🍁I : Tugas Prakerin (c)🍁

151 43 10
                                    


•Uta•

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Uta•

Setelah Maza dan Lofi selesai bertransaksi, laki-laki itu mendadak bersikap lain. Ekspresinya menjadi senang dan nada suaranya terdengar lebih berirama dari sebelumnya yang datar-datar saja.

"Aku dan Han akan membelikan beberapa pasang pakaian ras Daun dan beberapa makanan untuk malam ini. Ada permintaan, tuan dan nona sekalian?" tuturnya.

Aku menoleh ke Maza. Cryborg-ku bilang, "Aku ingin makanan yang sehat untuk Uta. Pakaian yang nyaman serta alas kaki untuk kami juga. Hanya itu."

Aku mengangguk. "Hanya itu."

"Baik, selamat beristirahat kalau begitu." Dia berjalan mundur dengan kepala tertunduk dan akhirnya menutup pintu.

Senyap sejenak, aku bergumam, "manusia di sini bisa jadi beda setiap saat, ya?"

"Itu namanya ekspresivitas. Mereka kaya akan ekspresi dan gagasan. Itu yang tidak banyak dimiliki oleh manusia planet kita, Uta."

"Apa aku perlu mempelajari itu?"

"Tentu. Bagian tiga dari file Prakerin yang tersimpan di sistemku adalah 'Penerimaan dan penguasaan emosi'. Bagian itu akan kuisi sesuai dengan apa yang kulihat dari kemampuanmu menerima, memahami, merespons, dan mengungkapkan emosi yang kamu rasakan," jelasnya. "Kamu memiliki kepekaan rasa yang normal juga pengungkapan ekspresi yang cukup, tapi kamu sulit memahami dan tak mengerti bagaimana mengatasi perasaan yang datang. Kita bisa memperbaiki dan meningkatkan pengetahuanmu tentang itu selama di sini."

Aku berbalik, kembali melihat seisi ruangan dengan perasaan ganjil. Jujur, aku lebih merasa tenang di ruang depan rumah ini dari pada di ruangan ini. "Kalau yang kurasakan saat ini ... apa, ya?" gumamku.

"Cemas, itu perasaan yang muncul ketika kamu merasa ragu soal apa yang akan terjadi di masa depan."

"Cemas," ulangku.

Benar juga. Jangankan di masa depan, untuk satu jam ke depan saja, aku tidak bisa membayangkan diriku sedang berbuat apa atau sedang berada di mana.

"Bagaimana cara mengatasinya?" tanyaku.

Robot manusia itu tersenyum. "Perasaan itu wajar dimiliki dan bukan hal buruk sampai kamu mesti membuangnya jika tidak berlebihan. Namun, kamu bisa mengurangi ketidak nyamanan dari perasaan itu dengan berkata, 'semuanya akan baik-baik saja' pada dirimu sendiri."

"Semuanya akan baik-baik saja." Kukatakan itu sampai tiga kali, lalu aku merasa lebih baik. Senyumku merekah. "Kalau ada Maza, aku akan baik-baik saja. Ya, kan?"

Senyumnya pudar.

Aku langsung merasa sudah salah bicara. "M-maaf kalau—"

Dia tertawa untuk pertama kalinya. "Pernyataan tadi ada benarnya juga."

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Where stories live. Discover now