Sang Mata Hijau (1)

1.1K 77 0
                                    

Samar-samar ia mendengar suara gemericik air yang begitu deras. Lunark membuka matanya. Ia mendapati dirinya sedang terbaring di sebuah ranjang kayu tanpa kasur empuk. Sekujur tubuhnya terasa remuk. Dedaunan aneh menempel di sana-sini, di atas bekas lukanya.

"Nak, kau sudah sadar rupanya, "

Lunark menoleh ke sumber suara. Seorang wanita paruh baya muncul di depan pintu. Wanita itu mungkin seusia ayahnya, atau mungkin lebih tua. Ia memakai gaun dengan potongan sederhana. Penampilannya seperti seorang ibu rumah tangga dari kalangan bawah. Lunark tidak menyahut sama sekali. Ia menatap ke sekitar. Rumah terbuat dari kayu, penuh lubang dan sangat berantakan. Sebenarnya gadis itu ingin bertanya dimana dirinya sekarang. Di dalam rumah atau di kandang sapi. Tapi suaranya enggan keluar.

"Suami dan putriku menemukanmu tergeletak tak sadarkan diri si tengah hutan kemarin. Sesuatu yang buruk pasti telah menimpamu, " ujar wanita itu halus.

Lunark menelan mentah-mentah pertanyaan yang tadi muncul di benaknya. Ia merasa tidak enak hati.

"Siapa anda? " tanya Lunark pelan, nyaris tanpa suara.

"Irithel Hale, yang berada di belakangmu itu suamiku, Luther Hale, dan anak tunggal kami, Lilac Hale. " jelas wanita yang menyebut dirinya Irithel Hale.

Lunark menoleh, ia tersenyum tipis kepada dua orang yang berdiri sambil membawa nampan makanan. Tatapannya beralih ke semburat jingga di luar jendela. Hari menjelang pagi, kabut tampak dimana-mana. Satu-satunya penerangan disini adalah obor di dekat pintu.

"Dan aku Lunarkaise Valency, anak-"

"Stefan Valency, " potong Irithel sambil tersenyum.

Wajah Lunark langsung cerah. Ia tidak tersesat jauh dari rumah. Keluarga itu masih mengenali ayahnya.

"Kalian tahu Ayahku? " tanya Lunark riang.

"Ya, tentu saja. Stefan...banyak yang kenal pria itu, " sahut Luther Hale yang ternyata memiliki suara lembut, selembut raut wajahnya. "Dulu dia anak laki-laki paling tampan. Satu-satunya penerus Klan Hallen. Irithel sempat naksir kepada Ayahmu waktu masih muda dulu."

"Hei, itu tidak perlu dibahas! " desis Irithel tajam. Sedetik kemudian ia tersenyum hangat. "Stefan memiliki anak perempuan yang cantik. Aku penasaran wanita mana yang berhasil menyingkirkan Diana Miller dari mata Stefan. "

"Tentunya tak kalah rupawan. Lihat bagaimana anak ini, " tukas Luther sembari meletakkan nampan berisi seiris roti dan buah.

"Yah... Aku juga penasaran siapa Ibuku, " gumam Lunark. Tatapannya beralih ke orang yang tidak dianggap ada di ruangan itu. "Hei, mengapa kau memakai karung bawang? "

Lilac Hale, anak perempuan keluarga Hale tersinggung oleh pertanyaan kurang ajar yang keluar dari mulut anak perempuan keluarga Valency. Ia langsung tidak suka dengan gadis (sok) cantik bernama Lunark itu. Padahal gaun yang ia kenakan adalah gaunnya yang paling nyaman. Tanpa lekuk, tanpa lengan dan pendek. Kau bisa berjalan bebas dengan gaun itu.

Lilac tidak pernah menyukai gaun-gaun cantik yang dipenuhi pernak-pernik. Hiasan-hiasan itu selalu membuat kulitnya gatal-gatal. Lagipula di hutan ini tidak ada siapapun yang akan mengomentari penampilannya. Sampai ada seorang gadis yang sangat cantik terbaring di hutan. Ia menolongnya dan kemudian... gadis itu menyamakan karung bawang dengan pakaiannya. Sungguh tidak tahu terimakasih!

Irithel yang merasakan adanya aura permusuhan dari putrinya pun segera mengambil peran. Wanita itu menggelar tikar di teras kecil rumah gubuk itu. Lilac membuang muka tak peduli. Sementara Lunark memperhatikan dua ikan nila bakar, empat buah apel dan seiris roti tawar. Roti itu kemudian dipotong menjadi empat bagian, seukuran biskuit.

Queen Chronicles Where stories live. Discover now