Bab 20 - (Republish+info)

1.9K 85 4
                                    

Aku keluar kamar untuk mengambil minuman di kulkas. Saat menuruni tangga, dapat kulihat sosok Carlo duduk di sofa menonton televisi. Pria itu sedang libur katanya, mengatakan saat kami sarapan bersama, sehingga dia masih berada di rumah untuk alasan cuti.

Tch. Melihat wajahnya setiap hari membuatku muak. Lantas aku melengos melewatinya dengan acuh ke dapur. Sekilas terlihat tampilan di televisi itu sedang memutar acara pertandingan sepakbola secara live. Klub kebanggan Inggris yang Carlo sukai.

Sedikit kutahu, dia tampaknya suka dengan klub sepakbola Inggris. Apakah jangan-jangan Carlo ambil cuti kerja hari ini karena ingin menonton pertandingannya di televisi?

Ah, kenapa aku jadi memikirkannya?

"Cecil, kemarilah," perintah Carlo tepat saat aku akan naik ke lantai dua.

Aku sontak berhenti lalu menoleh padanya. "Kenapa?" Aku tak mau berdekatan dengannya lagi. Berada di dekatnya itu berbahaya.

"Drama yang kau sukai sudah mulai tuh," kata Carlo mengganti channel tv.

Aku melirik ke televisi. Benar yang dikatakannya. Drama romantis kesukaanku akhirnya sudah tayang lagi. "Lalu kenapa kau masih ada di sini?" Secara tak langsung aku mengusirnya.

"Memangnya kenapa kalau aku masih di duduk di sini?" Carlo malah melempar tanyanya padaku.

"Tidak perlu. Aku akan menontonnya di kamar," ketusku. Melengos pergi, lalu masuk ke kamar.

Aku berbaring di kasur sambil membuka laptopku. Mencari channel drama kesukaanku di aplikasi video. Setelah ketemu, aku meraih bantal dan memeluknya, fokus menonton drama.

Tak terasa kehadiran Carlo di kamar, membuat konsentrasiku terganggu; Carlo masuk ke kamarku tanpa permisi. Aku mencoba mengabaikannya saja.  Meskipun dia tampan, ketampanannya tidak dapat mengalihkan perhatianku dari para aktor itu.

"Cecil, aku punya pizza..."

"Pizza apa?" Aku tergoda. Menyebalkan. Dia malah membawa pizza. Makanan yang sangat kusukai.

Kulihat isi boxnya, pizza berukuran sedang ini terlihat masih hangat. Sepertinya baru datang beberapa menit lalu.

Aku mengambil sepotong pizza itu lalu menggigitnya. "Ini enak sekali!" gemasku.

"Jadi, bisakah kita menonton dramanya bersama?" kata Carlo. Dia naik ke atas kasurku.

Aku mengangguk. Ah dasar aku. Baru disogok pizza saja sudah luluh. Dasar lemah aku!

Akhirnya kami menonton drama bersama. Carlo menarik pinggangku mundur, dan sehingga aku bisa merasakan dada bidangnya menempel di punggungku. Dia tak memakan pizza namun hanya memainkan rambutku dengan tangannya.

"Apa shampomu masih ada?" tanya Carlo. Napas mulutnya berembus ke kulit tengkukku.

Aku hanya mengangguk. "Um."

"Besok pagi keramas lagi," kata Carlo lebih mirip memerintah.

Aku hanya asal mengiyakan. Lalu dia mengambil sejumput rambutku untuk dicium di bibirnya, menghirup aroma sampoku di hidungnya. Aku tidak terganggu hanya karena hal itu. Hingga menit berikutnya, aku membeku dalam diam, ketika adegan drama menunjukkan pasangan sedang berciuman.

Sial. Aku baru ingat. Harusnya aku tidak menonton drama romantis bersama keluarga! Karena jatuhnya menjadi drama horror yang membuatku malu sendiri di hadapan mereka. Termasuk Carlo, kakakku.

"Mereka melakukannya dengan sangat baik," komentar Carlo, aku menengok sedikit dan mendapati ekspresi wajahnya tampak datar tenang. Secara tidak terduga mata tajam itu melirik, segenap tubuhku terpaku oleh tatapannya.

Terjerat Hasrat Dua Kakak Where stories live. Discover now