Her Highness

759 69 1
                                    

Lunark duduk bosan di tepi lapangan penguji bakat. Hari ini adalah pelajaran Profesor Parker yang digelar di lapangan terbuka. Masing-masing mendapat giliran menghancurkan batu besar seukuran kepala gajah dengan sihir. Kenji mendapatkan giliran pertama. Ia tak cukup kuat menghancurkan sebuah batu besar dengan tangan kosong. Batu itu hanya retak di beberapa sisi sebelum akhirnya utuh kembali.

"Lumayan. Untuk ukuran anak baru kau hebat, Nak, " puji Profesor Parker membuat Kenji tersenyum tipis.

Andrew melakukannya dengan sempurna. Lelaki itu mendapatkan tepuk tangan paling meriah. Sedangkan Lunark, ia mendapatkan giliran setelah Lilac. Masalahnya adalah dimana Lilac saat ini? Tidak ada tanda-tanda keberadaan Lilac di kelas Profesor Parker.

Sebuah kerikil dilempar oleh seseorang mengenai kepala Lunark. Gadis itu mengerang kesakitan dan berbalik untuk mencari siapa anak kurang ajar yang mengerjainya. Tatapan galak Lunark seketika melembut karena ternyata si pelaku adalah gurunya sendiri.

"Kemarilah, Valency, untuk apa kau bermalas-malasan disana?!" seru Profesor Parker dengan senyumannya yang jenaka.

Lunark cenderung menyukai profesor satu ini karena jarang marah-marah. Selalu ada gurauan di setiap pelajarannya sehingga kelas berjalan menyenangkan. Profesor Parker adalah guru paling diidolakan sekaligus guru paling tua di Royal Eternity.

"Well, Nona manis, kita lihat seberapa hebat kemampuanmu disini," ujar Profesor Parker sembari menepuk batunya.

"Bukankah aku harus menunggu Lilac, Profesor? "

"Hale sedang dirawat di rumah sakit. Surat keterangannya baru saja tiba," jelas sang profesor santai.

"APA?!" teriak Kenji dan Lunark bersamaan.

Profesor Parker berdecak. "Kalian tak perlu khawatir. Hale akan sembuh sebentar lagi. Mr. Peter pasti menyembuhkannya dengan cepat. Benar-benar dokter ajaib... "

Lunark dan Kenji hanya saling menatap saja. Jelas-jelas tadi Lilac sehat dan tidak menunjukkan gejala apapun. Sampai sesuatu terjadi karena campur tangan orang lain... lihat saja apa yang akan orang itu dapatkan.

Lunark mengarahkan tangannya ke depan. Dengan kemarahan itu seharusnya batu itu hancur berkeping-keping. Akan tetapi, batu itu tidak bergerak sama sekali. Lingkaran merah mengelilingi nama Lunark di buku penilaian.

~👑~

Matahari sudah turun melewati batas cakrawala. Semburat merah indah tergurat di langit Walterlish sore itu. Lilac menatap kosong lukisan Tuhan itu dengan tatapan kosong. Ia membutuhkan sesuatu yang menghangatkan hatinya. Ia masih trauma dengan kejadian tadi siang. Helena benar-benar wanita mengerikan. Sudah tidak diragukan lagi mengapa banyak orang yang takut kepadanya.

Ia sakit hati. Ia tidak mengerti dimana letak kesalahannya sampai seseorang harus menghukumnya demikian. Lilac mengangkat tangannya lalu memunculkan percikan api pada setumpuk daun gugur di bawah pohon. Tiba-tiba apinya padam. Lilac menoleh lalu melotot kaget melihat Alaric berjalan ke arahnya.

"Mengapa kau terus muncul di sekitarku? " tanya lelaki itu kesal.

Lilac menatapnya tak percaya. "Aku? " dia menunjuk dirinya sendiri. "Kau yang menghampiriku duluan, bodoh! "

"Wah... wah... kau tidak boleh mengutuk kakak kelasmu. "

"Persetan! "

Alaric berjalan mendekat ke arah Lilac membuat gadis itu mundur beberapa langkah, menjaga jarak darinya. Alaric juga memergoki gadis itu sedang mengamati lengannya yang diperban.

"Tersayat pedang, " jelasnya tanpa diminta.

"Aku tidak bertanya, " tukas Lilac sinis.

Alaric mendengus. "Baiklah, katakan mengapa kau terus mencari masalah denganku, Miss Hale."

Queen Chronicles Where stories live. Discover now