🎖️Bab 7 🎖️

23 13 3
                                    

Ranking satu

*****

Ketujuh siswa Penthouse Class merasakan hawa tidak nyaman selagi menyantap makanan mereka. Suara berisik menghampiri Cafetaria. Arsan yang lebih dulu membalikkan badan ke belakang.

Terlihat sebuah kelompok yang diketahui anak kelas XI kelas Menengah menghampiri lantai kelas Penthouse Class. Gisella menghadang kedatangan kelompok lelaki itu. Tatapan gadis tomboy memang beda, namun hal yang sepele tetap diacuhkan.

"Kalian ... datang kesini mau dapat nilai tinggi, ya?" tanya Gisella sedikit mengintimidasi. satu pukulan melayang setelah gadis itu melipat lengan bajunya. satu lelaki mengelus pipinya yang kini membiru.

"Hanya segitu kemampuan kalian sebagai siswa Penthouse Class," ledek lelaki gendut yang memiliki badan cukup besar.

Nathan cukup terkejut dengan Gisella, ia tidak menyangka atlet Karate bisa sekuat itu. seorang lelaki dengan dasi biru navy mencoba meninju Nevada yang beranjak dari duduknya. Namun, dengan cepat Gisella menumpu punggungnya dengan punggung Nevada. Gadis itu menendang wajah cukup keras.

"Arsan, mari kita lakukan, dan –"

"Apa yang kalian lakukan?" potong seseorang dengan bersuara serak. Bibi Funa, pemilik kedai steak menatap keadaan Cafetaria cukup tajam. Gisella berbisik ke telinga Nevada untuk segera pindah tanpa mengubah posisi mereka yang masih bertumpu.

"Kalian para lelaki nakal! Bukankah kelasmu dibawah?" Sebuah sandal dengan sol berukuran 3 cm terlempar dan mengenai tiga lelaki sekaligus, membuat Nathan, Hansel, dan Melody bersorak ria.

"Maafkan kami, bi!" Salah satu dari mereka terus meminta maaf dan mengambil salah satu sepatunya yang terlepas. Lelaki itu ditinggalkan oleh kelompoknya. Bibi Funa berjalan mengambil sandal mewahnya yang sedikit kotor karena pakaian lusuh kelas Menengah.

Siswa Penthouse Class terdiam tanpa kata. Hampir lima menit mereka seperti manekin. Menonton keresahan yang dialami oleh siswa kelas Menengah tersebut. Bibi Funa mendekati meja ketujuh siswa itu.

"Kalian tidak apa-apa?" tanya Bibi dengan lembut. Nevada menatap piring milik kedai Bibi Funa yang pecah. Gisella yang menyadari raut wajah Nevada takut itu mengerti. Keduanya bersalah.

"Bibi, maafkan kami." Gisella dan Nevada membungkuk hormat dan membuat Bibi Funa menggelengkan kepalanya. Wanita bercelemek itu memeluk keduanya dengan kasih sayang.

"Bibi memiliki perasaan yang tidak enak dengan keadaan Cafetaria. Jadi, bibi segera datang. Dan ternyata benar ... Syukurlah kalian baik-baik saja."

"Soal piring itu, kamu tidak usah menggantikannya," lanjut Bibi Funa tersenyum. Disisi lain, Nathan, Hansel dan lainnya membersihkan pecahan piring dan menumpuk bekas makan mereka.

"Aku akan menggantikan semuanya, bi." Sahutan Desar di belakang membuat Bibi Funa membungkuk hormat.

"Tidak usah, kepala sekolah. Saya ikhlas, bahkan membantu anak-anak juga." Desar menggeleng tidak suka. Pria yang disebut kepala sekolah–ayah Nevada mendekati meja tersebut.

"Gisella, aku sangat bangga padamu. Terima kasih sudah membantu bibi dengan keberanianmu." Gisella tersenyum mendengar dan menggandeng tangan Nevada. Hal itu diketahui oleh Desar.

"Kalian ngapain?" tanya Desar melihat anak sulungnya bersama Hansel yang mengikat kantong sampah yang cukup besar. Nevada yang baru saja melepaskan sarung tangan menatap ayahnya lembut. Ia baru menyadari kedatangan ayahnya karena sibuk membersihkan.

"Membantu bibi. Ayah sejak kapan ada disini?"

"Apa kamu tidak menyadari kedatangan ayahmu?" Pertanyaan Desar dijawab oleh gelengan anak sulungnya. Pria itu hanya tersenyum dan kembali menunduk kepada Bibi Funa yang notabennya lebih tua.

Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]Where stories live. Discover now