Part 8

62 35 158
                                    

🌼 HAPPY READING 🌼

Di luar hujan deras, Dion tengah duduk di sofa sambil bermain game di ponselnya. Dia  begitu serius menatap layar ponselnya. Kirana yang dari dapur setelah membantu ibunya membuat sup menghampiri kakaknya.

“Kak Dion,” panggil Kirana duduk di samping Dion.

“Kenapa? Cepat ngomong,” balas Dion masih fokus pada ponselnya.

“Kalau Kirana jodohin kakak sama Kak Mimi mau nggak?”

Dion langsung menyimpan ponselnya dan menatap adik perempuannya itu, “Emang dia ngomong apa kemarin?” tanya Dion. Mengingat kemarin adiknya itu bermain ke rumah tetangganya hampir satu hari.

“Kak Mimi ngomong kalau Kak Dion itu tipe suami idaman dia. Kak Mimi juga bilang, kalau nanti jadi kakak ipar Kirana, dia bakal jadi istri yang sangat berbakti kepada suaminya trus juga bakal nemanin Kirana gosip,” jelas Kirana panjang lebar.

Dion memijat dahinya mendengar penuturan adiknya. Dia kembali menyalakan ponselnya dan bermain game.

“Kak Dion nggak mau sama Kak Mimi?”

Dion menggeleng, “Nggak. Dia bukan tipe kakak.”

“Emang tipe kakak siapa? Kak Salsa?”

Dion diam sejenak sambil melirik adiknya, lalu kembali menatap layar ponselnya.

“Serius, Kak Salsa?”

“Buka pintunya, ada tamu,” ucap Dion mendengar suara ketokan pintu.

Kirana memanyunkan bibirnya kesal karena Dion tidak menjawab pertanyaannya. Dia berdiri dan membuka pintu. Ternyata yang datang Rizky dan Joji. Kedua cowok yang memakai jaket itu langsung masuk ke dalam rumah.

“Ke warnet, yuk!” ajak Joji duduk di sofa lalu membuka toples kue yang ada di atas meja.

“Kirana, ambilin jaket kakak dalam kamar,” perintah Dion pada adiknya.

Kirana yang masih kesal menyentakkan kakinya, lalu berjalan ke kamar kakaknya untuk melaksanakan perintah sang kakak.

“Kirana kenapa? Kayaknya ngambek,” ujar Joji sambil mengunyah.

“Biasalah, cewek,” jawab Dion seadanya.

Kirana datang dan memberikan jaket pada kakaknya. Dion menerima jaket itu lalu memberikan sebatang coklat pada adiknya.

“Nih, jangan ngambek. Pulang dari warnet, kakak beliin sekarung,” ucap Dion memakai jaketnya.

“Makasih kakak.” Kirana tersenyum gembira.

“Dion, antarin dulu ini ke rumah Nenek Ari.” Sari—Bunda Dion muncul sambil membawa sebuah Tupperware berisikan sup hangat. “Bunda ingat, kemarin Nenek Ari bilang pengen makan sup,” ucapnya.

Dion mengambil Tupperware itu, lalu mengangguk.

“Sampaikan salam Bunda, ya.” Sari tersenyum manis. Wanita berkepala tiga itu sudah menganggap Nenek Ari sebagai ibunya. Jadi, tak jarang jika Sari sesekali membawakan makanan ke rumah Nenek Ari untuk melihat keadaan wanita yang sudah lanjut usia itu. Namun, kali ini dia tidak sempat karena ada beberapa pasien yang membutuhkan pertolongannya di rumah sakit.

Dion dan kedua sahabatnya pun berjalan ke rumah Nenek Ari.

“Sekalian ngapel lo, Rizky,” ucap Dion terkekeh.

Risky melirik Dion, “Maksud lo?”

Dion tidak menjawab pertanyaan Rizky, dia melangkah ke pintu besar rumah bercat abu-abu itu lalu mengetoknya. Tak lama kemudian, seorang gadis membukakan pintu. Gadis itu tersenyum lebar mengetahui tamunya adalah Dion dan para sahabatnya.

“Eh, Dion. Silahkan masuk,” ucap Mimi ramah.

Dion menatap datar Mimi. Kenapa harus Mimi yang membukakan pintu? Dia berharap Salsa yang membuka pintu. Dion menyodorkan Tupperware-nya pada gadis di depannya, “Buat Neneknya Salsa,” ucapnya lalu melangkah pergi.

“Nak Dion … kok nggak masuk dulu? Sini, masuk.” Nenek Ari datang, dan menarik tangan Dion untuk masuk.

