🍁I : Tugas Prakerin (b)🍁

187 43 12
                                    

•Uta•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•Uta•

"Terus, kenapa Kak Amma bawa dia ke sini?" tanya perempuan yang tubuhnya sudah tidak menyala lagi.

Putri ras Api membalas, "ayahanda bilang lebih baik dia berada di Nascombe, dalam pengawasan kalian. Daerah ini sangat sesuai dengan riset yang dia jalani untuk planetnya. Toh, kita sedang tidak ada misi."

Perempuan itu dan laki-laki yang tingginya rata-rata mendesahkan napas sembari menunjukkan ekspresi lelah. "Yang bener aja! Aku udah muak sama misi-misian!"

"Aku juga! Meski aku gak nolak, sih ...."

"Radit, dengerin kata Kakak," tekan perempuan itu.

Laki-laki paling jangkung urutan kedua terlihat hendak tertawa, tapi dia menahannya. "Cie, diomelin Kakak."

"Dia dan robotnya udah diperiksa, sih, jadi harusnya gak ada yang mesti dikhawatirkan ...," tutur putri ras Api, melirikku sejenak. "Yaaa, pokoknya kita mesti menjaga mereka selama di sini."

Aku tidak keberatan dijaga oleh mereka. Justru lebih bagus kalau aku berada di sekitar penduduk asli planet ini. Dengan begitu, aku tidak mengalami kesulitan dalam meriset.

"Terus, dia tinggal di mana?" tanya perempuan tadi. "Aku gak mau, loh, serumah sama dia."

"Aku juga," lontar si laki-laki jangkung kedua. "Ibu bakal seneng, sih, tapi aku gak nyaman."

"Aku khawatir kalau meninggalkan dia berdua aja sama Ibu," ucap laki-laki paling tinggi berseragam serba putih.

Perempuan bersurai putih menoleh ke laki-laki paling pendek. "Jadi ...."

Sontak yang lain ikut menengok kepadanya.

Dia pun menunjukkan ekspresi marah sembari menaruh kembali bangku yang sejak tadi dia pegang dengan kasar ke tempat semula. "Iyaaa, iya! Aku tau maksud kalian apa!"

Mereka pun menunjukkan berbagai macam reaksi, kecuali aku dan Sigma.

"Apa yang terjadi?" tanyaku ke partnerku.

"Kita akan tinggal di rumahnya." Sigma berpaling ke si laki-laki pendek. "Kami tidak keberatan dengan biaya sewa. Silakan ucap saja nominalnya. Uang kami sudah berbentuk uang planet ini jika dirimu khawatir."

Si laki-laki pendek melipat tangan, masih terlihat marah. "Oh, bagus. Aku baru mau bilang. Berhubung kalian orang dari planet lain, aku bakal menaikkan harga."

Si perempuan yang kini sudah tidak menyala lagi menggerakkan matanya dengan memutar kemudian berkata, "Mata duitan."

Sigma membalas, "baiklah. Urusan uang mari kita lanjutkan setelah melihat tempatnya. Dengan begitu, kita bisa bernegosiasi."

Senyum yang pernah ditunjukkan Siren kini muncul dari laki-laki pendek itu. "Pintar juga robot ini. Tidak masalah. Ngomong-ngomong, nama kalian merepotkan orang. Selagi di sini, aku sarankan kalian punya nama yang lebih mudah diucap."

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang