17 - Maaf, Kak

5K 909 33
                                    

Dion sudah mengizinkan Renza keluar dari gudang dan sekarang anak itu sedang membersihkan badannya. Dion dan Riana pergi ke luar kota selama tiga hari meninggalkan Renza bersama sang kakak. Setelah mandi Renza berniat ingin melihat kondisi Juan, tapi sebelumnya dia ingin membuatkan bubur kacang hijau untuk kakaknya itu.

Juan harus segera sembuh karena besok pagi mereka akan melaksanakan simulasi ujian sekolah. Meskipun sebenarnya Renza juga ingin mengejar peringkat satu, tapi Renza akan melakukan itu dengan cara yang sportif.

Hari mulai siang, tapi udara masih terasa dingin. Semangkuk bubur kacang hijau panas sudah siap bersama segelas air putih di atas nampan. Renza segera naik menuju kamar Juan, semoga kakaknya suka dengan bubur buatannya.

Pintu kamar terbuka setengah, anak itu lantas masuk perlahan. Terlihat Juan sedang bersandar sambil menonton televisi. Pria di atas ranjang itu langsung menengok ketika si adik berjalan ke arahnya.

“Aku buatkan bubur kacang hijau untuk Kakak.” Ucap Renza seraya meletakkan nampan di atas nakas. Juan hanya memperhatikan Renza tanpa berbicara sedikit pun.

“Oh atau mau Renza bantu?” Renza mengambil mangkuk itu kemudian bersiap menyuapi Juan. Juan hanya memandangi Renza saat sendok berisi bubur itu sudah tepat di depan bibirnya.

Hening, Renza diam dan Juan juga tak segera membuka mulutnya.

“Keluar.” Satu kata yang membuat tubuh Renza beku seketika.

“KELUAR!” Bentak Juan.

“Ahhh panas Kak.” Juan mendorong mangkuk hingga isinya menumpahi tangan Renza. Juan menghela napas kasar.

“Kak, Renza minta maaf udah bikin Kakak sakit.” Juan masih diam.

“Renza kali ini memang salah, tapi sebelum ini Renza udah bikin salah apa ke Kakak sampai Kakak sebenci ini sama Renza?”

“Lo bisa diem nggak?” Juan menatap tajam mata basah adiknya.

“Renza nggak tau salah Renza apa ke Kakak. Apa karena Renza cacat? Iya Kak?” Tanya Renza sambil berusaha agar tidak terisak. Juan mengalihkan pandangannya ke arah tv.

“Kakak malu ya punya adik kayak Renza?”

“Adik yang nggak bisa jalan dengan baik, adik yang kakinya cacat sebelah, adik yang nggak bisa diajak main keluar, karena cuma bisa malu-maluin kakaknya.” Renza terisak, dadanya sangat sesak.

“Renza minta maaf, karena nggak bisa jadi adik yang Kak Juan inginkan. Tapi ini juga bukan kemauan Renza, Kak. Ini yang Tuhan kasih ke Renza, Renza nggak bisa nolak.” Anak itu makin terisak, Juan masih diam mendengarkan adiknya berbicara.

“Renza pingin main lagi sama Kakak kayak dulu. Renza pingin jalan-jalan lagi sama Kak Juan. Atau kalau Kakak malu kita bisa main di dalam rumah.”

“Renza bisa main PS, Renza juga bisa main game online lewat HP. Kakak mau kan?” Tak ada jawaban dari Juan. Juan masih membisu.

“Meskipun di dalam rumah, Kakak masih malu ya?”

“Ya udah gapapa, Kak. Tapi Renza cuma mau bilang kalau Renza sayang banget sama kakak. Nanti kalau Kak Juan udah nggak malu, Renza masih nunggu Kakak buat main lagi sama Renza.”

“Sekali lagi Renza minta maaf, Kak.” Final Renza kemudian membersihkan bubur kacang hijau yang tumpah di lantai kamar Juan lantas segera pergi.

Juan menggenggam erat remot tv yang dia pegang. Ada sesuatu yang merambat di dalam hatinya. Sejurus kemudian pria itu melempar remot tv ke arah vas bunga hingga pecah.

