Bab 10 - Cecillia Yang Malang

2.7K 114 5
                                    

Berjalan sendirian, aku berniat pulang ke rumah. Kenapa tidak langsung pergi saja ke mana gitu? Hal itu tidak bisa kulakukan. Aku tidak bisa pergi tanpa rencana lalu menjadi tunawisma.

Karena, semua itu sudah pernah kulakukan di masa lalu. Bahkan pernah sampai pergi ke luar kota yang sangat jauh. Namun, pada akhirnya Carlo menemukanku. Dia membawaku pulang. Begitu sampai di rumah, aku dimarahi orang tuaku habis-habisan; mengira hidupku berantakan seperti Cedric, sementara Carlo tersenyum penuh kemenangan.

Aku mendengus dingin. Mengingat bagaimana karakter kakak pertamaku, aku lebih ingin berada dipihak Kak Cedric. Meskipun dia amburadul, Cedric tidak pernah melecehkan adiknya sendiri. Tidak seperti Carlo yang begitu sempurna covernya, tetapi sebenarnya sangat rusak di dalamnya.

Entah sudah berapa jam tadi aku duduk sendirian di kafe menunggu hujan reda, sampai-sampai langit berubah gelap, menjelang malam. Aku berjalan sambil melompati kubangan air bekas hujan beberapa jam lalu.

Jalanan yang kulalui tampak sepi dari orang-orang. Lampu jalanan sudah dinyalakan. Aku melirik jam tangan, pukul setengah enam. Mungkin kakakku sudah pulang dari kantornya. Mungkin juga dia sedang mencariku.

Aku tidak peduli.

Aku pikir tangga tempatku naik tembok itu berada di tempat yang aman dari perhatian orang rumah. Jadi aku merasa tenang untuk sekarang. Tunggu dulu, bukankah tembok itu sangat tinggi untuk dipanjat tanpa tangga?

Lantas bagaimana caraku bisa masuk ke rumah jika tidak ada tangga di luarnya? Masa masuk lewat pintu depan? Sama saja dengan usaha kerasku mengangkat tangga jadi sia-sia tadi siang, dong.

Argh! Bodohnya!

Tiba-tiba sebuah tangan membekap mulutku dari belakang. Aku terkejut. Sapu tangan menyumpal mulutku. Aku sontak memberontak. Tetapi seseorang di belakang menahan semua tubuhku.

Di tengah perjuanganku, aku merasakan kesadaranku melemah. Sial. Apakah dia menggunakan obat bius di sapu tangannya? Perlahan-lahan aku tak bertenaga lagi. Rasanya seperti mengantuk berat. Aku pasrah, dan tidak ingat apapun setelahnya.

***

[Author POV]

Flashback.

Cecillia kecil berjalan sendirian. Dia berusia sepuluh tahun. Dia baru pulang dari tempat les dengan tas punggung yang lucu. Gantungan kepala boneka di tasnya bergoyang mengikuti irama langkah pendeknya.

Tiba di gerbang rumahnya yang tinggi dan besar, dia membuka pintu pagar disudut tembok. Melangkah dengan lelah. Melewati taman depan rumah. Lalu naik ke teras untuk membuka pintu utama.

Bayangan melintas cepat dari dalam jendela. Tepat ketika tangan kecil Cecillia memutar kenopnya, sesuatu menghentak jantungnya tiba-tiba.

"BAAA!"

Cedric muncul dengan mengejutkannya. Cecillia kaget. Dia lelah ditambah dengan kejahilan Cedric, membuat emosi Cecillia menanjak seketika. Tapi bukan kemarahan yang meluap. Cecillia yang mematung di tempat itu, mulai meringis-ringis sampai akhirnya air matanya meluncur. Cecillia menangis. Dia merasa sangat lelah. Lelah dengan semua yang dia alami seharian ini.

Akhirnya gadis kecil itu menangis. Menangis keras. Sampai suaranya terdengar di ruangan luas itu. Cedric jadi kaku. Dia tidak menyangka adiknya akan langsung menangis begini.

"Astaga, nona!" Pelayan wanita itu menghampiri dengan terkejut. Cedric hanya diam saja. Anak laki-laki itu bingung harus bersikap bagaimana ketika melihat Cecillia digendong pergi oleh pelayan.

Cedric cemberut. "Cih!" Dia kesal sendiri. Anak ini butuh hiburan. Tapi yang menjadi targetnya malah menangis. Tidak seru.

Akhirnya Cedric berjalan dengan merengut. Saat melewati pintu terbuka, sudut matanya menangkap kehadiran orang di dalam ruangan itu. Cedric berhenti sejenak. Dia menoleh dan melihat kakaknya sedang fokus belajar.

Cedric ingin menjahili kakak tertuanya itu. Tetapi aura yang dikeluarkan Carlo tampak tidak bersahabat. Carlo tidak pernah memanjakannya. Kakaknya itu cuek sekali. Dingin. Membuat Cedric tidak berani untuk mengganggunya. Lantas dia melewatinya begitu saja.

Cedric yang malang.... Cedric yang kesepian.

Sementara Cecillia sudah ditenangkan oleh pelayan di kamar. Sekarang gadis kecil itu berada dalam pelukan pelayannya. Dia menangis di sana sampai berangsur-angsur tenang. Dia mulai tertidur kelelahan di pelukan pelayannya. Sampai kemudian pintu kamar itu terbuka perlahan.

Perhatian pelayan teralihkan. Melihat tuan mudanya masuk ke kamar nona. Lalu pelayan itu paham dengan kode Carlo, dia memindahkan tubuh kecil Cecillia yang tidur, ke pangkuan Carlo. Sedangkan dirinya segera keluar kamar dengan menutup pintunya lagi.

Satu tangan Carlo mendominasi punggung kecil anak perempuan itu. Dia kemudian menaikkan kedua kakinya ke ranjang sambil memeluk Cecillia yang mungil itu. Dia terlihat seperti sedang menina-bobokan bayi.

Carlo membaringkan Cecillia perlahan ke sampingnya. Dia menatap wajah tidur gadis kecilnya dengan tatapan yang tidak wajar. Itu bukan sorot mata kasih sayang seorang kakak kepada adik perempuannya.

Cukup lama Carlo memperhatikan Cecillia tidur. Sampai akhirnya Cecillia terbangun sendiri dan membuka mata. Cecillia mendongak. Matanya bertemu dengan mata tajam sang Kakak Pertama.

"Kakak?" bingung Cecillia. Tangan besar Carlo menyentuh wajah kecilnya. Ibu jarinya bergerak mengusap jejak air mata Cecillia.

"Kakak ada di sini. Lanjutkan tidurmu," ujar Carlo. Carlo yang sekarang sudah beranjak dewasa. Dia baru lulus sekolah, dan sedang bersiap ujian masuk perkuliahan.

"Kenapa kakak ada di kamarku?" tanya Cecillia polos.

"Kakak ingin memelukmu. Besok kakak akan pergi ujian masuk universitas, hanya kau yang bisa menenangkan diri kakak," ucap Carlo dengan gamblang.

"Kakak...." rengek suara Cecillia. Mata polosnya menatap wajah muda Carlo dengan keheranan. Sebab, belum lama dia berulang tahun dan meminta permohonan, doanya mulai terasa terkabul.

"Ya, adikku?" sahut Carlo dengan suaranya yang lembut.

Ini aneh. Cecillia kecil tidak mengerti. Tapi dia senang karena doanya terkabul dengan cepat. "Kenapa minggu lalu kakak tidak mengucapkan selamat ulang tahun untukku?" tanya Cecillia.

"Karena kau pergi merayakannya bersama temanmu, kan?" ucap Carlo.

Mata bulat Cecillia mengerjap. "Kakak tahu malam itu aku pergi ke luar rumah?" tanyanya kaget.

"Memangnya apa yang tidak kakak ketahui tentang dirimu? Kau adikku, tentunya kakak akan selalu mengawasimu setiap saat."

Kata-katanya penuh makna dalam. Sebenarnya Carlo itu menyeramkan. Tapi Cecillia kecil tidak mengerti bahwa ada makna tersembunyi dibalik ucapan tersebut.

"Jam berapa sekarang? Aku lapar, mau makan...." lirih Cecillia. Sudah waktunya makan malam.

"Mau makan di meja makan atau di kamar?" tanya Carlo. Cecillia terdiam sejenak untuk menimbang. Dia takut kalau makan bersama orang tuanya.

"Makan di kamar saja," pungkas Cecillia pelan.

Carlo tersenyum tipis. Mencium pipinya sekilas. "Baiklah, kakak akan mengantarkannya untukmu," kata Carlo kemudian beranjak keluar kamar. Sedangkan Cecillia yang ditinggalkan di kamar, terdiam bengong.

Kakaknya mencium pipinya? Itu adalah hal yang sangat langka. Maksudnya, jauh sebelumnya Carlo tidak pernah bersikap sedekat ini padanya. Sekarang Cecillia kecil percaya dengan doa sebelum meniup lilin ulang tahun sewaktu malam itu bersama Sean. Cecillia senang. Dia mendapat kasih sayang dari kakaknya!

Tanpa tahu bahwa itu bukan kasih sayang murni seorang kakak. Betapa malangnya Cecillia kecil yang sangat polos.

***

Terjerat Hasrat Dua Kakak Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang