BAB 1: IBU CITRA

4.2K 464 33
                                    

SELAMAT MEMBACA
***
Giwa melihat jam di pergelangan tangannya, sudah menunjukkan pukul satu siang. Dia langsung menutup buku-buku yang berserakan di atas meja. Jam pulang sudah lewat sejak satu jam yang lalu, namun karena masih ingin mengoreksi pekerjaan para siswanya, Giwa memutuskan untuk tinggal lebih lama di sekolahan.

"Bu Citra belum pulang?" seorang pemuda petugas kebersihan yang tengah membereskan gelas minuman di kantor guru menyapa Giwa yang belum juga pulang.

"Ini baru mau pulang Mas." Jawab Citra dengan ramahnya.

Giwa, Citrawati Pregiwa Putri Collin. Putri 40 miliar hasil barter dengan sebuah mobil sport antara tuan dan nyonya muda keluarga Collin saat itu. Di mana dia lahir di dalam lingkungan keluarga taipan yang memiliki kerajaan bisnis yang sangat besar. Bahkan Rafa, salah satu dari dua pangeran keluarga Collin, saudara dari Giwa yang akan menguasai kerajaan bisnis milik keluarga telah di nobatkan sebagai salah satu pengusaha muda sukses saat ini.  Dengan keadaan yang ada bukannya duduk dengan tenang, menikmati kekayaan yang bergelimang, Giwa justru memilih mengabdikan dirinya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Jika Abangnya, Raja memiliki menjadi seorang tentara Giwa pun memilih jalannya sendiri dengan menjadi pendidik.

"Saya duluan ya Mas," pamit Giwa pada petugas kebersihan itu. Dia sudah membereskan semua barang-barang dan pekerjaanya. Siap untuk pulang.

"Iya Bu, silahkan."

Keluar dari kantor, menuju parkiran
Giwa harus berjalan melewati  taman sekolah. Dengan santai, Giwa melangkahkan kakinya. Menikmati pemandangan bunga-bunga mekar disana.  Suasana taman dan sekolahan sudah sedikit sepi, karena memang waktu jam pulang sudah lewat. Semua murid-murid sudah di jemput oleh orang tua mereka masing-masing.

Namun tiba-tiba, sosok kecil yang tengah duduk sendirian di taman menarik sedikit perhatian Giwa. Dia melirik jam di pergelangan tangannya, sudah terlalu lewat waktu pulang tapi masih ada siswa yang belum pulang. Dengan cepat Giwa menghampiri siswanya itu.

"Kenapa belum pulang Sayang?" tanya Giwa dengan lembut.

Pria kecil yang tadi duduk menunduk itu langsung menoleh pada Giwa. Mata kecilnya menatapnya dengan sendu. Mulutnya diam, tidak menjawab apapun. Giwa memutuskan untuk ikut duduk di sebelah anak itu. Tidak tega juga meninggalkannya sendirian. 

"Kenapa di sini sendirian?" tanya Giwa lagi.

"Nunggu Daddy," akhirnya bibir kecil itu terbuka. Giwa tersenyum mendengar suara kecil itu. Begitu menggemaskan menurutnya. Dia sangat menyukai anak-anak, dia memutuskan menjadi guru juga karena menyukai sosok-sosok kecil menggemaksan itu.

"Namanya siapa? Daddynya kemana? Kenapa belum Jemput? Mau Ibu telponkan?"

"Farel Bu..." pria kecil itu mengaku bernama Farel. Dengan gemas Giwa mengusap pelan rambut Farel.

"Farel punya nomor telpon Daddy? Mau Ibu terlponkan biar di jemput?" tanya Giwa lagi dia mengeluarkan ponsel dari tas slempangnya.

Namun, Farel langsung menggeleng. Membuat Giwa merasa bingung.

Dia bingung dengan orang tua anak itu, apa tidak tau jam pulang sekolah sudah lewat sangat lama. Kenapa belum menjemput anaknya juga, apa sesibuk itu sampai tidak ada waktu menjemput anaknya. Jika ayahnya sibuk, apakah ibunya juga tidak bisa menjemput. Sekolah sudah sepi, seandainya tadi Giwa tidak melihat anak itu dan menemaninya apakah anak itu akan tetap disana menunggu orang tuanya datang sendirian.

"Daddy sibuk," hanya itu Giwa dengar. Setelahnya dia hanya melihat anak laki-laki itu kembali menunduk.

Giwa pun memilih diam, dia tidak mengatakan apapun lagi. Dia hanya duduk menemani Farel. Sesekali matanya mengamati sekeliling. Tiba-tiba dari kejauhan, dia dapat melihat seorang laki-laki paruh baya datang dengan tergopoh-gopoh menuju arahnya. Dia menduga laki-laki itu adalah ayah anak di sampingnya.

"Farel itu sudah di jemput," Giwa mengusap kembali surai coklat milik Farel. Namun anak laki-laki itu hanya menatapnya sekilas tanpa minat.

