[16] - Yang Sukar Dipahami

81 25 12
                                    

Oops! Această imagine nu respectă Ghidul de Conținut. Pentru a continua publicarea, te rugăm să înlături imaginea sau să încarci o altă imagine.





Ini bukan hanya perasaan Sandy tapi Tayari benar-benar mengabaikannya. Gadis itu berangkat lebih pagi dari biasanya, padahal Sandy sudah menunggu di depan rumah. Saat di sekolah, Sandy tidak bertemu dengan Tayari meski hanya berpapasan. Gadis itu tidak ada di kantin saat jam istirahat juga tidak ada di basecamp OSIS saat jam pulang sekolah. Padahal dia ingin menanyakan apa yang dibicarakan Tayari dan Gilang serta apakah gadis itu melihatnya bersama Zeanna.

Yang lebih parah adalah berita masalah ayah Sandy tersebar dengan cepat di sekolah. Semua anak menggunjingkannya, menyebut-nyebut namanya dan berusaha mencari tahu latar belakang keluarganya. Di kelas, semua siswa menatap Sandy dengan pandangan yang beragam. Ada yang tidak suka, ada yang iri, ada yang iba dan tak acuh.

"Sandy, gue turut prihatin soal ayah lo," ungkap Akhina begitu Sandy duduk di bangkunya. Gadis itu duduk di kursi Gebra tanpa izin kemudian menyodorkan sebotol minuman isotonik untuk Sandy. "Buat lo."

Sandy mengangguk. "Thanks."

Tidak sengaja matanya menangkap bekas goresan tipis di leher Akhina yang sengaja ditutupi oleh rambut. Terlihat seperti bekas cakaran kucing tapi terlalu besar dan letaknya di leher. Tangan Sandy menunjuk lehernya sendiri seolah ingin menunjukkan ada sesuatu yang perlu dia tanyakan pada Akhina.

Wajah Akhina berubah terkejut. "Oh! Ini?" Dia menyibak rambutnya dan menunjukkan lukanya dengan jelas. "Tebak ini ulah siapa?" tanyanya.

Tidak ada petunjuk apa pun yang bisa dipikirkan Sandy. Laki-laki itu menggeleng.

"Bekas kuku-kukunya Tayari," jawab Akhina dengan setengah berteriak agar seisi kelas mengetahuinya.

"Kok bisa?" Dahi Sandy berkerut. Rasanya tidak percaya jika Tayari mencekik Akhina sampai seperti itu.

"Halah, Na! Palingan lo dulu yang cari gara-gara," sahut Gebra yang baru saja datang. Laki-laki itu segera berkacak pinggang dan menatap tidak suka pada bangkunya yang diduduki Akhina. "Pantat gue udah capek, buruan minggir!"

Akhina berdiri dengan wajah kesal. "Bangku banyak, Ge. Orang cuman duduk bentar aja."

"Eh, tapi ngeri banget leher lo," sindir Gebra setelah menyingkirkan Akhina agar jauh-jauh dari sekitarnya.

"Ya emang Tayari gila! Nyekik orang udah kaya mau bunuh orang aja," protesnya dengan bersungut-sungut. "Dy, lo nggak ngeri ya deket-deket sama dia? Teori gue, dia itu setengah psikopat."

"Jaga omongan lo, Na!" bentak Sandy dengan wajah tidak suka. Masih baik dia mau menanggapi Akhina tapi gadis itu semakin kelewatan saja. "Gue lebih ngeri kalau deket-deket sama lo."

Gebra menyemburkan tawa. Laki-laki itu mengambil botol minuman isotonik di atas meja kemudian menegaknya tanpa peduli itu pemberian Akhina untuk Sandy.

"Sandy! Soal ayah lo itu bener, ya?" tanya Lamda yang baru saja tiba.

WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum