sandy. Gadis itu menarik kursi belajarnya dan duduk di sana. Tangannya meraih bungkusan pemberian Sita dan membukanya. Dari aromanya sih, Tayari yakin ini adalah martabak manis.

Sita memilih duduk di tepi ranjang. Merasa dihiraukan oleh pemilik kamar, gadis itu membuka topik yang lain. "Gue pesen yang spesial red velvet," ujarnya saat melihat senyuman terbit di wajah Tayari.

Tayari mencomot satu potong kemudian membauinya sebelum menggigitnya. "Hmmm," gumamnya saat coklat lumer di lidahnya.

"Jadi, ada apa?" sergah Sita tanpa pembukaan. "Lo harus cerita ke gue secara lengkap pokoknya. Dari lo turun ke tepi lapangan sampai Gilang dan Sandy rebut terus lo nyeret Gilang pergi dan lo tiba-tiba chat gue katanya lo sakit hati."

Tayari mengangguk-angguk memahami. Gadis itu menjilat seluruh jari-jarinya yang terkena mentega dan coklat seolah tidak rela rasa manis itu terlewat oleh indra pengecapnya.

Pintu kamar Tayari terbuka. Swasti muncul dari balik pintu dengan senyum merekah. "Sita udah makan malam?" tanyanya.

"Udah, Tante." Gadis itu beranjak dan merampas bungkusan martabak manis dari tangan Tayari. "Sita bawa martabak manis, Tante."

Swasti tertawa. "Udah, dimakan kalian aja. Kamu mau jus atau apa?" tawarnya lagi.

Sita terkikik. "Jus apa aja deh, Tante. Tapi jangan alpukat."

Selepas itu, Swasti pergi dan menutup kembali pintu kamar Tayari.

"Di mana-mana, kalau ditawarin jawabnya ya air putih," seloroh Tayari yang kembali mencopot satu potong martabak manis.

WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓Where stories live. Discover now