8. Meninggalkan Tanah Terkutuk

1.6K 620 74
                                    

.
.
.

     Hongjoong menoleh sebentar, lalu mengalihkan matanya ke arah laut lagi. Setelah ini, bodoh baginya untuk berpikir bahwa dia akan menemukan ketenangan. Maut yang sebelumnya mengintainya setiap hari terasa semakin nyata wujudnya, seperti fakta bahwa mungkin saja dia sudah tidak bisa pulang, bagai jiwa terkutuk yang menggenggam kelegaan terakhirnya karena lolos dari hukuman mati untuk sesaat.

    Bisa saja Hongjoong berpikir untuk mengubah identitas dan seluruh penampilannya, pergi jauh jauh dari tanah ini, dan hidup menjadi orang lain. Atau.. dia bisa saja merencanakan bunuh diri, sekarang juga dengan lompat dari tebing dan tenggelam ke dalam lautan luas, menyusul Owen. Namun sebagai manusia hidup, sudah pasti dia akan dipaksa tubuhnya sendiri untuk berenang ke permukaan.

     Dalam kenyataannya, tidak ada jalan untuknya lolos dari pengejaran, kemanapun dia pergi kecuali dia mati. Ya, hanya ada cara untuk menghindar. Bahkan jikapun rencana bunuh dirinya bisa diwujudkan dengan cara gantung diri atau lainnya, dia tidak ada niat melakukannya, karena jika dia benar-benar berniat, maka sudah dia lakukan semenjak dahulu. Bertahan hari demi hari, pekan demi pekan, merajut hari ini tanpa memikirkan masa depan adalah naluri alamiah yang sudah Hongjoong miliki semenjak kecil, seperti manusia yang terus bernapas selama masih ada oksigen di bumi.

  "Setelah ini, apa yang hendak kau rencanakan?" Tanya Yunho.

  "Pergi dari sini, menghindari Ayahmu dan semua antek anteknya sembari mencari tempat itu." Jawab Hongjoong.

    Yunho menekuk alisnya, "Tempat itu?"

  "Tempat dimana tidak ada kegelapan, Utopia." Hongjoong berdiri lalu menghadap Yunho yang masih bersimpuh di tanah, "keikutsertaanmu akan jadi awal perjalananku. Keputusan yang tidak bisa aku paksakan padamu, ikut atau tidaknya dirimu adalah hal yang sama sama aku hormati. Owen menitipkan salam padamu, bukan? Just keep swimming. Maka pilihan bunuh diri bukanlah yang diajukan untukku."

  "Aku tahu kau mencintai Ibumu dan tanah airmu, aku tidak mengajakmu untuk berkhianat padanya, tapi aku akan mengajakmu melihat bahwa dunia yang kita lihat berbeda. Setelahnya, berjanjilah jika kau akan menunjukkan dunia milikmu padaku." Hongjoong melanjutkan sambil mengulurkan tangannya. "Aku telah berjanji padamu, bahwa jika aku pergi maka akan aku bawa kau bersamaku. Bukankah itu yang kau inginkan?"

     Yunho tersenyum, senyum tulus yang memang sangat akrab dengan sosoknya sebagai bangsawan Elsworth. Tangannya yang hampir dua kali lebih besar dari Hongjoong menggapainya, Yunho mengangguk lalu berucap dengan suara lembutnya, "Selama aku bisa melihatmu, maka aku tak peduli dimana.. aku selalu bersamamu."

.
.

    Malam harinya, Yunho menghampiri sang Ibu yang sedang merajut di depan perapian ruang tamu megahnya. Langkahnya sedikit ragu ragu, namun sebisa mungkin Yunho tidak menunjukkan adanya keraguan atas keputusannya pada wanita paling dia cintai itu. Sampai di hadapannya, Yunho bersimpuh di bawah kakinya sambil meraih dua tangan selembut sutra itu.

  "Ibu, saya rasa sudah saatnya untuk mematikan lampu kamar saya untuk waktu yang lama, karena tidak ada lagi pemuda yang akan mengetuk jendela kamar saya." Kata Yunho.

     Mendengar perkataan putra tunggalnya, tak bisa bohong bahwa wanita itu merasakan sakit luar biasa di hatinya. Anak semata wayangnya, anak yang dia tunggu tunggu kelahirannya kala itu akan meninggalkannya. Namun bukan air mata, tidak, wanita itu tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri jika sampai air mata yang dia tunjukkan pada putranya untuk terakhir kalinya, makanya dia tersenyum. Dikecup lembut pipi dan kening pemuda yang sangat dia cintai ini sebagai wujud izin dan restunya.

  "Dimanapun kamu berada.." Wanita itu berbisik, "ingatlah bahwa di dunia yang kini penuh dusta—"

  "—kejujuran adalah tindakan revolusioner. Saya mengerti Ibu, saya akan mengingatnya." Ucap Yunho.

[✔] Klub 513 | Long Journey | Ep.1 : Desire (Departure)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang