40 - Habis

7K 864 126
                                    

Dion berdiri di belakang dokter yang sedang memeriksa kondisi putra bungsunya. Hatinya harap-harap cemas. Terlihat dari bagaimana gestur tubuhnya saat ini. Pria itu menemani Renza sendirian, Juan baru saja diantar Haidar pulang untuk membersihkan diri.

Riana? Perempuan itu masih belum datang  hingga sekarang. Ponselnya juga mati sehingga Dion tidak dapat menghubungi.

Dokter itu berbalik, menepuk-nepuk pelan lengan Dion. Pria itu masih menunggu segala penjelasan dari seseorang di hadapannya. Dokter bilang kondisi Renza sudah stabil, tinggal menunggu sadar saja. Dion menghela napas sedikit lega.

Tak lama setelah dokter dan dua perawat ke luar, Juan tiba dengan kondisi yang lebih baik meskipun matanya terlihat begitu sayu. Pria yang sangat mirip dengan Dion itu kemudian mendekati adiknya yang masih terbaring.

"Bagaimana keadaan Renza, Yah?"

"Doakan saja agar dia segera sadar. Dokter bilang kondisinya sudah lebih stabil." Jawab Dion lantas mengusap punggung sulungnya.

Juan duduk di samping brankar Renza, memandangi sosok yang telah menyelamatkannya tadi malam. Matanya menelisik wajah teduh adiknya, Renza begitu tenang. Pria itu lantas terisak, membuat Dion mendekat.

"Sudah-sudah, Renza pasti akan baik-baik saja." Tenang Dion seraya memeluk tubuh Juan. Pikirannya masih pada Riana yang tak kunjung datang. Perempuan itu benar-benar egois sekali.

Matahari semakin tinggi dan istrinya masih belum juga sampai. Puluhan panggilan ia tujukan ke nomor Riana, tapi satu pun tak ada yang diangkat.

Di sini sudah ada Haidar dan Zoya juga. Gadis itu menemani sambil menggenggam erat tangan Renza sedari tadi. Tak berpindah posisi, masih dengan posisi yang sama sejak ia datang. Pandangannya juga tak lepas dari wajah kekasihnya.

Juan melirik ke arahnya, rasanya sakit sekali melihat Zoya menangis tanpa suara. Bulir bening dari mata sang gadis yang sesekali mengalir tanpa ada yang berani mengusapnya.

Haidar juga merasakan hal yang sama seperti Juan. Ingin sekali pria itu menghapus air mata Zoya, namun Renza sepertinya lebih berhak. Kedua pria itu hanya bisa memandang gadis yang dicintai menatap nanar seorang pria yang tengah berjuang untuk sadar.

Di tengah-tengah keheningan yang menyelimuti, mata Zoya melirik ke arah tangan yang ia genggam. Tangan pria itu bergerak membuat Zoya reflek menegakkan punggungnya.

"Renza.." Lirih Zoya, membuat ketiga pria yang tengah duduk di sofa mengangkat kepala bersamaan.

Dion mendekat lalu memanggil dokter saat melihat ada pergerakan pada tangan putranya. Dokter masuk lagi bersama beberapa perawat. Dion merangkul tubuh mungil Zoya dan mengusap lengannya lembut. Mencoba untuk memberikan ketenangan meskipun hatinya sendiri tidak kalah gelisah.

Mata Renza terbuka perlahan dengan begitu lemah. Dokter memberikan interaksi kecil agar pasien bisa memberikan responnya. Pria berjas putih itu lantas menghela napas lega saat Renza mengangguk. Seorang perawat lantas mengganti masker oksigen Renza menjadi nasal kanula.

"Ayah.." Lirih Renza saat menangkap keberadaan Dion. Pria itu lantas mendekati putranya.

Renza tersenyum begitu lemah saat tangan kekar sang ayah menggenggamnya. Dion dengan mata yang basah mengusap lembut surai hitam anaknya.

"Ayah jangan nangis.." Ucap Renza lemah. Dion mengangguk lantas mencium kening Renza.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama Renza kembali mendapatkan kasih sayang dari sang ayah. Hatinya menghangat saat tangan Dion menggenggam erat tangannya. Renza lantas melirik ke arah Juan, membuat pria itu langsung mendekat.

Dear Renza [TERBIT]Where stories live. Discover now