Bab. 32

1.5K 195 34
                                    

Dita : Pak, maaf saya tidak sempat pamit. Ibu saya meminta saya pulang. Jadi saya mendadak pulang semalam. Terima kasih untuk kemarin, Pak.

Dita meneguk ludah, merasa sedikit bersalah setelah berbohong pada Arkha. Apalagi ia membawa serta nama ibunya dalam kebohongan itu. Namun, Dita merasa ibunya memang menginginkan dirinya pulang meski tidak meminta. Makanya pagi ini, ia langsung pulang ke rumahnya.

Wajah cemberut sang ibu menyambutnya di depan pintu. Ia membalasnya dengan senyum lebar, meski hatinya belum benar-benar merasa lebih baik. Ya, berpura-pura baik-baik saja memang sudah menjadi keahlian Dita.

Dita akhirnya bisa menikmati quality time bersama keluarganya di hari minggu ini. Membayar ketidakpulangannya kemarin, dengan menggantikan ibunya memasak di dapur. Tidak hanya itu ia malah meminta ibunya beristirahat saja dan ia bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan rumah tangga sang ibu. Miranti tentu menurut saja, membiarkan putri sulungnya itu melakukan hal yang dia mau.

Rany juga meluangkan waktu sejak sore hari untuk di rumah saja. Ia juga sempat mengomel dan menginterogasi kakaknya yang menghilang tanpa kabar kemarin. Dita sendiri memilih bungkam, menyimpan sendiri kesedihan yang dirasakannya kemarin.

Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam, Rany beserta suami dan putrinya sudah kembali ke kamar mereka sejak pukul sembilan. Sedangkan Dita dengan setia menemani Miranti menonton sinetron kesayangan ibunya itu. Namun, Dita yang kelelahan karena seharian bekerja itu malah ketiduran di atas sofa.

Miranti mematikan televisi saat Sinetron yang ditontonnya sudah berakhir. Ia menoleh ke sisi kirinya, pada Dita yang tertidur pulas bahkan hingga mendengkur halus.

"Dita! Ibu mau masuk ke kamar. Bangun! Pindah ke kamar kamu!" titah Miranti sembari berjalan ke buffet menyimpan remote televisi.

Dita tampak bergerak, meregangkan kedua tangannya ke atas. Namun, bukannya membuka mata, gadis dengan setelan piyama pendek itu hanya mengubah posisi tidurnya menjadi menghadap sandaran sofa.

"Hei! Kamu nggak mau bangun? Ya sudah, ibu tinggal sendirian," ujar Miranti, tetapi putrinya itu tetap bergeming di tempatnya.

Miranti menghampiri Dita, menarik tubuh putrinya itu hingga menjadi terlentang. "Kamu itu sudah tiga puluh tahun, bukan anak tiga tahun yang bisa ibu gendong dan pindahkan ke kamar!" Miranti menepuk-nepuk pipi Dita dengan gemas.

Dita lagi-lagi hanya melenguh saja, lalu memiringkan tubuhnya menjadi menghadap Miranti yang kini duduk bersimpuh di samping sofa. Wajah damai Dita saat tertidur, membuat mata Miranti memanas. Perlahan tangannya terulur mengusap lembut pipi Dita.

"Maafkan ibu ya, Nak," ucapnya lirih hampir tak terdengar.

"Ibu bersikap keras hanya karena kamu tidak sesuai dengan apa yang ibu inginkan, jauh dari harapan ibu. Padahal kamu sudah lebih dari itu. Kamu melampaui harapan ibu pada kamu. Ibu bangga sama Dita," tutur Miranti lalu mencium kening Dita  di ujung kalimatnya.

***

Senin pagi, Dita sudah kembali masuk ke kantor. Mencoba profesional, Dita bersikap seolah tidak terjadi apapun sebelumnya. Ia bekerja seperti biasa, meski ucapan Arkha di hari sabtu kemarin sering kali terngiang di telinga.

Saat beberapa kali ia dan Arkha tak sengaja bertemu mata, Dita berusaha dengan cepat menarik pandangan. Karena yang terbayang, justru kilasan saat mereka pertama bertemu. Saat dimana Dita dengan mudah menjatuhkan hati pada pria itu.

Ingatan bagaimana pria itu sering kali membuatnya 'baper' juga ikut menyeruak. Lalu bagaimana Arkha juga dengan mudah memporak-porandakan hati Dita, setelah itu tanpa berdosa kembali membuat hati Dita berbunga-bunga. Kemudian dengan seenaknya kembali membuat bunga-bunga itu layu. Begitu saja terus, menarik-ulur perasaannya tanpa henti.

Dita and The Boss✅| Lengkap Di KaryakarsaWhere stories live. Discover now