"Tuan Muda, ayo pulang sama Bapak. Sekolah kan sudah sepi, sudah Bapak telponkan Tuan tapi Tuan sibuk. Katanya Tuan Muda di minta pulang dulu sama Bapak," laki-laki paruh baya yang tadi Giwa lihat sudah sampai di hadapan mereka. Sepertinya Giwa salah sangka, laki-laki itu bukan ayah dari Farel.

"Farel mau pulang kalau Daddy yang jemput. Bapak pulang saja, Farel tidak mau pulang." Ucap Farel dengan ketus. Sekarang sepertinya Giwa mulai memahami situasi yang terjadi.

"Bapak orang tuanya Farel?" tanya Giwa pada laki-laki di hadapannya.

"Bukan Bu, saya sopir yang bertugas menjemput Tuan Farel. Ibu guru disini?" Ucap laki-laki itu.

"Iya saya guru disini." Jawab Giwa dengan sopan.

"Ayo Tuan Muda kita pulang dulu, nanti Bapak di marahi Tuan kalau Tuan Muda tidak mau pulang," laki-laki yang ternyata seorang sopir itu berusaha membujuk Farel agar mau pulang. Tapi sepertinya usahanya sia-sia. Farel tetap bersikukuh tidak mau pulang.

"Kalau bukan Daddy yang jemput, Farel tidak mau pulang!"

"Tuan kan sibuk Tuan Muda, ayo pulang dulu sama Bapak."

Giwa yang melihat sopir itu kewalahan dalam membujuk anak majikannya akhirnya memutuskan untu ikut membantu.

"Farel, pulang dulu Nak sama Bapak sopirnya. Sekolah sudah sepi, tidak ada orang lagi disini, Ibu juga sudah mau pulang." Bujuk Giwa.

"Maunya Daddy yang jemput," ucap Farel dengan pelan.

"Daddynya Farel mungkin sibuk kerja, jadi belum bisa jemput. Mungkin besok bisa jemput sekarang pulang dulu ya Nak."

"Daddy selalu sibuk, tidak bisa jemput sekolah tidak bisa antar sekolah. Selalu sibuk, tidak pernah ada waktu, Daddy kerja terus. Uangnya sudah banyak, tapi tetap saja sibuk kerja." Ucap Farel dengan kesalnya. .

Giwa faham, sepertinya anak kecil di sampingnya itu tengah berusaha mencari perhatian dari sang ayah yang terlalu sibuk dengan kerjaan. Memang sudah menjadi fenomena yang sangat umum di zaman sekarang, di mana orang tua telalu sibuk bekerja hingga lupa dengan waktunya bersama keluarga terutama anak-anak mereka. Padahal selain uang, anak-anak juga butuh perhatian dan waktu orang tuanya.

"Daddy nya Farel kan sibuk karena cari uang, buat sekolah Farel buat jajannya Farel. Kalau Daddy tidak sibuk kerja Farel jajan pakai uang siapa. Pulang dulu ya Nak sekarang," bujuk Giwa lagi. Laki-laki kecil di sampingnya ini teryata sedikit keras kepala.

Setelah diam beberapa saat, akhirnya Farel mengangguk. Dia mau pulang bersama sopirnya. Sopir yang menjemputnya pun tersenyum senang, hari ini dia selamat dari amukan tuannya. Biasanya tuan mudanya itu akan sangat keras kepala dan tidak bisa di bujuk sama sekali, jika mengatakan ingin pulang bersama daddynya meski sampai malam pasti tetap dia tunggu. Dan hasilnya dia yang bertugas menjaga dan menjemput tuan mudanya akan menjadi sasaran amukan tuannya karena di nilai tidak pecus dalam menjalankan tugasnya.

"Terimakasih ya Bu, sudah mau membantu membujuk Tuan Farel. Kalau begitu saya pamit dulu." Pamit sopir itu pada Giwa.

"Iya Pak, sama-sama silahkan." Balas Giwa.

"Farel tidak pamitkan sama Ibu?" ucap Giwa saat melihat Farel yang sudah ingin pergi.

Seketika langkah Farel terhenti, dia berbalik dan menyalami gurunya itu.

"Nama Ibu siapa?" tanya Farel saat mencium tangan Giwa.

"Citra, panggil Bu Citra ya." Jawab Giwa.

"Bu Citra, Farel pulang dulu ya." Pamit Farel.

"Iya Sayang hati-hati ya."

Setelah itu Farel benar-benar pergi di ikuti oleh sopirnya.

*** BERSAMBUNG***

SAYA BARU PERKENALKAN GIWA YA, BUKAN BERARTI LANGSUNG SELESAI. INI MASIH KENALAN HEHEHE..

Yang bingung Giwa itu siapa, giwa itu anaknya ayah Rehan dan Bunda Dita (Naughty Wife). Adiknya abang Raja( Jodoh Nona Militer) dan A'a Rafa (SUMI)

TIBA-TIBA PENGEN UP CERITA GIWA, UDAH LAMA ADA DI DRAFF. MAU TAU RESPON TEMAN2 PEMBACA, KIRA-KIRA ADA YANG MAU BACA CERITA INI GK KALAU DI UP HEHEHE...

TAPIN, 21 OKT 2022
SALAM
E_PRASETYO

GIWA DAN KISAH CINTANYAOnde histórias criam vida. Descubra agora