Di sini, di kamar yang menjadi saksi tiap tangis dan sakit yang Renza tahan, anak itu membuka buku diary-nya. Masih belum menulis, dia sedang memutar memori-memori kebersamaannya dengan sang kakak.

Dulu Juan tak sebenci ini dengan Renza. Dulu Juan masih mau bermain dengannya meskipun di dalam rumah. Tapi semakin dewasa, Juan semakin menghindari berinteraksi dengan dirinya.

Ia mengingat bagaimana dulu kakaknya selalu panik saat teman-temannya datang dan dia sedang bersamanya. Juan tak ingin teman-temannya tahu bahwa dia memiliki saudara yang kekurangan. Renza pasti selalu bersembunyi, tidak keluar kamar sampai teman-teman Juan pulang.

Tapi Renza masih senang, setidaknya Juan masih bisa diajak bermain. Sekarang benar-benar berbeda, ingin mengobrol saja Juan pasti selalu mengalihkan kegiatan ataupun langsung pergi menghindarinya. Renza selalu merasa kesepian.

Sakit sekali rasanya kalau Renza boleh jujur. Dia juga manusia, bisa merasakan segala bentuk perasaan. Dia bukan binatang yang ketika melakukan sesuatu dengan kurang tepat bisa langsung dipukul seenaknya. Bahkan sebenarnya binatang pun tidak boleh diperlakukan seperti itu.

Renza ini seorang adik, seharusnya dia bisa mendapatkan kasih sayang yang lebih. Itu karena adik tak hanya mendapatkan kasih sayang dari orang tua, tapi juga dari kakak. Namun hal lain terjadi pada Renza. Jangankan kasih sayang seorang kakak, kasih sayang dari orang tua pun tak Renza dapatkan sepenuhnya. 

Kadang dia ingin protes kepada Tuhan, kenapa dia lahir ke dunia dengan kehidupan yang seperti ini. Ingin sekali dia minta keadilan pada Tuhan atas hidupnya. Tapi dia hanyalah manusia yang tidak punya hak apa pun untuk menuntut Tuhan. Namun pada akhirnya dia hanya akan menerima saja, menjalani setiap waktu yang ia punya dengan berpasrah pada Tuhan.

Tangannya mulai menggoreskan tinta pada halaman kosong. Sesekali dia terisak, namun selalu ia paksa untuk berhenti.

Teruntuk Kakak,

Seberapapun besarnya rasa benci Kak Juan kepada Renza, percayalah itu nggak membuat rasa sayang Renza kepada Kakak berkurang sedikitpun.

Renza bahagia bisa punya Kakak yang hebat seperti Kak Juan. Kakak yang pintar, punya banyak bakat, dan tampan seperti ayah.

Kadang hati Renza sakit ketika Kakak mengacuhkan Renza, tapi Renza selalu yakin  bahwa Kak Juan nggak bermaksud untuk menyakiti hati renza.

Renza sedih nggak bisa main bareng lagi sama Kakak kayak dulu, padahal Renza pingin banget ngabisin waktu bareng kakak.

Kita ini adik kakak, tinggal di satu rumah yang sama, tapi kenapa ya kita rasanya jauh banget?

Kalau lagi nonton Upin & Ipin itu Renza suka sedih, karena selalu ingat Kakak tapi nggak bisa dekat sama kakak.

Sampai detik ini Renza bersyukur karena masih punya Kak Juan. Renza berharap suatu saat nanti Kakak bisa balik lagi sama Renza kayak dulu.

Renza minta maaf karena terlahir sebagai adik yang mengecewakan kakaknya. Renza minta maaf karena nggak sesempurna Kakak. Sekali lagi Renza minta maaf.

Renza sayang Kakak.

Dari adikmu yang tak sempurna,
Fahrenza















___________________
___________________

Makasih yang masih setia bacaDear Renza^^

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Makasih yang masih setia baca
Dear Renza^^

Maaf ya kalo kadang ada yang kurang feel-nya, atau mungkin aneh (?)

Intinya komentar dari kalian itu ngaruh banget buat aku. Kayak ngasih energi tersendiri buat aku yang masih amatir ini:")

Baca terus sampe end yapp!

Vote + Komen Juseyoooo~

Oke cut!

Dear Renza [TERBIT]Where stories live. Discover now