11 - Lampu

5.6K 1K 75
                                    

Hujan baru saja turun, aroma petrichor tercium hingga ke dalam rumah. Renza berdiri di dekat jendela kamarnya, menikmati semilir angin dan tetesan air hujan dari genting.

Dion baru saja menyuruhnya bersiap untuk ikut ke acara ulang tahun sang paman. Tapi, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Ia takut menjadi pusat perhatian, sudah lama sekali Renza tidak ikut ke acara keluarga seperti ini.

Laki-laki itu berjalan menuju lemari pakaiannya, memilih kemeja mana yang akan ia pakai. Setelah lima menit berpikir dan membandingkan baju-baju yang ada, akhirnya ia memilih menggunakan kemeja berwarna biru yang dipadukan dengan dasi dan setelan jas berwarna navy.

Acara malam ini lebih formal dibandingkan perayaan ulang tahun pada umumnya karena tamu yang datang adalah keluarga besar yang mayoritas adalah pengusaha-pengusaha besar dan pejabat. Maka dari itu, Renza juga harus memilih pakaian yang sesuai.

Bayangan dalam cermin itu begitu menawan. Orang-orang pasti akan langsung terpesona dengan Renza saat seperti ini. Pria itu mengembuskan napas panjang agar tidak gugup, ia akan bertemu dengan keluarga besar Dion yang belasan tahun tidak melihatnya.

Renza turun menuju ruang tamu, sudah ada Riana dengan dress hitam sebetis dan rambut yang ditata begitu apik. Cantik sekali. Tak jauh dari sang mama ternyata Juan juga sudah siap memakai outfit yang sama dengan Renza, hanya berbeda warna saja.

Sebenarnya Renza dan Juan tidak berbeda jauh, baik urusan akademik, non akademik, maupun paras. Keduanya memiliki daya tarik sendiri-sendiri, sudah terlihat sejak mereka menginjak usia remaja. Aura mereka akan terpancar dengan cahayanya masing-masing baik saat berpenampilan seperti saat ini ataupun saat hanya menggunakan pakaian rumah biasa.

Tapi, entah mengapa Dion dan Riana memperlakukan mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan yang mungkin tidak begitu penting bagi mereka, namun sangat terasa bagi Renza. Mereka tidak akan peduli dengan segala perasaan yang anak bungsunya rasakan, karena prioritas mereka saat ini adalah bagaimana caranya agar keluarga seorang Dion dipandang sebagai keluarga sempurna yang diinginkan banyak orang.

Dengan cara "menyingkirkan" Renza.

Dion menuruni tangga sembari memakai jam tangan Rolex barunya, terlihat begitu gagah dan berwibawa. Melihat seluruh anggota keluarganya sudah siap, pria itu lantas mengajak mereka untuk segera berangkat menuju hotel milik sang paman.

Selama perjalanan di dalam mobil Renza hanya diam tidak ikut masuk ke obrolan Juan dan orang tuannya. Obrolan yang terdengar asik dan seru, obrolan yang sebagian besar tidak bisa Renza pahami. Akhirnya anak itu memilih melihat ke arah luar melihat jalanan yang ramai.

Sesampainya di hotel mereka langsung di arahkan seorang karyawan hotel untuk menuju ke sebuah ballroom. Di tempat ini sudah banyak orang yang hadir, pemilik acara pun juga sudah sibuk menyapa satu per satu tamunya.

"Dion, apa kabar?" Paman menyambut ayah dengan ramah sambil berpelukan melepas rindu.

"Baik Kak. Kakak juga baik kan?" Tanya Dion seraya melepas pelukan.

"Tentu saja. Riana, Juan, dan-" Paman menyalami Riana dan Juan, kemudian berpikir sejenak saat melihat Renza. Berusaha untuk mengingat nama anak yang sudah lama tidak ia temui.

"Renza, Om." Ucap Renza seraya menjabat tangan sang paman.

"Ahh, iya Renza. Kamu sudah besar sekarang, tampan. Tapi, sudah bisa berjalan normal ya? Dulu kalo kemana-mana selalu bawa tongkat." Renza hanya tersenyum, tidak tahu harus menjawab seperti apa.

Kini wajah Dion dan Riana juga mulai berubah mendengar pembahasan tentang kondisi kaki Renza. Dion akhirnya mengalihkan pembicaraan sang paman dengan mengajaknya untuk bertemu saudara yang lain.

Dear Renza [TERBIT]Where stories live. Discover now