“Dion cuman mau nganterin sup buatan Bunda kok,” ucap Dion sopan.

“Udah masuk dulu. Kalian juga, ayo masuk,” ucap Nenek Ari pada Joji dan Rizky. Kedua cowok itu pun mengikuti Dion dari belakang.

Mimi tersenyum, “Nggak nyesel gue tinggal bareng Salsa. Cogan dimana-mana,” gumamnya.

“Mimi … buatin minuman hangat buat mereka,” ucap Nenek Ari.

“Siap nek!” Mimi berlari dengan semangat ke dapur.

Di dalam kamarnya, Salsa sedang tertidur pulas. Gadis itu terbangun karena Mimi yang datang menarik kakinya dan menanyakan di mana letak gula.

“Sadar woi … .” Mimi memukul pipi Salsa yang masih setengah sadar. “Gula, di mana gula?”

Salsa menatap Mimi dengan wajah datar. Dia baru saja tidur 30 menit yang lalu, karena sahabatnya itu terus bercerita tentang cogan yang dia temui di sekolah.

“Dalam lemari,” jawab Salsa pelan.
Mimi mengangguk, “Bangun lo! Udah sore nih, tidur mulu.” Mimi keluar dari kamar Salsa.

Salsa beranjak mengambil handuknya, gadis itu berniat untuk mandi. Saat sampai di kamar mandi dan memutar kran air, Salsa mengernyitkan dahinya karena tak setetes pun air keluar dari kran.

“Mati?” Salsa memukul-mukul kran air dengan kesal, padahal dia ingin sekali mandi. “Hufhh … kayaknya gue harus mandi di bawah.”

Mimi sedang membuat teh sambil menyanyi dengan sedikit berjoget. “Kamu gatal, gatal-gatal. Bukankah kau sudah berpunya ah, ah, ah … .” Saat akan mengambil nampan, Mimi terbelalak dengan kehadiran Rizky di pintu dapur. “Omo! Ng-ngapain lo di situ?” tanya Mimi yang gugup karena malu.

“Kamar mandi.” Rizky berjalan melewati Mimi dengan santai dan masuk ke dalam kamar mandi.

“Anjir … malu gue.” Mimi menutup mukanya, lalu bergegas mengambil nampan dan meletakkan tiga cangkir teh di sana. Dengan gesit, gadis itu membawa nampan ke ruang tamu.

Bersamaan dengan Mimi yang ke ruang tamu, Salsa berjalan ke dapur sambil bersenandung membawa handuk dan branya.

“Tak tau bagaimana … aku tanpa dirimu … tak pernah terbayangkan, loh ke kunci?” Salsa mencoba mendorong pintu kamar mandi. “Mi! Buruan, gue mau mandi!” teriak Salsa sambil memainkan branya.

Pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Rizky dengan kondisi wajah yang basah. Salsa melotot melihat cowok jangkung itu, sementara Rizky pandangannya fokus pada bra yang sedang Salsa pegang.

“K-kok lo b-bisa di sini?”

Rizky terdiam, pandangannya beralih pada gadis di depannya. “Gu-gue … .”

Salsa yang menyadari pandangan Rizky tadi ke mana, langsung menyembunyikan barang pusakanya.

Rizky menggaruk belakang lehernya, bingung harus menjawab apa.

“Riz, lo udah selesai wudhunya?” terdengar suara Joji yang menuju ke dapur.

Dengan gerakan kilat, Rizky menarik Salsa masuk ke kamar mandi. Joji yang sudah sampai di dapur menatap bingung sahabatnya.

“Lo ngapain melamun depan pintu kamar mandi?”

“Nggak, gue cuman merhatiin cicak,” jawab Rizky asal.

“Kok muka lo merah? Habis ngapain?”

“Ma-masa, sih?” Rizky memegang wajahnya yang sedikit panas. Dia kemudian menggeleng, “Pengaruh cuaca.”

“Tadi baru aja hujan.” Joji memperhatikan gerak-gerik sahabatnya, seperti ada sesuatu yang dia lewatkan. “Lo udah selesai wudhunya?”

Rizky melangkah, “Udah batal. Gue mau wudhu di rumah Dion aja,” ucapnya.

Di dalam kamar mandi, Salsa menahan malunya. Rasanya dia ingin menghilang saja. Dia benar-benar malu untuk berhadapan dengan Rizky. “Mau ditaruh di mana muka gue. Aaarrgh … .” Salsa mengacak-acak rambutnya. “Gara-gara lo, nih!” gadis itu menunjuk branya dengan kesal.

***

To be continued

Hei, boy!Where stories live. Discover now