🎖️Bab 2🎖️

74 21 0
                                    

"She lied back."

****

Langkah Melody terhenti ketika kakaknya memanggil dirinya. Gadis itu berbalik dan melihat Merida yang baru saja keluar dari lift.

Dengan tatapan yang sedikit meremehkan, pada kenyataannya Merida tersenyum dan memberikan sebungkus coklat kesukaan adiknya itu. "makanlah karena akan menambah energimu," ucap Merida yang segera menaruh bungkus coklat di tangan Melody.

Sambil menatap coklat yang terlihat mahal, Melody mencoba menahan tangisnya. Ia tidak menyangka kalau kakaknya akan peduli seperti tadi. Walaupun hampir tidak pernah, setidaknya Melody merasakan kasih sayang kakaknya.

Senyum terambang sebelum berjalan menuju ruangan kelas. Di sana sudah terdapat Gisella yang terlihat khawatir akan sesuatu. Raut wajah Gisella mengundang rasa penasaran Melody yang baru saja menaruh buku dan perlengkapannya.

"Gisella?" panggil Melody, namun sapaannya tidak dihiraukan oleh Gisella.

"Apa kamu melamun?" Kali ini bahu Gisella digoyang pelan oleh gadis itu, membuat pena yang dimainkan oleh Gisella terjatuh.

"Ouh? Melody ...."

"Maafkan aku," lanjutnya sambil merapikan duduknya. Berhubung posisi duduk Melody berada di depan Gisella, gadis itu bisa memutarkan kursinya dan menunggu jawaban.

"Ada apa, Gisella?" tanya Melody sekali lagi, namun jawabannya hanyalah gelengan kepala dari yang ditanya.

Melihat semua itu membuat Melody memilih mengalah dan diam tidak akan bertanya kembali. Siswa lainnya berdatangan kembali. Namun, satu hal yang membuat siswa Penthouse Class bersyukur adalah mereka bisa merasakan belajar bersama dengan siswa kelas dibawah mereka, yaitu Kelas Menengah dan Kelas Downstairs.

Hanya dua mata pelajaran yang dimana siswa ketiga kelas itu digabung. Kali ini kelas seni musik akan segera dimulai. Mungkin banyak siswa lain yang berpikiran kalau siswa Penthouse Class itu memiliki sifat yang begitu jahat karena berada di posisi-posisi teratas dari ratusan siswa lainnya.

Melody merasa tidak nyaman ketika siswa lain menatapnya dengan pandangan yang jauh berbeda. Gisella dibelakangnya mencoba berbisik dengan Melody, namun siswa lain mencoba menghalang dan seolah merekalah yang berkuasa.

Ada terjadi kejanggalan di ruangan tersebut. Mr. Coma memasuki ruangan dengan setelan seperti biasanya. Not Casual tapi santai. Raut wajah semua siswa berubah pesat ketika mengetahui guru seni mereka berasal dari Penthouse Class.

"Permisi, pak. Kenapa bapak yang mengajar disini –"

"Tolong. Dena, bapak tahu kamu sudah mengetahui alasan kenapa Mr. Neba tidak lagi mengajar, bukan."

Siswi yang bernama Dena itu kicep dengan pernyataan Mr. Coma yang tahu akan segalanya. Melody melihat siswi itu hanya tidak menerima kehadiran guru tersebut.

Suasana menjadi jenuh, namun tidak untuk dua siswa Penthouse Class. Bahkan sampai ada yang protes karena kedua siswa itu tidak diberikan pertanyaan. Memang benar Mr. Coma selalu melempar pertanyaan-pertanyaan ke siswa Menengah dan Downstairs.

"Jika saya melemparkan pertanyaan ke mereka, apakah kalian bisa menjawabnya?" Hampir 90% siswa menggelengkan kepalanya. Mr. Coma tersenyum dan mendekat ke tengah-tengah ruangan.

Manik pria tua itu mendapati sebuah kertas dengan coretan aneh. 'Akan kubunuh Penthouse Class?' batin Mr. Coma ketika mengangkat kertas itu.

"Siapa yang menulis ini?" tanya Mr. Coma yang tidak mendapat jawaban setelah hening beberapa menit. Namun, ada satu siswa yang keringat dingin. Gisella dan Mr. Coma saling bertatapan, namun arah mata pria itu adalah siswa di belakang Gisella.

Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]Where stories live. Discover now