Bab 12 - Kabur dari Pelacuran

1.9K 110 2
                                    



***

Aku membuka mata. Hal pertama yang kulihat adalah gelap. Mataku menyesuaikan lingkungan di sekitar. Setelah benar-benar terbangun, aku menyadari berada di dalam kurungan besi yang sempit. Aku terkejut. Beringsut bangun, aku melihat ke sekitar dengan bingung.

Di sekitarku ada banyak wanita meringkuk di kurungan besi masing-masing. Di dalam tempatku berada juga ada dua wanita yang pakaian mereka compang-camping. Penampilan mereka acak-acakan dan berdebu. Mereka kelihatan ketakutan.

"Hey, apa kau tahu ini ada di mana?" tanyaku pada mereka berdua. Kulihat salah satunya mengangkat wajah menatapku dengan sorot lelah.

"Kau ada di tempat penjualan manusia. Karena kita wanita, kita akan ditempatkan di rumah pelacur," jawab wanita kurus itu.

Aku tercengang. Mulutku tidak bisa berkata-kata. Jadi itu artinya aku telah diculik? Lalu aku akan dipekerjakan di rumah pelacuran? Mimpi buruk apa aku semalam?

Tidak mungkin .... Ini pasti mimpi! Aku yang asli pasti sedang tertidur di rumah!

Sekilas aku teringat sore itu. Aku ingat aku sedang berjalan kaki sendirian untuk pulang ke rumah. Tiba-tiba saja seseorang membekap mulutku dari belakang. Kemudian aku terbangun di tempat sempit seperti ini.

"Aw!" Setelah kucubit tanganku sendiri, rasanya sakit sungguhan. Artinya, aku tidak bermimpi!

"Biasanya mereka akan mengambil kita untuk dipersiapkan untuk pelanggan," tambah wanita kurus tadi.

"Apa kau pernah mengalaminya?" tanyaku.

"Ya.... Setelah selesai, mereka akan membawa kita ke sini lagi," lirih suara itu.

Jantungku berdebar kencang. Aku tidak mau. Membayangkannya saja langsung membuatku takut. Aku tidak mau mereka memilihku. Aku harus bersembunyi agar tidak terlihat! Bersembunyi disudut gelap dan meringkuk, sambil menyembunyikan wajah seperti mereka, aku berpikir rencana untuk kabur. Ayo pikirkan bagaimana caranya!

Tiba-tiba suara pintu terbuka, menyentak bahu kami semua. Dua orang pria masuk dengan aura sangar mereka. Kulihat para wanita itu semakin memojokkan dirinya seolah takut dan tubuh mereka penuh penolakan.

Aku mengintip dibalik lipatan lenganku di atas lutut. Memperhatikan dua pria asing itu yang sedang memindai pandangannya ke arah kami. Semoga aku tidak menjadi target perhatiannya. Semoga bukan aku!

Ah, aku yakin apa yang kuteriakkan dalam benak, juga diteriakkan para wanita itu.

Pria sangar itu berjalan mendekat. Jantungku kian berdebar. Seketika kusembunyikan seluruh wajahku dan tidak tahu mereka berjalan ke arah mana. Hingga kemudian suara gembok dibuka terdengar.

"Bawa dia keluar!" titah pria itu. Tanpa kuduga, sebuah tangan menarikku. Aku tersentak. Mataku tertegun. Aku dipilih.... Damn!

"Tidak! Aku tidak mau!" jeritku. Aku memberontak. Tetapi mereka tetap bisa menyeretku keluar. Dalam sekejap kedua tanganku diborgol layaknya pelaku kriminal yang akan dipenjara.

Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain menurut, mengikuti langkah mereka. Dua pria itu menjagaku di kedua sisi. Membuatku sulit untuk melarikan diri.

Kami berhenti. Mereka melepas borgol, lalu mendorongku ke kamar. Suara pintu mengunci, membuatku kini sendirian di dalam kamar. Apakah aku akan dipakai? Aku tidak mau.....

Aku harus keluar dari tempat ini!

Aku berlari ke jendela. Kulihat ketinggiannya. Lumayan tinggi. Dengan ketinggian setara dua lantai. Kubuka jendela, ternyata tidak dikunci. Dengan terburu-buru aku mengurai semua kain yang ada di kasur. Mengikat setiap ujung seprai itu dengan sarung bantal, menjadi tali.

Aku menyeret ranjang itu agar dekat dengan jendela. Mengikatkan kain itu ke kaki ranjang. Kemudian melempar keluar kain itu ke jendela. Aku merangkak ke luar jendela sambil berpegangan pada kain. Turun dengan hati-hati. Namun, karena kurangnya bahan, aku hanya bisa terhenti di pertengahan.

Melirik ke bawah kaki, tanah itu masih jauh di bawah sana. Kalau aku melepaskan pegangan, maka aku akan jatuh dengan keras. Lalu suaranya menarik perhatian orang di sekitar. Belum lagi dengan kondisi kakiku entah bagaimana. Itu adalah resiko nyata.

Tapi, keadaan sedang terdesak! Aku membulatkan tekad. Persetan dengan patah tulang. Aku harus kabur dari tempat ini! Kulepaskan tanganku. Seketika tubuhku meluncur turun dengan cepat.

Bruk!

Sakit! Sakit sekali! Aku cepat-cepat bangun. Berlari dengan langkah pincang. Berlari masuk ke jalan gang yang remang-remang.

Tapi sepertinya aku salah jalan.... Ketika bertemu dengan sekelompok pria bersama beberapa wanita. Salah satunya terlihat sedang menyatukan tubuh. Kemunculanku di sini, mengundang perhatian para lelaki itu.

Reflek kakiku melangkah mundur. Aku berbalik bersiap lari, tepat ketika tangan mencekal pergelanganku. Aku memutar tubuh. Anggota geng itu menahanku! Tanganku menggeliat. Berusaha lepas.

"Tidak! Lepaskan aku! Aku minta maaf telah salah jalan!" teriakku memohon.

"Kau adalah wanita baru yang mereka kirim untuk kami. Jadi mau pergi kemana, jalang?" kata pria itu. Mulutnya bau alkohol. Itu tercium sangat tidak enak. Membuatku menahan napas sejenak.

Alarm berbahaya berdering nyaring di kepalaku. Mereka bergerak pindah dari tempat masing-masing. Berjalan ke arahku. Membuatku merasa seperti kelinci yang dikepung serigala buas.

Dalam sekejap mereka mendesakku ke tembok. Menahan kedua tanganku. Wajah pria itu mendekat sambil menyeringai. "Hey, nona, sudah berapa tongkat yang masuk padamu sebelumnya?" ujarnya sangat tidak berpendidikan.

Dapat kurasakan tangan mereka menyelinap ke dalam bajuku. Aku terus menggeliat. "Lepaskan aku!" teriakku. Memelototi mereka dengan berani. Berharap mereka akan takut, nyatanya sikapku dianggap sebagai candaan lucu. Mereka terkekeh.

Sensasi merinding, merayap ke punggung ketika tangan mereka meraba paha celana jeans ketatku. Kakiku ingin menendang mereka. Tentu saja bisa kalau tidak ditahan mereka.

Tidak.... Aku tidak mau.... Seseorang tolong....

Kak Carlo....

Tanpa sadar aku justru menyebut namanya dalam hatiku. Padahal, dia sosok yang berbahaya. Tetapi naluriku mengatakan tidak sudi di sentuh mereka kecuali Kak Carlo.

Air mataku menggenang. Aku memejamkan mata dengan ketakutan.

"Apa yang kalian lakukan padanya!!!"

Sontak mataku terbuka membelalak. Barusan aku mendengar suara familiar. Setelahnya pergerakan tangan mereka di bajuku terhenti. Kuperhatikan wajah mereka nampak kaku terkejut. Ketika aku mengikuti arah pandang mereka, barulah aku tahu. Perasaanku menjadi lega.

Di sana, wajah marah Cedric memelotot pada mereka. Cedric kemudian berjalan dengan langkah lebar. Setiap hentakan kakinya menunjukkan bahwa dia sedang sangat marah. Seiring dia mendekat, cengkraman di tubuhku mulai mengendur. Selanjutnya, pukulan menghantam wajah mereka oleh Cedric.

Mereka nampak tidak melawan. Membiarkan Cedric memukuli dan menendang mereka dengan keras. Sambil berteriak-teriak meminta ampun. Aku melihat itu dengan senang dan puas. Mampus saja kalian!

"Ampun, bos!!! Ampun!!!"

"Siapa yang menyuruh kalian menyentuh ADIKKU!!!" murka Cedric. Aku terpana melihatnya. Seumur-umur kami hidup bersama, aku belum pernah melihat dia semarah ini karena diriku. Aku merasa tersentuh. Terharu padanya. Rupanya, dibalik sifat cueknya, dia sosok kakak yang masih punya peduli pada adik perempuannya.

"Kalian berlima! Tunggu hukuman dariku!" tekan Cedric. Lalu dia berbalik dan menatapku. "Apa kau terluka?" tanyanya menangkup wajahku.

Aku menggeleng. Air mataku meluncur. Jemari Cedric mengusapnya. "Sekarang kau aman bersamaku. Ayo ikut aku," ajaknya menggandeng tanganku.

***

Terjerat Hasrat Dua Kakak Where stories live. Discover now