Bab. 31

1.5K 196 19
                                    


"Terima kasih karena sudah bersikap baik pada Clara."

Arkha menoleh pada sang kakek, lalu mengangguk dan memberi senyum tipis sebagai jawabannya. Ia sendiri sibuk menatap layar ponselnya, menimbang-nimbang apakah ia harus menghubungi Dita atau tidak. Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, ia khawatir menganggu Dita yang mungkin sudah beristirahat. Di ruang obrolan mereka juga tertera kalau Dita terakhir aktif pukul enam sore tadi, membuat Arkha berpikir Dita mungkin sudah tidur.

"Walau Kakek tahu, kamu tidak menyukai keputusan Kakek ini."

Arkha mengangguk saja, fokusnya kini tertuju pada supir di depannya yang tengah berjuang keluar dari kemacetan. Ia dan kakeknya baru saja pulang dari acara makan malam dengan keluarga sahabat sang Kakek di sebuah hotel mewah di pusat kota Bandung.

"Ayah Clara juga dulu bersahabat dengan ayah kamu. Tapi sayang sekali mereka tidak berumur panjang," lanjut Wisesa lagi yang masih dibalas hening oleh Arkha. "Kakek berharap kamu bisa berhubungan baik dengan Clara, dan segera melupakan Sasha."

"Bersama Clara kamu akan dengan mudah mewujudkan pembangunan GWM2 tanpa perlu bersusah payah menaikkan keuntungan GWM saat ini. Keluarga Clara akan mendukung penuh proyek GWM2. Tambahan modal dari keluarga Clara juga akan memperkuat posisi kamu di GWM, menjadi permanen dan tidak terancam digantikan seperti sekarang," lanjut Wisesa lagi.

Arkha memilih diam. Ia sudah menekan emosinya sejak pagi tadi. Saat sang kakek mengajaknya berbicara, tentang kinerjanya yang dianggap tidak cukup baik selama memimpin GWM. Lalu, demi mempertahankan GWM agar tetap dipimpin Arkha, ia diminta mengikuti perjodohan untuk memperkuat kerajaan bisnis sang kakek.

"Kamu mengaku tidak menyukai sekretaris kamu. Tetapi gelagatmu menunjukkan sebaliknya." Wisesa tiba-tiba kembali bersuara. Pria tua itu tak sengaja melirik ponsel Arkha yang menampilkan ruang obrolannya dengan Dita.

"Kalau aku mengakuinya, apa Kakek akan membatalkan niat Kakek untuk menjodohkanku dengan Clara. Lalu Kakek kehilangan kesempatan bekerja sama dengan keluarga pengusaha properti nomor satu di Indonesia itu?" balas Arkha sarkas.

"Wah, cucu Kakek sudah tidak pendiam lagi sekarang. Sudah bisa menjawab Kakek dengan kalimat sepanjang itu," jawab Wisesa santai.

"Oh, jadi karena Kakek menganggapku si pendiam yang tidak mampu melawan, makanya Kakek menjadikan aku tumbal untuk kemajuan bisnis Kakek. Menjodohkan aku dengan Clara, karena tiga cucu laki-laki Kakek lainnya menolak dijodohkan?" ungkap Arkha tak bisa menahan rasa kesalnya.

"Jangan salah paham Arkha. Kakek hanya tidak ingin kamu terus-terusan mencintai istri orang. Kakek sempat mengira kamu memiliki hubungan dengan sekretaris kamu, tapi ternyata tidak. Kakek hanya ingin membantu kamu ...."

"Arkha terlihat begitu mengkhawatirkan? Sampai Kakek mencarikan Arkha pendamping? Hanya agar Arkha melupakan Sasha?" Arkha membeberkan omong kosong Kakeknya itu.

"Kalau pun aku menyukai Dita, atau aku mencintai Sasha sampai mati, Kakek tidak berhak mengatur jodohku. Apalagi mengorbankan masa depanku hanya demi kepentingan bisnis!" Arkha mulai tidak sabar.

Mobil berhenti tepat di depan teras rumah, tapi Arkha maupun Wisesa tidak lantas turun dari sana. "Arkha tetap akan berhubungan baik dengan Clara. Bukan agar keluarganya memberi tambahan modal dan mendukung proyek pembangunan GWM2, tetapi demi melanjutkan hubungan baik mendiang ayah kami," ucap Arkha membuat Wisesa menoleh padanya.

"Beri Arkha waktu setidaknya sampai satu tahun total waktu kepemimpinan Arkha di GWM untuk mencapai target yang Kakek berikan. Jika tidak tercapai, Arkha akan mundur dari jabatan Arkha," lanjut Arkha membalas tatapan sang Kakek. "Arkha masuk dulu," imbuhnya kemudian turun dari mobil.

Dita and The Boss✅| Lengkap Di KaryakarsaWhere stories live. Discover now