Bab. 4

1.8K 201 11
                                    

Waktu baru menunjukkan pukul delapan pagi saat Dita turun dari ojek daring yang ditumpanginya. Dari indekosnya tadi dia bertolak pukul enam pagi menggunakan moda transportasi KRL untuk pulang. Sengaja mengambil keberangkatan paling pagi agar lebih cepat tiba di rumahnya ini.

"Aunty Dita!" Seruan manja dari Rany menyambut kepulangannya pagi ini.

"Chava!" Dita berlari kecil menghampiri sang ponakan yang tengah berjemur bersama ibunya. Rany dianugerahi seorang putri cantik yang diberi nama Chava.

"Hei! Jangan dekat-dekat!" tegur Miranti dari arah dalam rumah.

Dita yang memang sejak awal juga berniat menjaga jarak dengan bayi berusia 40 hari itu, diam di tempatnya. Menarik seutas senyum, Dita ingin bergegas menghampiri sang ibu. "Assala--"

"Kamu itu harusnya mengerti, kamu kan, baru saja sampai. Habis naik angkutan umum, banyak debu dan polusi yang menempel di tubuh kamu. Kamu mestinya menjaga jarak dengan Chava!" Miranti menatap tajam pada putri sulungnya.

"Tadi juga Dita nggak sampai dekati Chava, kok Bu!" sahut Rany.

"Itu kan karena ibu teriak dari dalam, coba kalau tidak?" Miranti mematahkan pembelaan Rany.

Ucapan salam yang sudah di ujung lidah tadi, kembali tertelan ke tenggorokan. Niat hati ingin mencium tangan ibunya, jadi ia urungkan, khawatir kuman yang mungkin menempel pada tangannya akan berpindah pada tangan sang ibu.

"Dita masuk dulu, Bu," pamitnya.

Begitu melewati Rany, ia merasakan tangannya mendapat usapan singkat dari adiknya itu. Ia tahu adiknya itu bermaksud memberinya kekuatan, tapi Dita sudah kuat lebih dari yang Rany tahu. Kekesalan ibunya itu bukan tanpa alasan. Dita jelas tahu ibunya sudah lama kecewa dengan dirinya yang tidak juga sukses. Berbanding terbalik dari Rany yang memiliki popularitas sebagai seorang artis instagram.

Dari ruang tamu, ia berbelok menuju kamarnya yang berada di ujung dekat dapur. Ia dan Rany, hanya dua bersaudara. Dibesarkan seorang diri oleh sang ibu yang menjanda sejak Rany balita. Mendiang ayah mereka yang seorang mandor proyek yang meninggal karena kecelakaan kerja.

Dita memilih indekos sejak hampir empat tahun yang lalu. Membuat rumah ini hanya ditempati ibunya, Rany dan Pras. Setelah meletakkan tasnya di kamar, Dita lantas menuju kamar mandi, untuk mencuci tangan, kaki dan wajahnya. Setelah itu niatnya, Dita akan berganti pakaian. Ia sudah tak sabar ingin bermain dengan keponakannya.

"Ibu kira, kamu nggak akan pulang."

Suara itu menyambut Dita begitu ia keluar dari kamar mandi. Sambil menjejakkan kakinya di keset, ia menoleh pada sang ibu yang tengah membereskan satu peti buah jeruk di dapur.

"Pulang dong, Bu. Dita sengaja ambil cuti. Kan, mau bantu-bantu acara syukuran 40 hari, Chava." Dita berjalan mendekati sang ibu.

"Kalau tidak ada acara syukuran kamu tidak pulang? Begitu?" balas Miranti.

"Bukan begitu ...."

"Karena pekerjaanmu? Jadi tidak sempat pulang? Kerja, kerja, kerja terus, tapi hidupmu begitu-begitu saja, Dita!" Miranti mengatakannya dengan keras sampai Dita refleks memundurkan wajahnya.

"Sepenting apa sih pekerjaan kamu, sampai tidak sempat pulang!" lanjut Miranti pada putri sulungnya yang duduk bersila di hadapannya.

"Kamu kerja sampai lupa pulang ke rumah, padahal gaji kamu juga jauh di bawah pendapatan Rany. Jabatan kamu mentok saja di Deputi Manajer. Umurmu sudah hampir kepala tiga, tapi masa depanmu masih belum kelihatan!" Miranti rupanya belum puas mengkritisi pencapaian putrinya yang menurutnya bergerak seperti keong.

Dita and The Boss✅| Lengkap Di KaryakarsaWhere stories live. Discover now