[23] - Di Penghujung Hari Kelabu

99 19 22
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



"Kejutan!"

Suara itu menyambut kedatangan Sandy di rumah. Laki-laki itu terenyak sesaat dan segera mengular senyum saat melihat ibu dan ayahnya ada di depan sana merentangkan kedua tangan untuknya.

"Selamat, ya, Nak. Ayah bangga sama kamu," seru Hendra sembari memberi isyarat agar Sandy mendekat.

Sandy segera berlari dan memeluk kedua orang tuanya. Hatinya terasa penuh hingga matanya berkaca-kaca.

"Ibu masak banyak hari ini," ucap Listi sembari mengucap belakang kepala anak laki-laki kesayangannya.

"Wah!" Mata Sandy berbinar melihat makanan kesukaannya terhidang di meja makan.

"Sana, mandi dulu!" ujar ayahnya dan mendapat anggukan dari Sandy.

Laki-laki itu segera berlari ke kamarnya sembari berteriak, "Terima kasih, Bu, Yah!"

Sandy melempar ranselnya ke atas kasur dan segera menyambar handuk. Dia mandi dengan terburu-buru. Berlari keluar kamar mandi menyambar parfum dan menyemprotkannya dengan brutal. Jika dipikir-pikir dia tidak hendak pergi ke mana-mana. Sesaat sebelum laki-laki itu keluar kamar, ponselnya berbunyi.

Dia melirik sesaat pada layar untuk membaca pesan dari nomor tidak dikenal.

0830 9123 4xxx

| Gue sudah bicara sama Kak Tayari

| Makasih untuk hari ini

Senyum Sandy mengembang. Sembari menuruni anak tangga, pikirannya sibuk membayangkan ekspresi Tayari saat Mikha memberi tahu semuanya. Dia sedikit merasa bersalah karena tidak berkata jujur tadi sore. Namun, mau bagaimana lagi. Sejak awal ini menjadi masalah antara Tayari, Mikha dan Adam meski Sandy punya niat membantu.

"Makan yang banyak, ya," ucap Listi sembari menyendokkan nasi di piring Sandy.

Sandy menggosok kedua tangannya, tidak sabar untuk segera mengisi perutnya yang keroncongan. Aroma ayam panggang menguar dan menggodanya sejak tadi.

"Gimana pertandinganmu tadi?" tanya ayah Sandy.

"Makasih, Bu." Sandy memotong ayam panggang dengan ukuran paling besar, menyendok sambal, kemudian mendongak menatap ayahnya. "Yah, begitu. Di babak pertama sudah unggul."

Hendra terkekeh. "Anak ayah pasti jago." Pria itu turut menyendokkan makanan untuk dirinya sendiri.

"Sandy bisa kalahkan semuanya, Yah. Di babak kedua, selisihnya ada 10 angka," terangnya dengan semangat. Sesekali dia meneguk minumnya karena bicara terlalu banyak.

"Tim utama sekolah?" goda Hendra.

"Pemain terbaik!" jawab Sandy dengan rasa bangga.

Ibunya hanya tertawa menanggapi semua cerita Sandy. Hatinya lega dan tenang. Apa pun kesulitannya, Listi akan tetap baik-baik saja selama dua orang yang dia sayangi ada di sisinya.

WHAT SHOULD I CALL U(S)? ✓Where stories live. Discover now