🍁V : Apa Itu Bahaya?🍁

81 25 0
                                    

•Uta•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Uta•

Maza baru saja memberitahuku tentang sesi konseling yang tercantum ke dalam tugas Prakerin. Dia bilang, setiap beberapa hari, aku harus mengatakan padanya apa saja yang terjadi padaku, apa saja yang kurasakan dan apa saja yang membuatku kesusahan.

"Apa saja?" ulangku, mengingat-ngingat hari pertama kami datang ke planet K-a18—Radit bilang nama planet ini 'Bumi Kedua'—.

Lofi yang sedang menyantap empat tumpuk kue dadar sebagai sarapan menimpali, "Maza menyuruhmu untuk curhat, Uta. Ceritakan saja semuanya."

Kami bertiga sedang sarapan di ruang depan rumah, menyantap menu yang sama—hanya aku dan Lofi yang makan—dan duduk berbeda bangku tapi tak begitu berjauhan.

"Curhat?" Itukah sebutan lain dari 'sesi konseling'?

"Kita akan melakukannya malam nanti, setelah menyelesaikan satu tugas bonus lain." Maza mendorong sepiring kue dadar setelah menyantapnya sepotong—untuk uji coba kelayakan makanan sebelum aku menyantapnya. "Makanan ini tinggi kadar gula tidak sehat. Mulai dari kue sampai ke siropnya. Aku tidak menyarankan kamu untuk memakannya."

"Tapi ini enak," tekan Lofi. Dia meneguk susu, lalu lanjut berkata. "Sehat-tidak sehat urusan nanti, yang penting kalian tidak boleh tidak memakannya. Ada aturan tidak tertulis di Nascombe kalau orang yang tidak menghargai makanan harus berpuasa keesokan harinya."

"Benarkah?" tanya Maza. Robot Partnerku berpikir sejenak sembari menatap dua tumpuk kue dadar di piring.

"Kenapa ada aturan yang tidak ditulis?" tanyaku ke Lofi. Aku pikir semua aturan harus tercantum dengan jelas. Kalau di planetku, peraturan kami selalu di tampilkan di banyak kesempatan. Contohnya, di sepanjang dinding kaca sisi bangunan asrama, di layar utama setiap gadget siswa, dan di panel layar informasi dalam setiap kamar.

"Ini aturan yang dibuat atas dasar norma masyarakat. Misal, di tempat ini, kalau kamu berkata kasar, mulutmu harus digosok dengan daun Jelatang. Orang tuaku bilang, omongan kasar tidak disukai Tuhan, jadi kita harus melakukan itu agar Tuhan memaafkan kita."

"Tuhan?"

"Sesuatu yang disembah, diyakini dan dipuja oleh manusia. 'Sesuatu' yang Mahakuasa," jelas Maza.

Lofi terdiam sejenak dengan mata terbuka lebar ke partnerku. "Kau ... paham pada eksistensi 'Tuhan'?"

Maza tidak menunjukkan ekspresi seterkejut Lofi. "Tuhan pasti ada selama manusia ada. Itu yang tercantum di database planet kami."

Induk semang kami kembali menatap dengan tatapan biasa—matanya tampak mengantuk, tapi orangnya tidak mengantuk. "Oh, begitu."

"Uta, karena ada aturan tidak tertulis Nascombe, aku terpaksa memperbolehkanmu untuk menyantap makanan ini. Tidak untuk lain waktu," ucap Maza.

Aku senang karena dia memperbolehkannya. Aku merasa tidak bisa merelakan makanan itu setelah mencium aroma yang berbeda dari makanan yang pernah kucoba belakangan ini. Aneh, sebelumnya aku tidak pernah merasa begitu menginginkan sesuatu seperti ini.

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Where stories live. Discover now