panca✧

824 150 76
                                    

The Grim Reaper-!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

The Grim Reaper-!

Siang itu adalah saat-saat dimana mentari sedang panas-panasnya. Duduk di teras adalah alternatif bagi seorang remaja beriris biru aquamarine.

Kaki nya di selonjorkan dengan bertumpuk-tumpuk buku di sisi kanan kiri.

Panggil saja Ice. Remaja berusia delapan belas tahun yang mana merupakan siswa tingkat akhir. Beberapa formulir berisi undangan formal itu beberapa kali di lirik dengan minat besar.

Ya, sudah ada sekitar lima dari pusat kepolisian yang meminta nya bergabung menjadi anggota selepas kelulusan nanti.

Itu hal yang menggembirakan tentu nya. Meski terhalang keterbatasan, namun sebab usaha keras dan bantuan dari orang lain, dia akhirnya bisa mendapatkan kemauan nya.

"Siang, tetangga! Hari ini sejuk, ya?"

Suara tak lazim kemudian mengagetkan Ice dalam lamunan nya. Orang sehat mana yang mengira hari ini sejuk!?

Ketika menoleh, Ice mendapati remaja beriris biru shapire dengan senyum ramah. Berlari menuju teras rumah nya lalu duduk di sampingnya dengan tak sopan nya.

Kikuk. Ice bertanya-tanya siapakah gerangan mahluk yang tengah bersama nya. Kemudian jemari nya mengambil secarik kertas, menulis sesuatu di atas nya dengan kalimat 'Kamu tetangga baru di sini?'

Kertas itu diperlihatkan kepada sosok biru, yangmana setelah membacanya sosok itu hanya tertawa kecil. "Iyep! Dan jika kamu lupa, aku adalah Taufan! Kakak ipa- aww!"

Ice menatap datar ke arah Taufan yang tiba-tiba saja menjerit. Padahal yang sebenarnya adalah Halilintar yang tengah mencubit ganas pinggang Taufan.

Ice kemudian menggerakkan tangan nya dengan raut wajah cemas, "Kakak tidak apa-apa?"

"T-tidak apa-apa! T-tadi pinggang ku di gigit tawon."

Dan demi keberlangsungan bersama, maka Taufan pun bertelepati dengan Halilintar, berkata bahwa Halilintar harus pergi agar misi berjalan lancar jaya.

Awal nya sangat susah mengusir roh merah itu. Tetapi Taufan juga tak kalah keras kepala untuk membujuk-- roh merah itu pergi setelah Taufan mengatakan bahwa dia akan mencium Halilintar jika berani mengganggu misi negara nya.

Nah, sekarang mari kembali ke topik awal.

Taufan yang mengambil tempat di samping Ice, kini mulai mengamati bagaimana anak itu mampu duduk lama bersama para buku-- asal kalian tahu, bahwa buku adalah musuh bebuyutan Taufan.

Nampak Ice memalingkan wajah nya menghadap Taufan. "Terima kasih atas bantuan nya kemarin, Kak Taufan." Ice berdiri dari duduk nya seraya meminta izin, "Tunggu di sini. Aku akan mengambilkan cemilan untuk mu."

Taufan hanya manggut-manggut. Lagipula siapa sih yang tidak suka makan gratis?

Ice kembali sesaat kemudian dengan nampan berisi air soda dengan biskuit berbentuk hati. Aw, sungguh manis.

"Maaf. Aku hanya punya ini."

Melihat Ice yang merasa tidak enak, Taufan dengan semangat membara mencomot biskuit itu lalu memakan nya. "Twidak apwa-apwa! Twerima kaswih!"

Selagi Taufan menggerogoti biskuit dalam mulutnya, malaikat maut yang menyamar itu sesekali melirik Ice yang nampak antusias.

Lihat? Kata siapa Ice adalah anak yang dingin seperti kakak nya itu? Ice hanyalah anak yang kurang pede dalam membuka obrolan bersama orang lain.

"Oh, apa ini? Undangan untuk bergabung dengan unit kepolisian secara langsung? Wow, Ice, aku tidak menyangka kamu sejenius ini!" Puji Taufan usai membaca beberapa lembar kertas di tangan nya.

Yang di puji lantas mesem-mesem tak karuan. "Tidak perlu memuji berlebihan, kak."

"Ngomong-ngomong, apakah menjadi polisi adalah cita-cita mu?"

"Iya,"

"Apa ada alasan?" Tanya Taufan kepo. Dalam sekejap, biskuit di piring ludes oleh Taufan. Hhah, jika ada Halilintar di sini, pasti roh merah itu akan merasa amat malu.

Perubahan air muka Ice berlangsung signifikan. Dari yang awalnya biasa saja jadi dingin bak es.

"Aku ingin mencari seseorang."

_________________________________________

"Berkemah, berkemah, berkemah sama si Hali. Si Hali, si Hali, anak nya bahenolll!! Bahenol! Bahenol! Yeahh!"

Tahukah engkau, Taufan? Bahwa dengan engkau bernyanyi begitu, sama saja dengan merelakan diri mu di renjat listrik tegangan tinggi.

"Diam atau aku akan menyetrum mu." Ancam Halilintar. Lagi-lagi dia harus di bebankan pikiran oleh kehadiran si malaikat maut itu.

"Habis nya, wajah mu itu terlalu flat. Tersenyumlah sedikit maka kamu akan semakin manis~"

"Aku tidak manis! Jaga bicara mu!"

"Baiklah. Kalau begitu, imut?"

"Aku laki-laki, Fan." Desis roh merah itu dengan tangan sudah berbunyi kretek kretek -- siap untuk menumbuk si malaikat maut.

"Aha! Kalau begitu comel?"

DUAK

Dengan tendangan yang sedikit di beri aliran listrik, Halilintar memberikan tendangan itu ke perut Taufan.

Ugh, rasanya ngeri-ngeri sedap . . .

Mengingat Taufan telah dalam mode tak terlihat, maka rasa sakit pun tidak akan ada rasanya. Heh, kacang ini mah.

"Aku kan hanya menggoda mu, Hali . . ."

Taufan di abaikan. Roh merah itu nampak merajuk, netra ruby nya memandang kosong matahari terbenam. Lagi dan lagi, hari telah selesai tanpa ada nya perubahan.

Gelap mulai menyelubungi taman tempat mereka berada. Mereka duduk tepat di pinggir sebuah danau yang memantulkan cahaya lampu taman.

Suasana begitu canggung untuk Taufan yang suka berceloteh tanpa henti nya. Hampir saja malaikat maut itu berbicara, suara roh merah di sampingnya terdengar.

"Apa yang di katakan nya?"

Lihat! Halilintar berbicara tanpa harus ada yang memulai pembicaraan. Pipi Taufan sontak bersemu tanpa alasan yang jelas.

Tanpa di beri tahu pun, dia sudah tahu orang yang di maksud Halilintar. Siapa lagi kalau bukan Ice?

"Ku pikir, masih ada kesempatan untuk memperbaiki hubungan." Kata Taufan. Dia dengan sengaja melemparkan beberapa kerikil ke danau hingga menciptakan cipratan air.

"Kenapa bilang begitu?" Tanya Halilintar datar. Netra nya tidak bertemu pandang dengan Taufan-- dia lebih memilih melihat batu kerikil yang di lempar si malaikat maut.

"Karena Ice masih memikirkan dirimu. Kalian sama-sama tsundere, tidak mau mengakui kasih sayang kalian."

Taufan lantas merebahkan dirinya di rerumputan. Memandangi langit gelap yang mulai di huni gugusan bintang,

"Selama aku di sini, sebisa mungkin aku akan membantu mu." Kata Taufan. Huh! Lagi-lagi jiwa puitis nya muncul.

Andai saja tidak ada suara bocil laknat yang kebetulan lewat sana, mungkin Taufan akan mendengar suatu kata yang sangat mustahil di dengar nya dari Halilintar.

"Terima kasih."

"Hah? Apa? Kamu bilang sesuatu?"

_________________________________________

The Grim Reaper | TauHali ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang