18 - Peri, Permen Kapas, dan Janji

5.1K 827 30
                                    

Gadis berseragam dengan jaket jeans crop  berlari kecil ke sudut lapangan, menghampiri seorang pria yang sudah menunggunya sejak lima menit yang lalu. Mereka sudah berjanji untuk membeli buku dan permen kapas bersama.

Zoya lantas menarik tangan laki-laki itu untuk cepat-cepat menunggu bus di halte. Dia terlihat sangat antusias karena sudah dijanjikan untuk dibelikan permen kapas.

Sepanjang perjalanan Zoya tak henti-hentinya bercerita, mulai dari hal yang penting sampai hal yang tidak penting sama sekali. Renza masih setia mendengarkan, suara Zoya sangat nyaman di telinganya.

“Aish, Renza dengerin Zoya ngomong nggak sih?” Perempuan itu mengerucutkan bibirnya, membuat Renza terkekeh.

“Iya, iya, aku denger kok. Sok atuh ngomong lagi.” Pria itu meraih tas perempuan itu untuk diletakkan di pangkuannya sendiri.

“Kok jadi Sunda?” Zoya tergelak, suara tawanya sangat renyah. Renza tersenyum, hatinya tiba-tiba menghangat.

Tak lama kemudian bus berhenti, mereka masih harus berjalan beberapa meter untuk sampai ke toko buku. Aroma buku tercium ketika mereka melangkahkan kaki ke dalam bangunan yang tak terlalu besar itu.

Satu per satu rak mereka telusuri untuk mencari judul yang diinginkan. Sesekali membaca deskripsi beberapa buku yang sekiranya menarik perhatian. Mereka sibuk sendiri-sendiri sampai menemukan buku yang dimaksud.

Renza mengambil sebuah buku dongeng tentang peri, menyatukannya dengan buku yang sebelumya ia ambil lalu membayarnya di kasir bersama dengan buku yang Zoya pilih. Setelah itu mereka keluar berjalan menuju ke lapangan kota untuk mencari penjual permen kapas yang biasanya berjualan di sekitarnya.

Perempuan setinggi 152 cm itu begitu senang akan dibelikan permen kapas oleh Renza. Sesekali Renza tertawa melihat tingkah konyolnya. Zoya berjalan beberapa meter lebih cepat dari Renza kemudian mengeluarkan ponsel.

“Renza! Aku foto ya, kamu pose di situ.” Ucap Zoya sambil menunjuk ke sebuah bangunan yang terlihat sangat tradisional.

“Enggak ah, malu.”

“Aishh, kok malu sih. Kamu kan ganteng, ngapain malu? Ayok cepat!” Renza segera mengiyakan kemauan Zoya sebelum perempuan itu berteriak lebih keras. Takut orang-orang semakin memperhatikannya.

“Nah, bagus kan. Aaaa lucuuuu. Zoya suka banget deh.” Gadis itu kegirangan saat melihat hasil jepretannya sendiri.

Renza segera menggandeng tangan mungil itu untuk berjalan. Takut jika tiba-tiba hilang di antara banyaknya orang yang berlalu-lalang. Ditambah hari ini adalah hari Sabtu, semakin sore semakin banyak orang yang berjalan-jalan di sini.

Sekitar lima menit berjalan mereka sampai di taman kota, gerobak permen kapas juga sudah terlihat dari jauh. Zoya menunggu di sebuah bangku panjang, sedangkan Renza sudah mengantre di samping gerobak.

Dua permen kapas berwarna ungu dan biru sudah ada di genggaman Renza. Zoya tersenyum lebar melihat kedatangan Renza yang membawa makanan manis itu.

“Makasih Renza.” Ucapnya setelah menerima satu permen kapas warna biru. Renza mengangguk dan tersenyum.

Pria itu memperhatikan Zoya suap demi suap benda seperti kapas itu masuk ke mulut. Merasa diperhatikan, gadis itu menoleh dan menaikkan alisnya, seolah bertanya "kenapa?".

"Aku rasa kamu nggak tau cara makan permen kapas dengan benar." Ucap Renza, Zoya praktis mengerutkan dahi.

"Perhatikan." Titah Renza, perempuan itu langsung fokus.

Renza membuka plastik permenya lalu mengambil sedikit dan melahapnya. Pria itu memandang wajah Zoya seraya menunggu benda manis itu leleh di lidahnya.

"Gitu caranya. Makanlah permen kapas sedikit demi sedikit, jangan langsung banyak. Kamu bisa membiarkan permen itu cair sampai kamu merasakan manisnya. Kamu harus menikmati manis itu sampai rasanya hilang. Barulah kamu bisa mengambil secuil permen berikutnya." Jelas Renza.

Dear Renza [TERBIT]Where stories live. Discover now