🍁II : Bumi Kedua dan Manusianya (c)🍁

98 28 1
                                    

•Anna•

Hoppsan! Denna bild följer inte våra riktliner för innehåll. Försök att ta bort den eller ladda upp en annan bild för att fortsätta.

•Anna•

Tidak sampai tengah hari, Radit pulang ke rumah. Aku langsung menanyainya perihal interogasi Karma. Adikku menanggapi dengan lelah. "Tadi, baru Yuan sama Kenny yang diinterogasi," katanya.

Aku mengerjap. "Mereka bilang apa aja?"

"Bilang apa aja? Yuan gak bilang apa-apa selain memaksa untuk dilepaskan dan bertemu sama Karma." Radit berkata dengan cepat dan datar, ini tanda kalau dia sedang mencoba bersabar. "Dua puluh menit pertama, dia dan pihak Iredale yang menginterogasi main adu tatap—aku sama yang lain nonton dari jendela atas—, tiga puluh menit kemudian, dia menolak ngasih keterangan dan dalam sepuluh menit dia jadi beringas, membenturkan bangku ke tembok, menubruk pihak Iredale, gigit sana-gigit sini, dan akhirnya interogasinya dibubarin."

Alamak ....

"Kalau Kenny?" Dia tidak mungkin beringas seperti Yuan menurutku. Namun, sulit tuk mengorek informasi darinya.

"Dia cukup membantu." Helaan napas panjang keluar darinya sembari mengangguk kecil sejenak. "Dari dia, kita tau tiga lokasi yang kemungkinan besar menjadi tempat bersembunyinya Falcon."

"Karma ... belum diinterogasi?" tanyaku setengah ragu.

"Tidak sadarkan diri. Pihak Iredale menempatkan semua tahanan di balik jeruji khusus dan itu membuat Karma tidak sadarkan diri di dalam sana. Kemampuannya 'hidup', ya, Kak? Kata Prajurit putih, dia gak kasih tau apa-apa pas masuk jeruji, jadi mereka baru tau soal kemampuannya dari Kenny dan segera dipindahin ke jeruji biasa."

Dia ... membiarkan dirinya tersakiti?

"Mungkin, dia ingin mati perlahan-lahan di dalam sana," timpal Radit seakan tau apa yang kupikirkan. "Biar gak membeberkan informasi ke kita."

Kalau iya, berarti aku mesti segera menemui Karma.

Terlepas dari keberadaan Sady dan ketakutanku, pria itulah yang paling mengenal Niida dan kemampuannya. Jika ada hal yang harus kutau soal kemampuan ini, aku mesti menanyainya.

"Gak usah peduliin dia lagi, Kak." Radit terdengar agak merajuk. "Kakak udah aman, jadi gak usah mikirin Karma dan mereka lagi."

"Aku tau, Dit, tapi soal kemampuan Niida—"

"Prajurit putih bakal tanyain itu juga, jadi Kak Anna gak perlu datang ketemu Karma. Atau, nanti aku sendiri, deh, yang tanyain ke dia," potongnya.

Spontan senyumku merekah karena sisi perhatiannya. "Ya udah. Makasih, ya, Radit."

Lesung pipi adikku tampak begitu dia menarik senyum lebar. Dia benar, aku sudah tidak perlu merisaukan Karma lagi. Meski, masih ada seorang lagi yang berpotensi jadi ancaman, tapi itu sudah bukan urusanku.

Bukan urusanku.

Yang harus kurisaukan saat ini adalah apa yang akan kulakukan ke depannya. Apa yang harus kupelajari untuk hidup berdampingan dengan damai bersama 'Manipulasi Energi' ini.

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Där berättelser lever. Upptäck nu