🍁IV : Aduh, Sial (b)🍁

82 26 15
                                    

•Anna•

Deze afbeelding leeft onze inhoudsrichtlijnen niet na. Verwijder de afbeelding of upload een andere om verder te gaan met publiceren.

•Anna•

Lamunanku berhenti ketika pintu geser di sebelah kanan lorong terbuka dan Letnan masuk ke sana, diikuti Kakak dan aku.

Ruangan itu tidak begitu luas dan memiliki banyak perabotan. Hanya ada bangku di depan sebuah papan berisi tombol dan tuas kontrol dan kaca jendela di atas papan, memanjang sampai memenuhi sisi tembok depan.

Aku mendekati kaca, melihat ruangan serba putih dengan lantai melingkar dan satu bangku tanpa punggung di tengah. Hmmm, kalau soal jarak, kurang lebih seperti berada di koridor kelas lantai dua dan sedang melihat ke arah lapangan di bawahnya.

Pintu putih terbelah dan menepi ke arah berlawanan begitu ada orang yang hendak masuk ke ruangan. Tengkuk dan bulu halus di lenganku seketika berdiri ketika Karma dalam balutan pakaian panjang putih memunculkan diri.

Aku segera menjauh dari kaca, membelakanginya dan gemetaran. Tidak bisa dibohongi kalau aku masih takut padanya. Bahkan dari jarak sejauh ini, aku serasa ingin lari ke luar.

Kakak segera menyadari ketakutanku. Dia langsung menggandeng tangan dan bergumam. "Kakak di sini."

Kulirik dia begitu senyumnya merekah. Iya, sekarang aku bersama Kakak dan Karma tidak bisa melakukan hal jahat padaku lagi.

Aku sudah aman ....

Aku mengambil napas dalam dengan perlahan.

Aku sudah aman.

Letnan duduk, menekan beberapa tombol, lalu mengatakan beberapa kalimat sebagai prosedur sebelum mulai menginterogasi Karma. Aku tidak melihat adanya mik, tapi suaranya memenuhi ruangan di balik kaca. Dia pun bangkit setelah selesai. "Silakan duduk, Athyana. Tekan tombol ini jika kamu ingin bertanya padanya."

Tanganku meremas rok gaun selagi mendekat dan duduk di bangku. Aku menoleh ke Kakak yang berdiri di sebelah kanan. Dia memegang pundakku. "Kamu boleh berhenti kalau kamu rasa sudah cukup."

Aku mengangguk mantap. "Baiklah ...."

Tadi ... Letnan bilang tekan tombol yang biru bulat itu, ya?

Aku berdeham. Nah, sekarang, apa yang aku tanyakan pertama? Tentang memori asing atau tentang rincian kemampuan Niida?

Jemariku menekan tombol. "Selamat siang, Karma ...."

Aku belum siap langsung melemparkan pertanyaan, jadi aku memutuskan untuk memberi salam.

Ada jeda beberapa detik yang terasa lama sebelum pria itu menjawab. "Selamat siang."

Apa dia langsung tau kalau aku yang bertanya?

"Emmm, aku ...."

Sebenarnya, kemampuan Niida seperti apa? Getaran yang muncul, apa hanya itu saja? Apa kemampuannya hanya bisa membuat kekacauan? Bagaimana cara Niida mengatasinya? Bagaimana Niida bisa membiasakan diri dengan kinetiknya? Apa yang membuat Niida menggunakan kemampuannya saat pertikaian? Kenapa saat itu aku merasa hatinya hancur berkeping-keping?

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu