9 - Sekotak Martabak

6.1K 1K 50
                                    

Usianya hampir 17 tahun dan dia masih suka menonton serial Upin & Ipin, sehari pun tak pernah terlewatkan. Seperti siang ini, sambil menunggu bus datang ia melihat kartun itu dari ponselnya. Sesekali tersenyum melihat keakraban si kembar dari negeri tetangga.

Tanpa sadar ada seseorang yang ikut melihat tayangan itu. Bahkan Renza tidak sadar orang itu masih di sampingnya sampai video YouTube itu selesai diputar. Pria itu terperanjat melihat seorang gadis menyeringai di depan wajahnya.

“Ka-mu siapa?” Renza bergeser beberapa senti menjauhkan tubuhnya.

“Hehe, makasih ya udah di kasih tontonan gratis. Aku pulang dulu udah di jemput. Dadahhh.” Gadis bersurai hitam sebahu itu pergi begitu saja meninggalkan Renza yang tengah keheranan. Tak lama kemudian bus datang, segera ia naik agar tak tertinggal.

Siang ini dirinya tidak langsung pulang ke rumah, ia harus pergi ke salah satu rumah makan. Sesampainya di sana Renza langsung menuju bilik belakang dapur untuk berganti baju. Topi dan celemek dengan warna senada juga sudah ia pakai. Ya, Renza bekerja di sini.

Ia sudah bekerja di sini sejak seminggu yang lalu. Haidar yang mengenalkannya pada pemilik rumah makan untuk bekerja part time. Awalnya si pemilik rumah makan sedikit bimbang karena Renza masih pelajar, tapi karena pengaruh ucapan Haidar pada si pemilik, ia bisa diterima bekerja.

Renza ingin kuliah namun ayah melarang entah apa alasannya. Ayah bilang jika memang Renza ingin kuliah maka ia harus membayar biaya kuliahnya sendiri. Jika tidak mulai menabung sejak sekarang, besok ia pasti akan sangat kesulitan. Biaya kuliah tidaklah sedikit dan sekarang dia sudah kelas sebelas, tahun depan sudah harus siap mencari universitas. Ia juga sedang belajar mati-matian saat ini, berharap bisa mendapatkan beasiswa di kampus yang ia inginkan.

Tak peduli seberapa lelah tubuhnya, Renza ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Setiap pulang sekolah ia harus bekerja sampai pukul delapan malam. Setelah itu dia akan langsung belajar.

Apalagi dia tidak mendapat les tambahan di luar seperti Juan, sehingga dia harus belajar mandiri lebih ekstra agar nilainya tak terpaut jauh atau bahkan sama dengan Juan.
Belajar pun ia kadang sampai lupa waktu dan lupa makan. Sering kali ia melewatkan makan malam karena sibuk membuat ringkasan materi padahal dirinya memiliki riwayat sakit mag.

Ia selalu tidur di atas jam 11 malam dan harus bangun pagi-pagi sekali untuk menyiapkan sarapan. Tidak ada Bi Jum lagi sekarang, karena beliau sudah mengundurkan diri. Suaminya sakit-sakitan di kampung dan Bi Jum lah yang harus merawat. Saat itu Bi Jum benar-benar sedih harus meninggalkan rumah ini, lebih tepatnya meninggalkan Renza. Bi Jum takut Renza sendirian, tapi setelah Renza meyakinkan bahwa dirinya akan baik-baik saja Bi Jum bisa pulang dengan lebih tenang.

Sebentar lagi jam kerjanya selesai, Renza segera bersiap untuk pulang. Dalam perjalanan pulang ia melihat ada martabak manis kesukaan Juan. Laki-laki itu mampir untuk membeli sekotak martabak. Ia berharap Juan merasa senang dibelikan makanan favorit olek adiknya.

Saat TK setiap Dion pulang kerja pasti membawa makanan untuk kedua anaknya. Dion biasa membawa martabak manis untuk Juan dan donat untuk Renza. Juan selalu menghabiskan martabak itu tanpa menyisakan untuk yang lain.

Bahkan jika sudah tiga hari tidak dibawakan martabak Juan selalu merengek minta untuk diantar membeli martabak di dekat kantor brimob. Tempat yang sama seperti yang Renza datangi saat ini. Masih dengan penjual dan gerobak yang sama, bedanya hanya si penjual sudah didampingi sang istri.

Sesampainya di rumah ia segera mencari keberadaan Juan. Ternyata kakaknya sedang bermain playstation sendirian.

“Kak, ini aku bawakan martabak manis kesukaan Kakak.” Ucap Renza seraya menyodorkan makanan itu pada Juan. Pria itu hanya memandang adiknya sekilas.

Dear Renza [TERBIT]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant