🎖️Bab 14 🎖️

18 8 5
                                    

Pertanyaan Gisella

****

Anggukkan kecil dari Desar mendapatkan sorakan. Nevada mengembalikan mikrofon ke moderator, lelaki itu sesekali melirik ke ayahnya yang menatapnya tidak suka. Gisella memberikan tangannya untuk menjabat.

"Itu keren sekali ... kurasa yang dikatakan Arsan memang benar. Kamu berani dalam memperbaiki sesuatu," ucap Gisella kemudian melepaskan jabatan tangannya. Hansel dan Merida terlihat bingung.

Aula perlahan mulai tenang begitu setiap guru mata pelajaran menjelaskan materi apa saja yang keluar untuk ujian nantinya. Setelah hampir dua jam, akhirnya Desar mengambil alih acara tersebut. "Baik, anak-anak. Kesimpulan dari semua yang sudah dijelaskan adalah kalian mengerjakan soal sebanyak 500 buah dengan waktu 3 jam selama dua minggu berturut-turut setiap mata pelajaran. Dan ...."

Desar menghentikan pembicaraannya karena Mr. Feraz, guru matematika kelas Menengah membisikkan sesuatu. "Sebelum bapak menutupnya, untuk semua murid jika ada yang terbukti membunuh sesama siswa atau guru, maka secara tidak langsung kalian yang melakukan akan keluar dari sekolah saat itu juga. Dan reputasi keluargamu akan buruk."

Gisella mengangkat tangannya membuat para guru terlihat senang. "Bagaimana dengan orang tua murid yang berprofesi sebagai guru dan kepala sekolah membunuh murid lain atau membunuh anaknya sendiri?"

Semua orang terdiam mendengar pertanyaan yang terlihat berat untuk dijawab. Kelima murid Penthouse Class yang lain menatap Gisella yang tegas dengan pendiriannya.

"Orang tua yang seperti itu harus dihukum, dan dihapuskan jabatannya." Gisella tersenyum, lalu melirik ke lima murid Penthouse Class bergantian karena posisi duduknya yang berada di tengah-tengah yang lainnya.

Gadis tomboy itu berhasil membuat kepala sekolah memakan ucapannya sendiri. Dirinya dan Nevada sudah bekerja sama untuk membuat Desar mengungkapkan semuanya sedikit demi sedikit.

"Terima kasih, Kepala Sekolah." Gisella kembali duduk. Di atas sana Desar terlihat gusar dan bingung untuk menutupnya. Pria tua melemparkan ke guru lain sebagai penutupan sebelum dirinya beranjak pergi dari atas panggung. Nevada tidak berhenti melihat pergerakan ayahnya sampai keluar aula.

"Ayah pergi kemana?" bisik Nevada yang didengar oleh Arsan. Kedua lelaki itu melihat kepergian kepala sekolah mereka. Tangan Arsan melepaskan jari Nevada yang menggigit kukunya. Kebiasaan buruk Nevada terjadi saat dirinya gugup dan takut.

"Jangan kebiasaan me menggigit kukumu, Nevada." Nevada tersenyum kikuk ketahuan melakukannya lagi. Arsan menggelengkan kepalanya pelan.

*****

Desar menendang meja cukup kencang, bersyukurlah ruangan tersebut kedap suara. "Gisella! Nevada! Apa-apaan kalian!" kesalnya mengingat semua apa dikatakan oleh murid Penthouse Class.

"Apa jangan-jangan Nevada benar-benar ingin kami tidak bercerai?" Desar tertawa sambil mengangkat map surat gugatan cerai. Bahkan pria tersebut belum memberitahukan istrinya sendiri.

Seseorang tersenyum kecil di balik remangnya cahaya. Pintu ruangan itu terbuka sedikit tanpa disadari Desar. "berhentilah bermain-main, paman."

Orang itu pergi meninggalkan lorong ruangan Kepala Sekolah. Banyak lukisan yang terlewatkan. Pandangannya berhenti ketika melihat satu lukisan yang tidak asing. Bahkan tanda tangan yang tercoretkan disana begitu familiar. "Lukisan kak Nathan?"

Sebuah lukisan yang penuh tanda tanya. Merah itu sedikit berbau pekat. Goresan detailnya membuat orang tersebut kagum. Lukisan yang berjudul 'Number One' itu mengisahkan kisah pemilik ranking satu yang mati.

Nevada : Save Our Rank [Terbit✓]Where stories live. Discover now